Sherny Kojongian
Sherny Kojongian
RMOL. Tim terpadu menjemput terpidana kasus BLBI Sherny Kojongian dari Amerika Serikat. Penjemputan dilakukan setelah upaya banding wanita yang buron selama 10 tahun itu, ditolak Pengadilan Tinggi Amerika Serikat.
Penantian panjang untuk menyeret terpidana kasus korupsi Bank BHS sebesar Rp 1,95 triliun itu ke Tanah Air, berakhir pada 11 Juni 2012, saat otoritas keÂamaÂnan Amerika Serikat mengÂekÂsekusi Sherny di San Fransisco.
Kepala Sekretaris NCB InterÂpol Polri Brigjen Sugeng PriÂyanto menjelaskan, eksekusi terÂhadap Sherny dilaksanakan pasca banding bekas Direktur Kredit Bank Harapan Sentosa (BHS) itu ditolak. “Tim terpadu yang menÂjemput buronan tersebut,†kataÂnya, kemarin.
Tim itu terdiri dari satu perÂsoÂnel Interpol Indonesia, utusan KeÂjaksaan Agung, perwakilan Direktorat Jenderal Imigrasi KÂeÂmenterian Hukum dan HAM serta pihak Kementerian Luar NeÂgeri. Teknis deportasi akan diÂkomandani perwakilan Polri (Liasion Officer/LO) di Amerika Serikat Brigjen Arief Wicaksono.
Lebih lanjut, tim terpadu akan membawa buronan itu ke IndoÂnesia menggunakan pesawat GaÂruda. Rencananya, Sherny dan tim itu akan tiba di Jakarta pada 13 Juni atau hari ini.
“Otoritas AmeÂrika menyerahÂkan Sherny di Bandara San FranÂsisco. SetibaÂnya di Jakarta, kita akan serah terima ke Kejaksaan Agung untuk proses eksekusi,†ucapnya.
Dia mengaku, Interpol IndoneÂsia sebenarnya sudah pasang kuda-kuda membawa Sherny seÂjak 2009. Pada tahun itu, Imigrasi dan Interpol Amerika Serikat teÂlah merespon red notice dari InÂterpol Indonesia.
Otoritas Amerika juga meneÂmuÂkan masalah keimigrasian atas nama Sherny, sehingga melakuÂkan pengusiran. Namun, terpiÂdana 20 tahun penjara itu, tak mau menyerah begitu saja. Dia meÂlawan otoritas Amerika, kareÂna merasa dokumen imigrasinya sah. Intinya, wanita kelahiran MaÂnado ini merasa berhak tingÂgal di negara Paman Sam.
Usaha deportasi itu akhirnya meÂngalir ke pengadilan. SherÂny menggugat Imigrasi Amerika Serikat ke pengadilan tingkat perÂtama San Francisco. Hasilnya, peÂngadilan tingkat pertama meÂnyatakan Sherny bersalah. PengaÂdilan memutus, penggugat untuk mematuhi perintah deportasi.
Tapi, Sherny belum puas. Dia mengajukan banding ke peÂngadilan tinggi Ninth Circuit Amerika Serikat. Hasilnya, peÂngaÂdilan tinggi memutus sama deÂngan pengadilan sebelumnya. Dengan kepastian hukum yang mengikat itu, Sherny harus diÂdeÂportasi. “Sanksi deportasi harus diÂjalani. Imigrasi dan Interpol Amerika menangkap Sherny pada 11 Juni lalu dan mengÂkoorÂdinasikannya dengan perwakilan Polri di sana,†kata Sugeng.
Proses gugatan Sherny, lanÂjutÂnya, membuat proses deÂporÂtasi berlarut-larut. Praktis selama tiga tahun, jajaran Interpol InÂdoÂnesia mesti memantau perÂgeÂrakan putri pengusaha apotek tersebut.
Saat ditanya, apakah terpidana kasus yang sama, Eko Edy Putranto juga berada di Amerika bersama Sherny, Sugeng mengaÂku belum tahu. “Kami belum menerima informasi keberadaan Eko Edy,†katanya. Tapi, dia meÂngaku, penelÂuÂsuÂran Interpol InÂdoÂnesia terhadap anak Hendra Rahardja itu tidak dihentikan.
