ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
"Karena pemerintah terlalu sibuk dan tidak sempat menindak tegas LSM asing antek penjajahan gaya baru, kami bersama elemen masyarakat lain dan tokoh-tokoh ulama akan mengerahkan ribuan massa untuk mengusir paksa LSM asing Greenpeace dan antek-anteknya dari bumi pertiwi," ujar Rudy Gani yang memimpin Tim AMTLA.
"Mereka ini sering menjelek-jelekkan Indonesia di dunia internasional. Kami akan membentuk satgas untuk memburu dan mensweeping mereka. Tunggu saja," sambungnya.
Menurut Rudy, lembaga pemerintah terkait juga terkesan menutupi data LSM asing yang dianggap bermasalah itu. Dia mencontohkan pengalaman ketika meminta data Greenpeace dari pihak Kementerian Hukum dan HAM.
Rudy merasa dipimpong dan harus melewati banyak proses birokrasi serta mengajukan pertanyaan tertulis seperti disyaratkan pihak Kemenhukham. Namun Tim AMTLA belum juga mendapatkan jawaban. Padahal, surat permohonan untuk mendapatkan informasi tertulis seputar status hukum, sumber pendanaan, maupun laporan keuangan Greenpeace telah diajukan beberapa bulan lalu.
"Kata mereka jawabannya sudah dikirimkan. Tapi sampai hari ini tidak pernah kami terima. Padahal, alamat sekretariat kami jelas kok. Terlalu mengada-ada kalau menyalahkan pihak Pos," jelasnya ketika berbicara di Jakarta, Selasa siang (23/10).
Masih menurut Rudy, hal sepele seperti itu merupakan contoh betapa buruknya kinerja aparat pemerintah.
"Setelah Greenpeace dan RAN, akan banyak lagi LSM asing yang dipakai negara lain untuk menghancurkan perekonomian Indonesia. Kalau pemerintah tegas dan mau mendengarkan aspirasi rakyat, LSM asing seperti RAN dan Greenpeace tidak akan berani menginjak-injak harga diri Indonesia,†tukas dia.
Menurut Rudy, data yang diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri menyebutkan lebih dari 150 LSM asing beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 49 di antaranya tidak terdaftar dan 15 lainnya bermasalah, termasuk Greenpeace.
"Greenpeace  ini tidak taat aturan Indonesia dan tidak mau mendaftar atau melaporkan kegiatannya ke Kesbangpol Kemendagri maupun Kesbangpol Pemprov DKI Jakarta. Mereka ini termasuk yang paling sering melakukan kampanye negatif terhadap produk-produk Indonesia," ujarnya. Â
Rudy lalu memaparkan sejumlah kampanye negatif yang dilakukan Greenpeace. Di antaranya meminta perusahaan asing (Wal-Mart, Hewlett-Packard, Carrefour dan KFC) memboikot produk tertentu dari Indonesia. Buntutnya, perusahaan asing ramai-ramai memboikot hasil industri perkebunan dan industri kehutanan Indonesia, termasuk Amerika yang menolak minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) asal Indonesia.
Kampanye Greenpeace yang paling fatal adalah mengajak masyarakat memboikot restoran siap saji KFC. Restoran asal Amerika itu dituding menggunakan kertas kemasan makanan dari hasil hutan salah satu perusahaan nasional Indonesia. Padahal, KFC sendiri mengaku tidak pernah menggunakan dan membeli kertas kemasan dari perusahaan tersebut.
"Ini jelas tindak pidana pembohongan publik. Seharusnya, pemerintah sudah menindak tegas Greenpeace. Misalnya, Kemendagri harusnya berani menjatuhkan sanksi pembekuan atau pembubaran. Kemenkumham juga bisa mencabut izin Greenpeace, bukan justru memberikan justifikasi berupa badan hukum perhimpunan terhadap Greenpeace yang jelas-jelas berkelamin Ormas," ujar Ketua Badko HMI Jabotabek-Banten ini.
Pernyataan Rudy Gani ini disampaikan setelah politisi Aria Bima dan Hidayat Nur Wahid mengecam keras seruan boikot produk hutan Indonesia yang gencar dilakukan LSM asing seperti Greenpeace dan Rainforest Action Network (RAN).
RAN mengecam kebijakan Indonesia di bidang industri kerap mengorbankan lingkungan dan satwa langka demi kepentingan bisnis serta mendesak perusahaan-perusahaan di luar negeri agar tidak membeli hasil hutan Indonesia. Kecaman itu dilontarkan beberapa hari setelah Presiden SBYÂ menerima penghargaan di bidang lingkungan dari tiga LSM internasional, di New York, Selasa (26/9/2012).
Kepada media massa luar negeri, LSM tersebut menuding Indonesia sebagai penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia dan tidak melindungi populasi harimau Sumatera.
RAN bersama perusahaan raksasa Amerika, Disney mengumumkan kebijakan Disney yang akan menghentikan pengadaan produk hasil hutan dari Indonesia dengan alasan hutan Indonesia merupakan daerah berisiko tinggi. Padahal selama ini Disney tidak pernah mengimpor bahan baku dari Indonesia. Sementara di sisi lain, produk Disney dengan leluasa merajai pasar dalam negeri Indonesia. [dem]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14
Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55
Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30