Berita

Sherny Kojongian

X-Files

Terpidana BLBI Sherny Digiring Ke LP Tangerang

Setelah Dibawa Imigrasi AS Ke Wilayah Udara Indonesia
KAMIS, 14 JUNI 2012 | 09:54 WIB

RMOL. Terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Harapan Sentosa  (BHS) Sherny Kojongian kemarin tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 08.30 WIB, setelah  dideportasi dari Amerika Serikat.

Wanita yang sudah 10 tahun buron itu, diterbangkan dari San Fransisco, Amerika Serikat pada Selasa (12/6) pukul 13.20 wak­tu setempat. Sherny dan tim terpadu yang menjemputnya, menumpang pesawat Korean Airlines KE 0024 menuju Seoul, Korea Selatan. Terpidana kelahi­ran 8 Februari 1963 ini, sampai di Korsel pada hari yang sama, pukul 17.50 waktu setempat.

Dari Korsel, Sherny dite­r­bang­kan menuju Singapura, me­num­pang pesawat Korean Airlines bernomor KE 0641 pada pukul 18.40 waktu setempat. Buronan ini kemudian tiba di Singapura pada pukul 23.50 waktu sete­m­pat. Tapi, Sherny baru di­pu­lang­kan ke Jakarta esok harinya, pada pukul 07.25 waktu setempat.  

Sesampainya di Bandara Soe­karno Hatta, bekas Direktur Kre­dit dan Treasury BHS itu dibawa tim terpadu ke Gedung Kejak­sa­an Agung, Jalan Sultan Hasa­nud­din, Jakarta Selatan. Sherny di­giring ke Kejagung pakai Mobil Toyota Kijang Innova berwarna silver bernomor B 1492 WQ.

Di Gedung Kejaksaan Agung, tim terpadu yang diketuai Wakil Jaksa Agung Darmono meng­ge­lar jumpa pers. Darmono me­nyam­paikan, ada tiga hal penting dalam proses pemulangan dan eksekusi Sherny. “Pertama, di dal­am pesawat, begitu memasuki wilayah Indo­nesia, pihak Imig­rasi Amerika Serikat menye­rah­kan Sherny ke pihak Imigrasi In­do­nesia,” katanya.

Berdasarkan mekanisme resmi pemerintah Amerika Serikat, kata Darmono, pihak Imigrasi AS ha­rus mendampingi orang yang dideportasi sampai memasuki batas wilayah hukum negara yang dituju.

“Kedua, terjadi pe­nyerahan terpidana dari Dirjen Imigrasi In­donesia kepada Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Ter­pi­dana Tindak Pidana Korup­si, un­tuk selanjutnya diambil tin­da­kan hukum berupa proses eksekusi,” urainya.

Hal ketiga, lanjut Darmono, ek­sekusi terhadap Sherny yang dilakukan Kejaksaan Negeri Ja­karta Pusat selaku eksekutor. “Se­gera dieksekusi. Menurut infor­masi yang saya peroleh, yang bersangkutan dieksekusi ke La­pas Tangerang,” ujarnya.

Seusai jumpa pers, giliran pi­hak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengeksekusi Sherny yang menunggu di ruang isolasi Ge­dung Kejaksaan Agung. Sherny didam­pingi kuasa hukumnya, Afrian Bondjol dan Dea Tungga Esti dari Kantor Pengacara OC Kaligis.

Sherny yang mengenakan celana ketat atau legging hitam berstrip biru dan memakai kaca­mata hitam, tidak berkomentar saat digiring ke mobil tahanan untuk selanjutnya dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tangerang. Dia hanya tersenyum.

Afrian Bondjol menyam­pai­kan, pihaknya segera melakukan upaya hukum berupa peninjauan kembali (PK) atas status klien­nya. “Kami akan mengajukan PK, sebab kami mencari kebe­na­ran materil,” dalihnya.

Menurut Wakil Jaksa Agung Dar­mono, Sherny selaku Direk­tur Internasional/HRD/Direktur Kredit PT BHS bersama-sama ter­pidana Hendra Rahardja sela­ku Komisaris Utama PT BHS dan terpidana Eko Edi Putranto se­la­ku Komisaris PT BHS terbukti melawan hukum, yakni melaku­kan perbuatan memperkaya diri, orang lain, atau suatu badan yang se­cara langsung atau tidak lang­sung merugikan keuangan negara.

