Priyo Budi Santoso
Priyo Budi Santoso
Menanggapi pengakuan Wa Ode itu, Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK meÂresÂpon semua keterangan terdakwa dan saksi yang terpapar dalam siÂdang. Termasuk keterangan Wa Ode mengenai Priyo.
Namun, menurut Johan, KPK belum menentukan langkah peÂmanggilan terhadap Priyo setelah Wa Ode memberikan keterangan itu di hadapan majelis hakim PeÂngadilan Tipikor Jakarta. Baik itu pemanggilan kepada Priyo seÂbaÂgai saksi untuk hadir dalam siÂdang, maupun untuk pemeriksaan saksi di Gedung KPK. “Sampai hari ini belum. Tapi, jika dirasa diÂbutuhkan, tentu akan dipangÂgil,†katanya, kemarin.
Ketika dikonfirmasi, Priyo meÂngakui dirinya mengenal Fahd. “Saya kenal Fahd, karena sama-sama di organisasi. Tapi, dia buÂkan staf khusus saya,†tampiknya.
Priyo dan Fahd sama-sama kader Partai Golkar yang berasal dari unsur Musyawarah KekeÂluarÂÂgaan dan Gotong Royong (MKGR). Tapi, Priyo mengaku tidak tahu sama sekali mengenai perÂkara suap pembahasan angÂgaran DPPID yang telah memÂbuat Fahd berstatus tersangka itu. “Jadi, aneh kalau saya disebut meÂmerintahkan Fahd mengenai dana-dana dalam kasus ini. Meski begÂitu, saya siap memberikan keÂsaksian jika diperlukan,†katanya.
Sedangkan terhadap terdakwa Wa Ode, Priyo mengaku sama seÂkali tidak mengenalnya, apalagi berkomunikasi dengan politisi PAN yang pernah menjadi anÂgÂgota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu. “Saya tidak pernah berÂtemu sekalipun atau beÂrÂkoÂmuÂniÂkasi dengan Ibu Wa Ode,†katanya.
Priyo berharap, Wa Ode diÂbeÂriÂkan ketabahan untuk memÂbeÂriÂkan pengakuan yang sebenar-beÂnarnya, tanpa harus menyangkut-pautkan pihak-pihak lain. “ApaÂlagi, tanpa didukung fakta yang kuat,†ujarnya.
Dalam sidang pada Selasa lalu (25/9), Wa Ode menyebut nama Priyo. Wa Ode mengenal Fahd seÂÂbagai asisten pribadi Priyo. LanÂÂtaran itu, Wa Ode meÂngemÂbaÂlikan uang yang jumlahnya sesuai permintaan Fahd. Apalagi, samÂbungnya, konteks peÂngemÂbaÂlian uang dilatari adanya peÂrÂminÂtaan pimpinan fraksinya.
Wa Ode juga beranggapan, peÂngembalian uang dilakukan unÂtuk menghormati Priyo. “TerÂkait pengembalian, saya hanya atas nama menghormati, karena baÂhaÂsa dari fraksi dan DPP itu, ’kita ini menghormati Pak Priyo. EngÂgak enak, karena ini staf khÂuÂsusÂnya’,†kata Wa Ode menirukan ucaÂpan rekan separtainya.
Rekan separtainya itu, menurut Wa Ode adalah Hafiz Tohir. Pada pertemuan Fraksi PAN, kata Wa Ode, Hafiz menyarankan agar Wa Ode mengembalikan uang sesuai permintaan Fahd. Saran itu, meÂnurut Wa Ode, disampaikan koÂleganya setelah ditelepon Priyo.
Dalam perbincangan telepon itu, katanya, Priyo sempat berÂtanya kepada Hafiz mengenai uang setoran Fahd yang belum diÂkembalikan Wa Ode. “Sudahlah, De, demi masa depan kamu, kaÂreÂna ini juga stafnya wakil ketua, keÂmbalikan,†ujar Wa Ode meÂniÂruÂkan pernyataan Hafiz.
Wa Ode mengisahkan, peÂngemÂbalian uang dilakukan seÂteÂlah Fahd mengajukan perÂmiÂnÂtaan. Fahd meminta agar Wa Ode mengemÂbaÂliÂkan uang Rp 4 miliar. Padahal, uang yang diterima Wa Ode dari Fahd melalui Haris Surahman, haÂnya Rp 2,5 miliar. Uang Rp 2,5 miÂliar itu pun, meÂnurutnya, sudah diÂkembalikan kepada Haris.
REKA ULANG
Proyek Tak Tembus, Fahd Minta Uang Dikembalikan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menÂdakwa Wa Ode Nurhayati meÂnerima uang Rp 6,25 miliar dari Fahd A Rafiq, Paul Nelwan serta Abram Noch Mambu. Uang tersebut diduga diberikan melalui Haris Surahman.
Pemberian uang itu terkait peÂngurusan alokasi Dana PerÂceÂpaÂtan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) untuk tiga kaÂbuÂpaten di Aceh dan Kabupaten Minahasa. Karena proyek yang diorder ke Wa Ode tidak masuk dalÂam daftar penerima DPPID, Fahd meminta uang yang diÂseÂrahkannya melalui Haris itu diÂkembalikan.
Kata Wa Ode, Fahd dan Haris meÂlaporkannya ke Fraksi PAN DPR. Atas laporan Fahd dan deÂsakan fraksi, Wa Ode mengaku mengembalikan uang sebanyak Rp 4 miliar ke Fahd, setelah seÂbeÂlumnya mengembalikan Rp 2,25 miliar ke Haris.
