ilustrasi
ilustrasi
RMOL. Komisi Yudisial merekomendasikan 14 hakim untuk dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Para hakim yang diduga melanggar Kode Etik Hakim ini, rencananya mulai diproses untuk menuju sidang MKH Senin ini.
Keterangan tentang agenda sidang MKH itu disampaikan Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rachmat Fajar. MeÂnuÂrutnya, 14 hakim yang direÂkoÂmendasikan untuk dibawa ke siÂdang MKH, umumnya berasal dari hakim peradilan umum tingÂkat pertama. “Rekomendasi yang disampaikan KY ke MA ada 14 hakim,†katanya.
Akan tetapi, Asep belum berÂsedia membeberkan identitas para hakim itu berikut dugaan peÂlanggaran mereka. Yang pasti, dari 14 hakim itu, 11 di antaranya terancam sanksi ringan, seorang haÂkim terancam sanksi sedang, dan dua hakim terancam kena sanÂkÂsi berat. Disinggung mengeÂnai sanksi berat kepada dua haÂkim itu, Asep mengatakan, huÂkuÂman bisa merujuk pada pemecatan.
Menurutnya, sidang MKH unÂtuk dua hakim akan digelar pekan ini. Namun lagi-lagi, Asep engÂgan menyebut nama-nama hakim yang dimaksud. Menurut dia, nama haÂkim yang diduga meÂlangÂgar Kode Etik akan dibuka identitasnya daÂlam sidang MKH. “Kemungkinan minggu depan,†ujarnya, saat diÂkonfirmasi pada Jumat (6/7).
Dia menjelaskan, 14 hakim yang direkomendasikan KY unÂtuk dibawa ke MKH merupakan haÂsil tindak lanjut dari 786 laÂpoÂran yang masuk ke KY sepanjang seÂmester pertama tahun 2012. Dari seluruh laporan itu, KY menÂÂÂgÂidentifikasi terdapat 161 laporan yang perlu penanganan serius. “Dari situ, ada 86 hakim yang diÂmintai keterangan. Saksi-saksiÂnya ada 101 orang,†tandasnya.
Tapi, Asep menolak merinci kasus yang ditelusuri KY. Dia haÂnya menyatakan, dugaan peÂlangÂgaran dibagi dalam tiga kategori. Ada pelanggaran ringan, sedang dan berat. Intinya, dari peneÂluÂsuran itu, KY mengklasifikasikan duÂgaan pelanggaran oleh 14 haÂkim layak direkomendasikan ke sidang MKH. Pelanggaran 14 haÂkim itu, secara umum menÂcaÂkup masalah profesionalisme dan integritas hakim.
Dia menyebutkan, laporan terÂbanyak yang menyoal kinerja haÂkim berasal dari provinsi DKI JaÂkarta, disusul Jawa Timur dan Jawa Barat. Posisi keempat diÂtempati provinsi Sumatera Utara dan kelima Jawa Tengah. “LaÂpoÂran paling sedikit berasal dari GoÂrontalo,†ujarnya. Asep pun beÂlum bisa merinci berapa total laporan yang masuk dari daerah-daerah tersebut. “Nanti dicek dulu datanya.â€
Namun, Juru Bicara MahkaÂmah Agung (MA) Djoko SarÂwoÂko mengaku belum tahu mengeÂnai surat rekomendasi KY meÂngeÂnai 14 hakim bermasalah itu. Biasanya, surat tersebut langsung diÂtujukan ke Ketua MA. Dari KeÂtua MA didisposisikan ke Ketua Muda Badan Pengawasan MA. SuÂrat rekomendasi KY itu kemuÂdian dibahas dalam rapat pimÂpiÂnan MA. “Tapi, sekarang belum ada undangan rapim untuk memÂbahas rekomendasi KY itu,†ujarnya.
Ketua KY Eman Suparman yang dikonfirmasi sebelumnya menginformasikan, KY telah meÂnindaklanjuti dugaan pelangÂgaÂran oleh empat hakim Pengadilan Tipikor Semarang. Menurutnya, empat hakim yang menangani kasus korupsi Walikota SeÂmaÂrang, Soemarmo, diduga melÂangÂgar Kode Etik dan Pedoman PeÂrilaku Hakim. Namun, dia meÂnolak menyebutkan, apakah empat hakim itu masuk daftar 14 hakim yang direkomendasikan KY ke MKH.
“Saya tidak bisa sebutkan itu. Nanti setelah ada sidang MKH, baru ketahuan identitas dan jenis pelanggarannya. Kalau sekarang tidak bisa disebutkan dulu,†alasannya.
Sementara itu, Komisioner KY SuÂparman Marzuki menyamÂpaiÂkan, sanksi ringan yang direkoÂmendasikan KY berbentuk teguÂran tertulis. Sanksi sedang meÂliÂputi penundaan gaji berkala seÂlaÂma satu tahun. Sedangkan reÂkoÂmendasi sanksi berat terhadap dua hakim berbentuk pemÂbeÂrÂhenÂtian.