Soalnya, mereka menarik dan menggunakan dana dari PT BHS yang dihimpun dari masyarakat ataupun pihak ketiga dalam ben­tuk tabungan, deposito, re­kening giro maupun dana yang me­rupa­kan fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) berupa Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan kredit Investasi serta surat berharga pasar uang (SBPU), sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 1.950.995.354.200 (hampir Rp 2 triliun).

REKA ULANG

Kabur 1998, Gunakan Paspor H 130301

Sherny Konjongian yang kabur dari Indonesia pada 2002, berupaya mendapatkan status permanent resident di Amerika Serikat.  Namun, terpidana kasus BLBI ini, menggunakan doku­men dan data palsu. Sehingga, Beurau Of Immigration Affair pemerintah AS membawa kasus keimigrasian ini ke pengadilan di San Fransisco.

“Dia kabur dari Indonesia sejak 1998, menggunakan pas­por no­mor H 130301 yang ber­laku sam­pai 21 Oktober 2003. Pada 2003, dia mengajukan green card. Pada 2004, dia di­nya­takan mendapat per­manent resident. Pada 2009, dia menga­jukan naturalisasi dan ditolak. Sebab, dokumennya bermasalah, dan kita sudah me­nye­bar infor­masi bahwa dia itu buronan,” kata Ketua Tim Terpa­du Pencari Tersangka dan Ter­pidana Tindak Pidana Korupsi Dar­mono, kemarin.

Pada 16 November 2010, Sherny Kojongian ditahan pihak Imig­rasi Amerika Serikat. “Yang bersangkutan menjalani hukum dan harus dideportasi,” ujar Wa­kil Jaksa Agung ini.

Lalu, berdasarkan surat dari Imigration And Custom Enfor­ce­ment (US ICE) Tanggal 1 Agu­s­tus 2011, disampaikan bahwa pengadilan di San Fransisco telah memutuskan untuk mendeportasi Sherny ke Indonesia. Namun, se­suai sistem hukum yang berlaku di negara Paman Sam, Sherny di­berikan kesempatan untuk me­ngajukan banding.

Berdasarkan informasi yang disampaikan kepolisian inter­na­sional (Interpol), permohonan banding yang diajukan Sherny terkait rencana deportasi atas diri­nya, ditolak oleh Ninth Circuit Court of Appeals, se­hingga Imig­ration And Custom Enforcement (US ICE) akan memulangkannya ke Indonesia.

Jauh sebelum dideportasi Imig­rasi AS, dalam sidang in absentia (tanpa kehadiran ter­dakwa) di Pengadilan Negeri Ja­karta Pusat, Sherny dijatuhi hu­kuman 20 ta­hun penjara ber­da­sarkan putusan PN No.1032/Pid.B/2001/PN.­Jak­pus tanggal 22 Maret 2002. Sher­ny me­ngajukan banding, tapi te­tap divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan putusan No.125/Pid/2002/PT DKI tanggal 8 November 2002.

Sherny bersama Hendra Ra­harja dan Eko Edy Putranto di­nya­takan bersalah dan terbukti me­lakukan tindak pidana ko­rup­si. Terhadap putusan itu, ba­rang bukti tanah dan ba­ngunan berikut surat-suratnya senilai Rp 13.529.150.800 di­lelang dan disita untuk negara, serta men­ghukum terdakwa secara tang­gung renteng mem­bayar kerugian negara Rp 1.950. 995.354.200.

Terhadap kerugian negara yang hampir Rp 2 triliun itu, telah di­laku­kan pelelangan aset dalam li­kuidasi Rp 729.493.888.865,24. Lalu, pelelangan barang ram­pa­san oleh Kejari Jakarta Pusat se­be­sar Rp 146.280.243.424 dan pengembalian via pemerintah Australia pada 2004 sebesar 642.546,46 Dolar Australia serta pada 2009

sebesar 493.467,07 Dolar Australia. Sehingga, jumlah yang disetorkan ke kas negara Rp 875.774.132.289,24 dan 1.136.193,53 Dolar Australia. Arti­nya, nilai kerugian negara yang hampir Rp 2 triliun itu belum terbayar lunas.

Belum Sampai Ke Akar-akarnya

Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli meyakini, sese­orang yang memang melakukan kejahatan, pada waktunya akan terungkap juga, meskipun ada penegak hukum dan pihak-pi­hak berkepentingan berupaya me­nutup-nutupinya.

“Sepandai-pandainya sese­orang menyembunyikan, me­ra­ha­­siakan dan memelihara keja­ha­tannya dengan berbagai cara, pada akhirnya akan ketahuan juga. Demikian juga dengan ka­sus BLBI ini,” ujar Pieter, kemarin.