Sementara itu, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum KejakÂsaan Agung Adi Toegarisman, proÂses pemulangan Sherny beÂrada di bawah koordinasi Wakil Jaksa Agung Darmono sebagai Ketua Tim Terpadu Pemburu KoÂruptor. “Saat ini masih di peÂsaÂwat. Besok pagi dijemput di BanÂdara Soekarno Hatta. Mungkin pagi atau menjelang siang.â€
Tim dari Kejaksaan Agung suÂdah menyiapkan penjemputan SherÂny di bandara Soekarno Hatta. Selanjutnya, Sherny diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta PuÂsat. “Kejari Jakpus yang meÂlaÂkuÂkan proses ekseÂkusi,†ujar Adi.
Wakil Jaksa Agung Darmono berharap, deportasi Sherny mamÂÂpu membantu mengungkap keÂbeÂraÂdaan aset BHS yang terÂsisa serÂta menelusuri buron lain yang beÂlum diketahui keÂbeÂraÂdaannya.
REKA ULANG
Masuk DPO 2002, Dibawa Ke Indonesia 2012
Nama Sherny Kojongian masuk daftar pencarian orang (DPO) keÂpolisian internasional (Interpol) pada 2002. Saat itu, Majelis HaÂkim Pengadilan Negeri Jakarta PuÂsat menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Sherny daÂlam sidang in absentia (tanpa keÂhaÂdiran terdakwa). Sidang in abÂsentia dilakukan lantaran Sherny sudah lebih dahulu kabur ke luar negeri ketika berstatus tersangka.
Setelah Sherny berstatus terÂpiÂdana, Sekretariat Interpol IndÂoÂneÂsia mengirim red notice ke SekÂreÂtariat Interpol Pusat di Lyon, PeÂrancis. Isinya, meminta banÂtuÂan agar tiga buronan kasus BLBI Bank BHS ditangkap. Ketiga buÂronan itu adalah Hendra RaÂharÂdja, Eko Edy Putranto dan Sherny Kojongian.
Dalam persidangan, jaksa peÂnuntut umum (JPU) Andi RachÂman Asbar menyatakan puas atas putusan Majelis Hakim pimpinan Subardi yang menghukum KoÂmiÂsaris Utama Bank Harapan SenÂtosa (BHS) Hendra Rahardja seÂumur hidup pada Jumat, 22 Maret 2002. “Sangat puas, sesuai tunÂtuÂtan, persis sampai pada perÂtimÂbangan-pertimbangan huÂkumÂnya,†ucap dia.
Hendra terbukti melakukan koÂrupsi dengan cara menyaÂlahÂguÂnaÂkan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada BHS bersama-sama anaknya, KoÂmisaris BHS Eko Edi Putranto dan Direktur Kredit dan Treasury BHS Sherny Kojongian. AkibatÂnya, negara rugi Rp 305 miliar plus 2,3 juta dolar AS. Tapi, HenÂdra juga tak bisa dieksekusi lanÂtaran keburu kabur ke luar negeri. Belakangan, Hendra dikabarkan meninggal di Australia.
Hukuman yang sama dengan tuntutan juga dijatuhkan terhadap Eko dan Sherny. Terhadap keduaÂnya, majelis hakim menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara. MaÂjelis juga menghukum para teÂrÂdakwa secara tanggung renÂteng membayar uang pengganti Rp 1,95 triliun. Tapi, hingga kini Eko Edi masih buron.
Diketahui, dua direksi BHS itu diduga meminta loan committee untuk menyalurkan kredit kepada anak perusahaan grup BHS. Anak perusahaan grup itu adalah PT Setio Harto Jaya Building, PT Inti Bangun Adhi Pratama, PT Artha Buana Sakti atau PT Prasetya PerÂtiwi, PT Eka Sapta Dirgantara, PT Gaya Wahana Abadi Sakti dan PT Bintang Sarana Sukses.
Kredit yang seluruhnya Rp 305 miliar plus 2,3 juta dolar AS itu diambil dari fasilitas BLBI yang diberikan kepada BHS menyusul krisis moneter tahun 1997.
NaÂmun, kredit itu tak diguÂnaÂkan seÂcara benar. Uang kredit diÂbeÂlikan 85 bidang tanah di Bali, JaÂkarta, Makassar, dan YogÂyaÂkarÂta, deÂngan menggunakan nama terdakÂwa, perusahaan miliknya dan keluarga.
Akibatnya, BHS mengalami keÂsulitan likuiditas dan rugi Rp 50 miliar per bulan karena kredit maÂcet. Lalu, Bank Indonesia memÂberi bantuan likuiditas. SeÂjak awal 1997 sampai Oktober 1997, jumlahnya Rp 1,578 triliun. TetaÂpi, sampai 1 November 1997, keÂtika BHS dilikuidasi, dana dan buÂnganya tak bisa dikembalikan.
Dalam putusannya, majelis haÂkim memerintahkan barang bukti tanah,bangunan, serta barang bukti pengganti berupa hasil leÂlang barang bukti senilai Rp 13,5 miliar dirampas untuk neÂgara. Sedang yang berupa doÂkuÂmen asli dikembalikan kepada BI.
Jangan Sekadar Kirim Red Notice
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa menilai, usaÂha pemerintah Amerika Serikat mendeportasi buronan asal InÂdonesia menunjukkan koÂmitÂmen menjunjung kerjasama anÂtar negara.
Pola kerjasama seperti ini perlu ditingkatkan dengan neÂgara lain, bukan hanya dengan peÂmerintah Amerika Serikat. “Ini juga menunjukan kerjaÂsaÂma di dalam Interpol sudah berÂjalan baik,†katanya, kemarin.
Lantaran itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini mengingatkan, Polri dan insÂtansi terkait wajib membantu negara-negara lain melacak buÂronan dari luar negeri yang kabur ke Indonesia.
Selain membantu negara lain melacak buronannya di sini, Desmon berharap, Interpol InÂdonesia lebih aktif menjalin koÂÂmunikasi dengan Interpol puÂsat. Hal ini penting, mengiÂngat dafÂtar buronan Indonesia yang ada di list Interpol pusat masih panjang.
Jadi, kata Desmon, SekÂreÂtaÂriat Interpol Indonesia tak seÂbatas mengirim red notice. MeÂlainkan, aktif menanyakan keÂmajuan hasil pengiriman red notice. Dengan begitu, kÂeÂmungÂkinan mengetahui keberadaan para buronan itu bisa lebih cepat.
“Yang kerap terjadi, para buronan bebas berkelana. Tak tersentuh dalam waktu yang sangat lama. Ini membuat koÂruptor lain berupaya kabur ke luar negeri juga,†tandasnya.
Selain mengefektifkan kinerÂja Interpol, Desmon minta peÂmeÂrintah lebih serius meÂmÂperÂbaiki hubungan diplomatik dengan negara lain. Hal itu akan sangat membantu saat mengÂhadapi persoalan kaburÂnya koruptor. “Apalagi dengan negara-negara yang sampai kini belum memiliki perjanjian ekstradisi.â€
Tidak Bermakna Tanpa Penyelamatan Uang Negara
Akhiruddin Mahjuddin, Ketua Gerak Indonesia
Koordinator Presidium LSM Gerakan Rakyat Anti KoÂrupsi (Gerak) Indonesia AkÂhiÂruddin Mahjuddin berpendapat, deportasi terpidana kasus koÂrupsi tanpa diikuti penyeÂlaÂmaÂtan aset dan uang negara tidak memiliki makna.
Menurutnya, yang juga harus dilakukan pemerintah adalah mengupayakan secara optimal pengembalian aset atau uang negara yang dibawa kabur ke luar negeri. “Penangkapan dan deÂportasi tanpa diikuti peÂnyeÂlamatan aset dan uang negara, tidak punya arti sama sekali bagi kita,†katanya, kemarin.
Selain itu, dia menyarankan hakim berani memberikan huÂkuÂman yang berat kepada terÂpiÂdana kasus korupsi. Minimal hukuman seumur hidup. “NeÂgara juga harus segera menyita seÂluruh aset para koruptor agar jatuh miskin. Upaya ini akan menjadi contoh dan memÂberiÂkan efek jera. Tidak saja bagi Sherny, tapi bagi terpidana kaÂsus korupsi lainnya,†tandas Akhiruddin.
Pemerintah, lanjutnya, juga mesti melanjutkan kerjasama deÂngan negara yang sudah meÂrativikasi konvenan anti koÂrupsi. Kemudian, giat mewuÂjudÂkan perjanjian ekstradisi.
Dia mencontohkan, selama ini perjanjian ekstradisi IndoÂnesia-Singapura dan Indonesia-Australia belum terwujud, paÂdaÂhal hubungan antar negara suÂdah terjalin baik.
Jika ratifikasi perjanjian eksÂtradisi bilateral dengan SingaÂpura dan Australia tak tercapai, lanjut Akhiruddin, otomatis keÂdua negara itu akan menjadi surÂga bagi koruptor Indonesia untuk menimbun harta hasil korupsi dan kejahatan lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58