ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
Menurut Kepala Biro PeÂneÂrangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar, kepolisian mulai mengusut kasus ini berdasarkan laporan masyarakat pada 5 April 2012. Dari situ, 44 saksi dimintai keterangan. Saksi-saksi itu, yakni 15 orang dari panitia pengadaan barang dan jasa, 15 orang dari paÂnitia penerima barang, 11 orang tim teknis penerima barang dari PT Biofarma dan Universitas AirÂlangga, dan tiga orang dari peÂruÂsahaan rekanan.
Selain memeriksa saksi, lanjut Boy, penyidik juga menggeledah PT Biofarma di Bandung dan CiÂsarua, Jawa Barat, sebuah laÂboÂraÂtorium universitas di Surabaya, dan sebuah gudang di Bandung. Dari penggeledahan itu, penyidik meÂnyita peralatan produksi vakÂsin flu burung serta uang Rp 224 juta dan 31.200 dolar Amerika SeÂrikat. “Semuanya disita untuk diÂjadikan barang bukti,†imbuhnya.
Sejauh ini, katanya, mekaÂnisÂme lelang masih menjadi perÂhaÂtian kepolisian. Mekanisme leÂlang yang diduga menyalahi keÂtenÂtuan ini, menjadi dasar bagi keÂpolisian untuk melakukan peÂneÂtapan tersangka terhadap pejabat pembuat komitmen berinisial TPS.
Untuk mendalami kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp 300 miliar, dari total nilai proÂyek Rp 718,8 miliar ini, keÂpoÂliÂsian melakukan serangkaian penggeledehan dan meminta keÂteÂrangan saksi-saksi ahli. Hal itu diÂlakukan guna memperoleh bukÂti-bukti tambahan seputar peÂngaÂdaan dan pelaksanaan proyek pemÂbangunan pabrik.
Boy mengaku, bukti-bukti dan keterangan saksi ahli, juga diÂtuÂjukan untuk melengkapi bukti-bukti tentang kemungkinan adaÂnya keterlibatan pejabat lain. MaÂkÂanya, dia tak menepis kemungÂkinan polisi akan menetapkan tersangka baru.
Tersangka baru itu kemungÂkiÂnan berasal dari pihak swasta, daÂlam hal ini perusahaan rekaÂnan. Bahkan, bisa mengarah keÂpada pejabat yang levelnya di atas peÂjabat pembuat komitmen alias kuasa pengguna anggaran (KPA) di Kementerian KeseÂhatan. “Kami masih melakukan penÂÂdalaman, meÂlakukan penyiÂdiÂkan,†tuturnya.
Bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini menamÂbahÂkan, kepolisian akan menganalisa hasil penyidikan yang telah diÂlaÂkukan. Dengan begitu, keterÂkaiÂtan maupun relevansi pejabat di atas tersangka, baru bisa terlihat setelah penyidikan selesai.
“Kita lihat konteksnya nanti, apakah ada bukti yang cukup, atau ada keterkaitan dengan yang di atasÂnya lagi.â€
Menurut bekas Kapoltabes PaÂdang, Sumatera Barat ini, untuk menemukan tersangka lainnya, penyidik tengah mendalami tiga vendor yang diduga menyuplai barang dan jasa ke pemenang tenÂder, yaitu PT Anugerah NuÂsanÂtara. Namun, dia menolak menÂjeÂlaskan, apakah pemenang tenÂder PT Anugerah Nusantara meÂrupakan anak perusahaan milik bekas bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.
Untuk menjawab hal itu, kataÂnya, kepolisian harus melihat data tertulis atau akte otentik peruÂsaÂhaan yang dimaksud. MeÂnÂuÂrutÂnya, akte otentik perusahaan teÂngah dipelajari kepolisian. Dia yakin, dalam waktu dekat keÂpoÂlisian bakal melansir daftar nama para pihak yang duduk di peruÂsaÂhaan tersebut.
Saat dikonfirmasi mengenai belum adanya penahanan terÂsangÂka, Boy beralasan, hal itu meÂrupakan kewenangan penyiÂdik. “Jika dianggap perlu diÂlakukan penahanan, penyidik akan memutuskan hal tersebut,†ujarnya.
Reka Ulang
Kemenkes Didera Sederet Kasus Korupsi
Kementerian Kesehatan terÂbelit sejumlah kasus dugaan koÂrupsi. Kasus itu ada yang ditÂaÂngani KPK, ada pula yang ditaÂngani Polri. Yang ditangani KPK antara lain kasus pengadaan alat kesehatan dengan terdakwa bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya.
Berdasarkan dakwaan jaksa peÂnuntut umum (JPU) dalam siÂdang di Pengadilan Tipikor JaÂkarta pada Kamis 9 Agustus, RusÂtam secara sendiri-sendiri mauÂpun bersama-sama Direktur UtaÂma PT Graha Ismaya Masrizal Achmad Syarief, sekitar Maret 2007 sampai Desember 2008 di Kantor Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, Jalan Rasuna Said, Kuningan JaÂkarta Selatan, melakukan pengaÂturan proses pengadaan alat keseÂhatan 1 untuk kebutuhan Pusat PeÂnanggulangan Krisis dari dana Daftar Isian Pelaksanaan AnggaÂran (DIPA) Revisi APBN 2007.
Cara pengaturan itu, yakni meÂngarahkan penyusunan speÂsiÂfiÂkasi teknis untuk pengadaan alkes 1 pada merek tertentu, meÂnyeÂtuÂjui pengadaan tanpa pengÂuÂmuÂman di media cetak nasional, meÂngesahkan harga perkiraan senÂdiri (HPS) yang disusun tidak berÂdasarkan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak mengendalikan pelaksanaan kontrak sebagaimana mestinya.
“Yakni, menandatangani BeÂrita Acara Penerimaan Barang yang menyatakan telah diterima secara lengkap, padahal keÂnyaÂtaÂannya beÂlum lengkap,†kata JPU Agus SaÂlim di Pengadilan TiÂpikor Jakarta.
Pengaturan itu, menurut JPU Komisi Pemberantasan Korupsi, bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan PeÂngadaan Barang dan Jasa PeÂmeÂrintah. Akibat pengaturan itu, Rustam didakwa melakukan perÂbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Sehingga, merugikan keuangan negara sekitar Rp 22 miliar.
KPK juga telah menetapkan beÂkas Sekretaris Direktorat JenÂdeÂral Bina Pelayanan Medik DeÂpartemen Kesehatan Ratna Dewi Umar sebagai tersangka. Tapi, seÂjak ditetapkan sebagai terÂsangka pada Mei 2010, Ratna belum disidang.
Selain itu, tersangka kasus duÂgaÂan korupsi pengadaan alat keÂsehatan untuk penanggulangan flu burung tahun anggaran 2007 ini, belum ditahan Komisi PemÂberantasan Korupsi. “Belum P21. Tampaknya belum selesai. Masih proses,†ujar Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Saat dihubungi, Ketua KPK Abraham Samad menyampaikan, Komisi Pemberantasan Korupsi sama sekali tidak berupaya mengÂgantung pengusutan perkara korupsi pengadaan alkes tersebut.
Lantaran itu, Abraham berjanji segera mengecek, sudah sejauhÂmana penanganan kasus tersebut di KPK. “Akan saya cek ke baÂgian penyidikan. Yang saya bisa jaÂmin, tidak ada kasus yang dipeÂtieskan di KPK,†katanya kepada Rakyat Merdeka.
Gara-gara Kemenkes didera seÂjumlah kasus korupsi, bekas MenÂteri Kesehatan Siti Fadilah SuÂpari mesti bolak-balik diperikÂsa KPK sebagai saksi. Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan InÂformasi KPK Priharsa NugÂraha, ada empat kasus dugaan koÂrupsi di Kementerian Kesehatan yang ditangani KPK, yaitu kasus penanganan flu burung pada 2006, penanganan flu burung 2007, pengadaan alat kesehatan rontgen 2007 dan penangÂguÂlaÂngan krisis pada 2007.
“Setiap satu kasus itu ada lebih dari satu tersangka. MisalÂnya, unÂtuk kasus flu burung 2006, Ibu Siti Fadilah diperiksa beberapa kali sebagai saksi unÂtuk tersangka yang berbeda, kaÂrena tersanÂgÂkaÂnya kan tidak haÂnya satu,†ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa, 23 Agustus 2011, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menÂjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada bekas Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan RakÂyat Sutedjo Yuwono. Majelis HaÂkim memutuskan, Sutedjo terÂbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan alkes penanggulangan flu burung di Kementerian KoorÂdinator Kesejahteraan Rakyat pada 2006.
KPK juga mengembangkan kasus lain yang berkenaan deÂngan pengadaan alat kesehatan, bukan hanya perkara pengadaan alkes flu burung. “Kasus alkes itu lebih dari satu. Kalau tidak salah, ada empat kasus. Itu berbeda-beda,†ujar Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo.