Politisi Partai Demokrat itu menyam­paikan, proses depor­tasi Sherny Kojongian juga b­u­kan­lah sebuah kebetulan be­laka. “Saya sebagai manusia yang percaya kepada Tuhan, mempercayai adanya keadilan yang tak bisa didustai,” ujarnya.

Kasus BLBI pun, lanjut dia, sudah bukan barang asing lagi. Sebab, sudah cukup lama di­per­bicangkan di Komisi III dan ber­bagai momentum nasional. Nyatanya, kata Pieter, pengu­su­tan­nya tetap tidak maksimal. “Se­lanjutnya kita serahkan ke­pada keseriusan aparat hukum menindaklanjutinya. Sebab ini sebetulnya belum selesai.”

Bagi Pieter, kasus ini harus te­rus diusut sampai ke akar-akar­nya. “Patut diduga, ada pi­hak pemerintah saat itu yang ter­libat dan oknum-oknum apa­rat hu­kum ketika itu yang me­lindungi kepentingan kelompok tertentu dalam kasus BLBI,” ujarnya.

Keseriusan penegak hukum untuk terus mengusut tuntas ka­sus ini, lanjut dia, adalah per­ta­ru­han yang akan dinilai masya­rakat. “Kalau memang serius mene­gak­kan hukum, ya harus diteruskan pengusutannya sam­pai tuntas. Tidak peduli siapa pun dan jabatannya apapun,” kata Pieter.

Sangat mencurigakan, lanjut dia, bila aparat hukum ciut apabila berhadapan dengan kekuasaan, uang dan intervensi. “Jangan mandul proses hukum kita. Jangan biarkan uang negara, uang rakyat yang begitu besar hilang tanpa kepedulian dari aparat pemerintahan dan aparat hukum kita. Jangan biar­kan rakyat menanggung aki­batnya,” kata Pieter.

Sejak Awal Mencurigakan

Bambang Widodo Umar, Pengamat Hukum

Pengamat Hukum Bam­bang Widodo Umar menilai, sejak awal bergulir, kasus BLBI su­dah menimbulkan kecuriga­an. Sebab, proses waktu itu ti­dak mencerminkan adanya ke­sungguhan pengusutan.

“Sudah ada sejumlah kejang­ga­lan sejak awal. Misalnya, para tersangka tidak ditahan dan tidak dicegah ke luar ne­ge­ri. Pihak-pihak yang berkaitan untuk mengusutnya pun tidak mau tahu,” kata dosen Ilmu Ke­polisian Universitas Indonesia ini, kemarin.

Kecurigaan itu, lanjut Bam­bang, semakin terasa lantaran tidak ada tanggung jawab antar lembaga untuk saling ber­koor­dinasi secara proaktif dalam mengusut kasus ini.

“Sehingga para buronan bisa melenggang bebas ke luar negeri. Mereka sibuk pada uru­san dan kewe­nangan pribadi-pribadi saja. Ini adalah sikap aro­gansi lembaga yang tidak baik,” kata Bambang.

Mestinya, lanjut dia, setiap lembaga secara sigap saling ber­koordinasi. Lantaran itu, me­nurut Bambang, payung hu­kum berupa Undang Undang se­harusnya dibuat untuk me­ngatur tanggung jawab dan koor­dinasi setiap lembaga se­cara tegas. “Sehingga, tidak ada arogansi institusi. Payung hu­kum itu perlu untuk me­wa­jibkan saling koordinasi, dan perlu dibuat sanksi tegas bagi lembaga manapun yang tidak berkoordinasi,” katanya.

Untuk kasus BLBI ini, dia menyatakan, eksekusi terhadap Sherny Kojongian semestinya dijadikan momentum mengusut kembali keterlibatan-keter­li­ba­tan pihak lain sampai tuntas. “Harus menjadi pintu masuk me­ngusutnya, bukan malah menghentikannya,” ujar dia.

Bambang curiga, sejak awal ka­sus ini bergulir, sudah ada se­jumlah pihak dari oknum pe­nye­lenggara negara dan oknum penegak hukum yang harus bertanggung jawab. “Nah, itu juga harus diusut,” kata dosen Perguruan Tinggi Ilmu Ke­polisian ini.

Bambang sangat setuju agar kasus ini dibongkar kembali, terutama untuk mengusut dan menyeret oknum pejabat dan oknum penegak hukum yang terlibat sejak awal. “Ini harus diusut terus sampai tuntas,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya