Berita

Komisi Yudisial (KY)

On The Spot

Ada Yang Ngaku Disogok Rokok Dan Nasi Kotak

SELASA, 27 NOVEMBER 2012 | 09:49 WIB

Mulai Senin kemarin, Komisi Yudisial (KY) melakukan seleksi wawancara terhadap 19 calon hakim agung hakim. Hari pertama diikuti lima calon. Semuanya hakim karier.

Mereka yakni Cicut Sutiarso (Dir­jen Badilum MA), Hamdi (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Yog­yakarta), Yakup Ginting (Ha­kim Tinggi PT Sulawesi Selatan), Anton Saragih (Kadilmilti II Ja­karta), dan Chairil Anwar (Hakim Tinggi PT Jakarta.

Waktu menunjukkan pukul 13.25 WIB. Anthon R Saragih me­nunggu ruang tamu di lantai empat gedung KY. Berulang kali dia melirik jam yang melingkar di lengan kirinya. Wajahnya tam­pak pucat.

Teh manis hangat yang dise­diakan untuknya diseruput. Ter­sisa setengah. Menunggu dipang­gil ke  auditorium untuk diwa­wan­­carai, mulut Kepala Per­adil­an Militer Tinggi Jakarta itu ter­lihat melafalkan sesuatu. “Ingin menenangkan diri se­belum masuk ke dalam (au­dito­rium),” kata pria berkumis ini.

Anthon yang berpangkat ko­lonel ini mengaku sudah mem­per­siapkan diri sejak Minggu ke­marin. Ia melahap buku-buku hu­kum sampai terlelap lewat te­ngah malam. Ternyata itu tak juga mampu meredam rasa tegang diri­nya. “Dari pagi hingga seka­rang saya masih tegang,” katanya.

Ia merasa lebih mudah menyi­dang­kan perkara di pengadilan militer ketimbang di pengadilan umum. “Kalau di militer terdak­wanya biasanya jujur dan me­ng­akui perbuatannya. Tapi kalau di (pengadilan) umum terdakwanya selalu berkelit,” katanya.

Tepat pukul pukul 13.30 WIB, seorang petugas memanggil An­ton untuk masuk ke auditorium. Ia duduk di tengah, menghadap meja panelis yang terdiri dari sem­bilan orang. Tujuh komi­sio­ner KY. Dua lainnya akademisi Saldi Isra dan eks hakim agung Djo­hansyah.

Ketua KY Eman Suparman membuka pembicaraan. “Bapak siap mengikuti tes wawancara?” tanya.

“Siap pak,” jawab Anton sigap.

Eman lantas mempersilakan Djohansyah memberi pertanyaan kepada Anton pertama kali. “Putusan hakim agung kadang dicaci maki. Bagaimana sikap saudara bila menjadi hakim agung?” tanya Djohansyah.

Anton menjawab siap menjadi hakim agung dengan segala kon­sekuensinya. Tak takut ke­putusan yang diambilnya dicaci maki masyarakat.  

Sepuluh menit mencecar An­ton, kini giliran panelis selan­jutnya Saldi Isra. Ia bertanya lebih ke soal teori. Misalnya per­bedaan vonis hakim dengan yu­risprudensi. Juga soal kandungan dalam sebuah putusan.

Puas dengan jawaban Anton, pa­nelis berikutnya Abbas Said ber­tanya soal lama hukuman yang bisa menyebabkan sese­orang dipecat dari dinas militer dengan tidak hormat.  “Biasanya ti­ga bulan ke atas baru bisa dilakukan pemecatan dengan tidak hormat,” jawab Anton.

Pertanyaan selanjutnya dilon­tar­kan Imam Ansori Saleh. Ia ber­tanya soal pribadi Anton. “Apa motivasi anda menjadi hakim agung,” tanya komisioner KY itu.

“Saya menjadi calon hakim agung karena didaftarkan. Untuk saya harus siap mengikuti seleksi ini sampai akhir,” jawab Anton.

“Karena Bapak background-nya militer coba sebutkan dua ben­tuk pertanggungjawaban keja­hatan perang dan kema­nusia­an?” tanya Komisoner KY, Ibra­him.

Mendengar pertanyaan terse­but, Anthon berdiam sejenak. Ia ke­mudian mencoba menjawab.  Ucapannya pendek. “Itu tang­gungjawab komando,” kata dia,

Giliran Komisioner KY Su­parman Marzuki. “Apakah sau­dara selama menjadi hakim per­nah menerima hadiah?”  tanyanya.

Di hadapan panelis, Anton mengaku dirinya bersih. Tidak pernah menerima sogokan dari pihak berperkara. Tak lama dia meralat jawabannya. Ia mengaku pernah menerima rokok dan nasi kotak. Para panelis pun meng­gelengkan kepala.

“Waktu itu orang satu RW atau RT datang ke rumah saya bawa uang. Saya tolak. Akhirnya saya min­ta rokok dan mereka mem­belikan nasi bungkus untuk anak buah saya 27 orang. Khusus saya nasi kotak. Mereka rakyat biasa bukan militer. Kasusnya saya lupa,” tutur Anton.

Mendengar pengakuan itu, Suparman Marzuki terkejut. “Ja­di Bapak terimanya rokok dan nasi kotak? Kalau uangnya tidak ya Pak?” tanya Suparman.

Anthon beralasan menerima nasi kotak dan rokok karena tak ingin membuat pihak yang ber­perkara tersinggung. ”Itu masih dalam batas kewajaran, dan se­mua menikmati. Mereka bilang te­rima jangan sampai mereka ter­singgung,” tuturnya.

Ketua KY Ceramahi Hakim Tinggi

Anthon mengikuti seleksi sesi dua yang berlangsung siang sampai sore. Sesi pertama mulai dari pagi sampai siang. Hamdi, Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Yogyakarta ikut sesi per­tama.

Puluhan tahun jadi hakim tak membuatnya bisa menjawab per­tanyaan yang berhubungan de­ngan hukum. Pria yang me­niti karier sebagai hakim mulai 1986 itu tak bisa menjelaskan me­ngenai concurring opinion. Ia malah menjelaskan soal dis­sen­ting opinion (beda pendapat).

“Kapan concurring opinion bisa digunakan?” tanya panelis Saldi Isra.

Lantas Hamdi pun menjawab concurring opinion bisa dila­ku­kan apabila majelis hakim tidak bisa memberikan keputusan yang sama.

Mendengar jawaban itu, Saldi nampak geleng-geleng. “Itu namanya dissenting opinion Pak,” ucap Saldi. Ia lalu men­je­laskan apa yang dimaksud con­cur­ring opinion. Yakni bila anggota majelis hakim memiliki keputusan yang sama tapi ala­san pertimbangannya berbeda.

Selain soal istilah hukum, Ham­di ditanya soal harta keka­yaan pribadi dan motivasi men­jadi hakim agung. Hamdi ingin menjadi hakim agung agar punya kebanggaan diri. Juga un­tuk melakukan perubahan di lembaga peradilan. “Saya orang yang sederhana,” akunya.

Komisioner KY Imam Ansori Saleh menyambar. “Berapa ken­­daraan yang Saudara mili­ki?”

Hamdi mengaku mobilnya ma­sih kredit. “Kendaraan ter­akhir masih kredit. Pertama Honda City (cicilannya) 4 juta per bulan. Satu lagi 2,5 juta per bulan cicilannya,” jelasnya.

Pertanyaan terakhir dilon­tar­kan Ketua KY Erman Supar­man. “Apakah saudara setuju ultra petita?” Ultra petita adalah is­tilah hukum yang aritnya gu­gatan yang melebihi hal yang dituntut.

“Saya tidak setuju menga­bul­kan ultra petita, karena memang undang-undang melarang ha­kim menjatuhkan putusan ultra pe­tita, ini diatur dalam HIR,” jawab Hamdi. HIR yang dimak­sudnya adalah Hierziene In­lands Reglement atau Kitab Un­dang-undang Hukum Acara Perdata.

Mendengar jawaban itu, Eman mengingatkan Hamdi, dalam menjalankan tugas se­bagai hakim agung tidak ha­nya sebagai corong undang-undang tetapi lebih memen­tingkan ke­adilan masyarakat. Ia me­nambahkan, HIR itu merupakan produk Belanda. Tidak wajib untuk menjadi dasar memu­tuskan perkara pada saat ini.

Eman mencontohkan putusan yang dibuat mantan hakim agung Prof Asikin Kusumah At­madja (alm) pernah menga­bulkan gugatan ultra petita dalam perkara sengketa tanah di Ke­dung Ombo terkait peru­bahan harga tanah.

“Kalau ultra petita dilarang akan menimbulkan ketidak­adil­an masyarakat Kedung Ombo, karena harga tanah Rp 1.000 per meter tetap dihargai segitu. Pa­dahal 10 tahun kemudian harga tanah sudah naik 20 kali lipat, Rp20 ribu. Semestinya, dalam kasus ini ultra petita dibolehkan demi keadilan dan kemanfaatan masyarakat Kedung Ombo,” jelasnya.

Karena itu, lanjut Eman, para hakim dituntut memberikan kea­dilan substansial kepada ma­syarakat pencari keadilan. Tidak hanya terkesan sebagai corong undang-undang. “Ini be­kal buat Bapak kalau nanti terpilih sebagai hakim agung. Tolong perhatikan kebutuhan (nilai kemanfaatan) masyarakat agar bisa menjadi hakim prog­resif,” katanya.

Dia juga mengatakan, jika ada hakim yang menjatuhkan putusan ultra petita seperti ka­sus Kedung Ombo tidak di­anggap melanggar kode etik dan perilaku. “Bapak tidak akan di­periksa dan KY dan MA,” ka­tanya.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Kasus Korupsi PT Timah, Sandra Dewi Siap jadi Saksi Buat Suaminya di Depan Hakim

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05

Banjir Rendam 37 Gampong dan Ratusan Hektare Sawah di Aceh Utara

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00

Perkuat SDM, PDIP-STIPAN kembali Teken MoU Kerja Sama Bidang Pendidikan

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46

Soal Kementerian Haji, Gus Jazil: PKB Banyak Speknya!

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34

Pemerintah Harus Bangun Dialog Tripartit Bahas Kenaikan UMP 2025

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24

PWI Sumut Apresiasi Polisi Tangkap Pembakar Rumah Wartawan di Labuhanbatu

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15

Kubu Masinton Pasaribu Berharap PTTUN Medan Tolak Gugatan KEDAN

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59

PKB Dapat Dua Kursi Menteri, Gus Jazil: Itu Haknya Pak Prabowo

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54

MUI Minta Tokoh Masyarakat dan Ulama Turun Tangan Berantas Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43

Bertemu Presiden AIIB, Airlangga Minta Perluasan Dukungan Proyek Infrastruktur di Indonesia

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22

Selengkapnya