Mendengar pernyataan Wa Ode yang mengembalikan Rp 4 miliar kepada Fahd, tapi tidak mengakui menikmati uang teÂrseÂbut, anggota majelis hakim HenÂdra Yosfin heran. Makanya, HenÂdra mencecar Wa Ode.
“Mengapa kembalikan uang dua kali lipat, yang menurut saudara, tidak sauÂdara terima?†kata Hendra.
Wa Ode mengaku terpaksa meÂngembalikan uang atas desakan fraksinya yang menghormati Wakil Ketua DPR Priyo Budi SanÂtoso. Soalnya, dia mengenal Fahd sebagai staf pribadi Priyo. Dia juga mengatakan, fraksinya pernah diminta Fraksi Golkar agar Wa Ode mundur dari keÂanggotaan DPR.
Dalam kasus suap ini, KPK juga sudah menetapkan Fahd seÂbagai tersangka. Adapun Haris maÂsih berstatus sebagai saksi.
Seusai diperiksa sebagai saksi kaÂsus korupsi pembahasan angÂgaÂran dan pengadaan Alquran di GeÂdung KPK, kemarin, Fahd memÂbantah semua keterangan Wa Ode. “Wa Ode itu, omonganÂnya banyakan ngelantur,†tegasnya.
Fahd juga membantah keÂterÂliÂbatan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dalam kasus DPPID. “Nggak ada kaitannya,†kata KeÂtua Gema MKGR ini.
Sementara itu, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (25/9), Yusril Izra MaÂhendra hadir mendampingi Wa Ode Nurhayati sebagai kuasa huÂkum. Kehadiran Yusril cukup menarik perhatian, soalnya baru kali itu dia muncul dalam sidang terdakwa Wa Ode.
Yusril dihadirkan tim kuasa huÂkum terdakwa untuk memÂaÂtahÂkan dakwaan jaksa perihal pengÂgabungan tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang dalam satu berkas perkara.
Respons KPK Mesti Cepat Dan Benar
Hidzfil Alim, Peneliti Pukat UGM
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Hidzfil Alim meminta KPK cepat meÂrespon semua hal yang terÂungÂkap di persidangan. Hal ini penÂÂting untuk memberi keÂpasÂtian hukum dalam pengusutan kasus ini.
Dia menggarisbawahi, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi perlu memanggil dan memeÂrikÂsa para pihak yang disebut dalam kasus Wa Ode Nurhayati.
“Memanggil dan memintai keÂterangan saksi tambahan itu penÂting, mengingat kasus ini teÂrus bergulir dan menyenggol seÂjumlah nama penting,†katanya.
Hal itu ditujukan agar perkara suap pembahasan anggaran Dana Percepatan Pembangunan InÂfrastruktur Daerah (DPPID) ini menjadi jelas. Jadi, samÂbungÂnya, semangat untuk memÂperjelas persoalan ini sangat tergantung pada tindakan yang diambil KPK.
Dengan kata lain, KPK harus optimal merespon hal tersebut. Akan tetapi, respon itu harus dilandasi pedoman hukum yang benar. Jangan sampai, hanya bermodalkan pengakuan Wa Ode, KPK lantas melakukan penetapan tersangka.
“Penetapan status tersangka, hendaknya dilakukan setelah ada bukti-bukti yang cukup. Bukan hanya berdasarkan keÂteÂrangan terdakwa,†katanya.
Dia menggarisbawahi, di siniÂlah kecermatan hakim mauÂpun jaksa menguji semua fakta secara profesional. Jangan samÂpai, keterangan yang meÂnganÂdung fakta diabaikan. Atau jusÂtru mengaburkan fakta-fakta yang idealnya berhubungan deÂngan substansi persoalan.
Minta Jaksa Hadirkan Saksi Yang Disebut
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menyatakan, apa yang terpapar dalam perÂsidangan, idealnya dibuktikan. Untuk itu, jaksa maupun hakim bisa menghadirkan saksi yang namanya disebut terdakwa Wa Ode Nurhayati ke persidangan.
“Bisa langsung dipanggil unÂtuk dihadirkan di persiÂdangan. Hal itu diatur dan diÂjamin konsÂtitusi,†kata anggota DPR dari Partai Demokrat ini.
Menurutnya, keterangan terÂdakwa di hadapan majelis haÂkim harus dibuktikan. Dari situ, bisa ditarik kesimpulan apakah keterangannya benar atau tidak. Seandainya keterangan terdakÂwÂa didukung alat bukti yang cukup, dia meminta jaksa dan hakim tegas menangani hal ini.
Setidaknya, harus ada proses hukum bagi siapa pun yang diduga bersalah. Namun apaÂbila keterangan terdakwa tak bisa dibuktikan, pengadilan idealÂnya memberi penjelasan bahÂwa pihak yang diduga terÂkait masalah ini, bersih.
“Itu diÂlaksanakan supaya tidak terjadi pencemaran nama baik,†tandasnya.
Selanjutnya, pengakuan terÂdakwa yang tidak bisa diÂbukÂtikan tersebut, bisa menjadi perÂtimbangan hakim untuk mÂemÂperberat masa hukuman.
Hal-hal seperti ini kerap terÂjadi di dunia peradilan. Lantara itu, prinsip penegakan hukum yang benar-benar menjunjung azas keadilan tidak boleh diÂtangÂgalkan. Siapa pun pihak yang diduga terkait pelanggaran hukum, semestinya ditindak sesuai porsinya. Anggota DPR sekalipun, tidak ada yang kebal hukum. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52