“Rekomendasi KY kepada MA menyebutkan, satu hakim agar diberhentikan secara tidak horÂmat dan satu hakim lainnya diÂberÂhentikan secara hormat,†tanÂdasnya. Dia berharap, rekoÂmenÂdasi KY kepada MA bisa diÂreaÂliÂsasikan. Sejauh ini, KY meÂnungÂgu jadwal persidangan MKH yang akan memutus nasib kedua haÂkim tersebut.
REKA ULANG
Terima Duit Terdakwa, Tapi Tak Dipecat
Sudah cukup lama Majelis KeÂhormatan Hakim (MKH) tak menggelar sidang. Pada 4 Januari lalu, MKH menyidang hakim bernama Hendra Pramono yang bertemu dan membuat deal deÂngan seorang terdakwa.
Hendra yang merupakan KeÂtua Majelis Hakim perkara di PeÂngaÂdilan Negeri Saumlaki, MaÂluku Tenggara Barat itu, keÂmuÂdian mendapat uang Rp 40 juta. Atas perÂbuatannya, dia didakwa melaÂkukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan PeÂdoÂman Perilaku Hakim dengan anÂcaman hukuÂman dipecat. Yang meÂngajukan Hendra untuk diÂsidang MKH adaÂlah KoÂmisi YuÂdisial (KY) dan MahÂkaÂmah Agung (MA) sekaligus.
Sebelumnya, Tim Pengawas KY yang menyelidiki laporan meÂngenai Hendra berkeÂsimÂpuÂlan, yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Keputusan SiÂdang Pleno KoÂmisi Yudisial meÂrekomendasikan pemberhentian terhadap terlaÂpor,†ujar Ketua MKH Suparman Marzuki dalam sidang yang diÂgelar di Gedung MA, Jakarta.
Bahkan, lanjut Suparman, baÂgian Pengawasan Internal MA yang juga dilapori kasus itu meÂnyatakan hal yang sama, bahwa Hendra terbukti melakukan peÂlanggaran. Lantaran itu, MA juga merekomendasikan pemÂberÂhenÂtian terhadap Hendra.
Saat menerima Rp 40 juta itu, Hendra menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim perkara yang diÂtanganinya di Pengadilan Negeri Saumlaki. Hendra kemudian diÂlaÂporkan terdakwa yang bernama Freddy ke KY dan MA.
Inti lapoÂranÂnya, Hendra berteÂmu terdakÂwa dan membuat keseÂpakatan deÂngan terdakwa yang tak ingin diÂtahan di rumah tahaÂnanÂ. TerÂdakÂwa ingin hanya menÂjalani tahÂaÂnan Kota. Permintaan itu diÂkaÂbulkan Hendra dengan imbalan uang Rp 40 juta.
Di hadapan MKH, Hendra meÂngakui telah bertemu dan meÂneÂrima uang dari terdakwa. Dia juga mengaku sudah mengembalikan semua uang yang diterimanya, dan berjanji tidak akan menguÂlangi perbuatan seperti itu. ApaÂbila mengulangi, Hendra bersedia dipecat.
Hendra kemudian meminta MKH agar tidak memecatnya, seÂbab, dia masih muda, memiÂliki tangÂgungan keluarga, diÂmaÂna istriÂnya sedang hamil, dan orangÂtuanya tengah sakit. SeÂlain itu, Hendra menyampaikan bahÂwa diÂrinya selama ini selalu dituÂgasÂkan di daerah-daerah terpencil.
Pada kesimpulan MKH, HenÂdra disebut terbukti melakukan peÂlanggaran Kode Etik dan PeÂdoman Perilaku Hakim, karena menerima uang sebesar Rp 40 juta dari terdakwa perkara yang ditanganinya. Tapi, pada akhir perÂsidangan, MKH tidak menÂjatuhkan sanksi pemecatan keÂpada Hendra.
“Memutuskan, menerima pemÂbelaan terlapor sebagian. MeÂmuÂtuskan terlapor terbukti bersalah melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman PeriÂlaku HaÂkim. Menjatuhkan huÂkuÂman deÂngan sanksi berat dimuÂtasikan ke Pengadilan Tinggi Surabaya, Jawa Timur, sebagai haÂkim non palu selama satu taÂhun, dan diÂkuÂrangi tunjangannya sebesar seÂratus persen selama satu tahun,†ujar Suparman Marzuki saat membacakan vonis.
Baru Rekomendasi Belum Tentu Salah
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meÂnanggapi positif rekomendasi KY maupun investigasi MA daÂlam menelusuri laporan tentang hakim-hakim nakal.
Paling tidak, upaya-upaya terÂsebut menunjukkan adanya koÂmitmen lembaga peradilan meÂngubah paradigma atau stigÂma buruk yang selama ini diÂsandangnya. Hal tersebut, kata dia, idealnya mendapat dukuÂngan masyarakat.
Terobosan-terobosan yang diikuti sanksi terhadap hakim, diÂharapkannya mampu memÂbangkitkan efek jera. Dengan beÂgitu, pada masa mendatang kabar tentang masih adanya haÂkim yang masuk angin dalam meÂnaÂngani perkara bisa diÂminimalisir.