Jangan Berhenti Di Panitia Lelang
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta kepolisian segera menuntaskan kasus korupsi vaksin flu buÂrung. Soalnya, selain sudah lama ditangani, dugaan korupsi di Kementerian Kesehatan ini juga ada yang diusut KPK dan Kejaksaan Agung.
Untuk itu, sinergi antar ketiga lembaga penegak hukum ini perlu diintensifkan. “Sinergi anÂtar lembaga penegak hukum saat ini penting. Agar tidak terÂjadi salah persepsi,†ucapnya.
Dia menyatakan, sekalipun suÂdah ada tersangka dalam kaÂsus vaksin flu burung, polisi haÂrus lebih intensif menggali fakÂta-fakta. Sehingga, ditemukan peran pihak lain yang lebih signifikan.
Menurut Eva, pengusutan kaÂsus ini tak boleh berhenti samÂpai level panitia lelang. PeÂneÂluÂsuran perlu dilanjutkan ke peÂrusahaan pemenang lelang dan pejabat yang menjadi kuasa pengÂguna anggaran. MaksudÂnya, bagaimana teknis pemÂbaÂhaÂsan anggaran sampai tahap peÂlaksanaan lelang dan peÂlakÂsanaan proyek, semua harus diÂkaji secara terperinci.
Dari situ, penyidik akan menÂdÂapatkan masukan atau bukti-bukti yang bisa dijadikan alat untuk menetapkan status terÂsangka lain. Dia menduga, kaÂsus proyek vaksin flu burung ini melibatkan kelompok elit. Pasalnya, dugaan keterlibatan peÂrusahaan milik M NazaÂrudÂdin sejak jauh hari sudah diÂdeÂteksi kepolisian.
Namun anehnya, kenapa keÂpoÂlisian baru terlihat gencar meÂnangani kasus ini belakaÂngan. Dia pun mempertanyakan sikap kepolisian yang kurang konsisten tersebut. Seharusnya, dalam kapasitas sebagai peÂneÂgak hukum, penyidik kepolisian tak boleh ewuh-pakewuh dalam menentukan arah penyidikan.
“Mereka punya kewenangan mutlak dalam mengambil tinÂdakan hukum. Hal itu dijamin konstitusi. Jadi tidak perlu ragu-ragu menentukan sikap,†tuturÂnya. Apalagi, akibat keraÂguan tersebut, pengusutan kaÂsus koÂrupsi besar jadi teÂrÂbengÂkalai.
Pakai Teknik Sidik Balik
Marsudhi Hanafi, Purnawirawan Polri
Brigjen (purn) Marsudhi HaÂnafi menyampaikan, penyidik Tipikor Bareskrim menggÂuÂnaÂkan teknik sidik balik dalam meÂngungkap kasus korupsi proÂyek vaksin flu burung. Dari situ, diharapkan, keterlibatan pihak di atas panitia lelang bisa terÂbongkar secara gamblang.
“Penyidik menggunakan tekÂnik sidik balik,†katanya. MeÂnurut dia, teknis tersebut sah-sah saja dilakukan penyidik. DaÂlam mekanisme sidik balik ini, biasanya, penyidik meneÂtapÂkan tersangka di tingkat midle atau sekelas panitia lelang.
Dari situ, kepolisian meÂninÂdaklanjuti semua rangkaian yang terkait dengan kejahatan itu ke beberapa arah. Bisa ditinÂdaklanjuti ke tingkat pejabat yang menjadi kuasa anggaran. Maupun, ke level swasta atau pemenang tender lelang.
Menurutnya, strategi itu cuÂkup ampuh dalam mengusut perkara. Jadi, kata dia, semua piÂhak tidak perlu pesimistis deÂngan langkah yang diambil peÂnyidik. Sebab pada gilirannya nanti, penyidik juga akan meÂneÂmukan keterlibatan pihak lain alias tersangka baru.
Penanganan kasus dugaan koÂrupsi proyek vaksin flu buÂrung ini, hendaknya menjadi momentum buat kepolisian daÂlam memperbaiki kinerjanya. Hal ini penting, mengingat soÂrotan masyarakat pada kepoÂliÂsian saat ini begitu besar.
Dia menambahkan, besarnya sorotan masyarakat itu menunÂjuÂkan bahwa masyarakat menÂcintai kepolisian. Asal, tindak-tanÂduk personel kepolisian meÂnunjukan sikap tanggungjawab dan integritas korps kepolisian.
“Sayang jika kecintaan mÂaÂsyaÂrakat disia-siakan begitu saja,†kata bekas Ketua Tim PenÂcari Fakta (TPF) Kasus PemÂbunuhan Munir ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58