Dia juga meminta, sidang MaÂjelis Kehormatan Hakim (MKH) yang berisi agenda peÂmeriksaan atau klarifikasi terÂhaÂdap hakim, hendaknya diÂmanÂfaatkan secara optimal unÂtuk menggali fakta. Bukan seÂbaliknya, sebagai alat untuk menÂÂdiskreditkan hakim. Toh meÂÂnurutnya, hakim yang diperikÂsa di MKH belum tentu bersalah.
Selain itu, sinergi KY, MA dan masyarakat menjadi fakÂtor menentukan dalam meÂngontrol hakim. “Jangan samÂpai tindak-tanduk hakim seÂbaÂgai benteng penegak keadilan justru mencoreng wibawa huÂkum itu sendiri. Itu bisa sangat memÂbahayakan proses peneÂgaÂkan hukum,†kata anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Peran KY dan MA mengaÂwaÂsi, mengevaluasi dan menindak hakim tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan optimal dari maÂsyarakat. Dalam pandaÂnganÂnya, masyarakat punya keÂpenÂtingan besar dalam proses peÂneÂgakan hukum. Sebagai penÂcari keadilan, masyarakat meÂraÂsakan langsung sikap dan keÂteÂgasan hakim dalam meÂnaÂngaÂni suatu perkara. Dengan kata lain, bentuk reaksi masyarakat, kaÂtanya, mencerminkan wajah peÂnegakan hukum itu sendiri. “Apa dan bagaimana kualitas peÂnegakan hukum itu tercermin dari pola perilaku masyarakatnya.â€
Dia mengingatkan, hakim seÂbÂaÂgai penjaga gawang keadilan harus memberikan contoh poÂsitif dalam upaya memÂbangÂkitÂkan kesadaran hukum masÂyaÂrakat. Lazimnya, putusan haÂkim yang pro justicia serta keÂtaatan terhaÂdap aturan dan etika, bisa menÂjadi tonggak dalam meÂngemÂbaÂlikan citra hakim yang terpuruk. Untuk meÂwuÂjudÂkan hal tersebut, MA perlu berÂsiÂnergi dengan KY, DPR dan maÂsyarakat secara beÂrkÂÂeÂsiÂnaÂmbÂuÂngan.
Transparansi Jadi Faktor Kunci
M Hendra Setiawan, Kadiv Monitoring MaPPI
Kepala Divisi Monitoring LSM Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) M Hendra Setiawan meminta MahÂkamah Agung cepat meresÂpon rekomendasi Komisi YuÂdiÂsial. Cepatnya respon MA, otoÂmatis akan membuka peluang cepatÂnya proses penjatuhan sanksi terÂhadap hakim-hakim nakal meÂlalui mekanisme siÂdang MaÂjelis Kehormatan HaÂkim (MKH).
Menurutnya, sejauh ini tidak ada aturan baku tentang pelakÂsanaan MKH oleh MA. Dengan kata lain, MA mempunyai keÂweÂnangan menentukan waktu, kapan sidang MKH digelar atau dibuka. “Sidang MKH itu menÂjadi kewenangan MA penuh. KY hanya bersifat meÂreÂkoÂmenÂdaÂsiÂkan agar MA menggelar sidang setelah ada rekomendasi dugaan pelanggaran hakim,†katanya.
Namun, kata Hendra, bukan berarti MA boleh menutup sisÂtem atau mekanisme penÂjaÂtuÂhan sanksi bagi hakim nakal. Toh, menurutnya, ada badan peÂngawasan di MA yang bertugas mengawasi dan menindak haÂkim-hakim nakal. Tapi, peÂngamÂbilan sanksi lewat meÂkaÂnisme sidang MKH punya boÂbot lebih baik.
Obyektivitas pengambilan puÂtusan MKH, menurutnya, bisa lebih terlihat. Soalnya, seÂlain melibatkan unsur luar yakÂni KY, sidang MKH terbuka seÂhingga bisa diakses publik. “PerÂsoalan transparansi jadi fakÂtor kunci yang menentukan keÂberÂhasilan dalam mengÂhÂasilÂkan puÂtusan atau sanksi,†ucapnya.
Dia menyambut positif langÂkah KY maupun MA yang meÂnerima dan memproses laporan aduan tentang hakim-hakim berÂmasalah. Karena itu, dia meÂminta, lembaga-lembaga terÂseÂbut menunjukkan komitmennya dalam menertibkan hakim-haÂkim bermasalah.
“MKH itu adalah sarana unÂtuk pemeriksaan. Di situ peÂlapor dan terlapor dipÂerÂteÂmuÂkan. Bukti-buktinya pun akan diÂbuka dan menjadi pertÂimbÂaÂngan majelis MKH,†ujarnya.
Hendra meminta, proses MKH hendaknya tak dilakÂsaÂnakan berlarut-larut. Begitu ada rekomendasi KY atau laÂpoÂran dugaan pelanggaran beÂrat, MA sebaiknya segera merespon rekomendasi KY secara proÂporÂsional. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58