Berita

PT Chevron

X-Files

Orang Kejagung Curigai Oknum Kementerian LH

Setelah Uji Laboratorium Kasus Chevron
SELASA, 12 JUNI 2012 | 10:06 WIB

RMOL. Kasus proyek fiktif pemulihan tanah bekas lahan eksplorasi minyak PT Chevron telah melalui babak uji laboratorium.

Setelah uji lab itu, seorang pe­jabat Kejaksaan Agung men­ce­ritakan kecurigaannya, mengapa ada oknum-oknum Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang malah berperan seperti ahlinya Chevron.

Deputi Bidang Pembinaan Tek­nis Lingkungan dan Pe­ning­katan Kapasitas KLH Henry Bas­taman mengaku akan mengecek infor­masi itu. Benarkah ada pihak KLH yang juga berperan sebagai ahli­nya PT Chevron Pasific In­donesia (CPI). “Saya belum mem­­peroleh informasi mengenai hal ini. Kami akan mendalami ka­sus ini lebih cermat, serta meng­­konfirmasi kepada bidang yang menangani kasus lingkungan di KLH,” kata Henry ketika dikon­firmasi.

Hal senada disampaikan De­puti Bidang Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Limbah dan Sampah KLH Masnellyarti Hil­man. Wanita berpanggilan Nelly ini menyatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi. “Nanti dievaluasi, jika memang dite­mu­kan pelanggaran, tentu akan dibe­rikan sanksi sesuai pelang­garan­nya,” ujar dia saat dihubungi, ke­marin.

Seorang sumber yang meru­pa­kan pejabat Kejagung menyam­paikan, saat uji lab digelar di Pusat Sarana Pengendalian Dam­pak Lingkungan, Serpong, Ban­ten, oknum itu hadir. Tapi, po­sisinya seperti ahli dari Chevron. Bukan pengawas dari negara. “Pihak KLH itu bilang, proyek biore­mediasi tersebut oke,” ceri­tanya.

Namun, lanjut dia, setelah dita­nya secara mendalam oleh pakar yang diajukan Kejagung, orang itu akhirnya diam. Soalnya, pe­ni­laian bahwa proyek itu sudah di­lakukan secara benar, tidak didasarkan pada penelitian yang utuh. Apalagi, KLH tidak me­miliki salah satu alat yang dib­utuh­kan untuk uji lab itu. Se­hingga, keterangan oknum itu bah­wa proyek tersebut sudah dilak­sanakan secara benar, me­ragukan Kejaksaan Agung.

Padahal, rekomendasi dari KLH dijadikan instrumen bagi Badan Pelaksana Usaha Hulu Mi­nyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk membayar klaim proyek bioremediasi ini. “Tim pakar pe­merintah yang semestinya meng­awasi, justru menjadi tim ahli dari CPI. Bagaimana mau mengawasi kalau begitu,” katanya.

Sumber ini pun memper­ta­nya­kan, mengapa orang yang se­ha­rusnya menjadi abdi negara karena gajinya dari APBN, malah memposisikan diri seperti pem­bela PT Chevron.

Kasus ini berawal dari per­jan­jian antara BP Migas dan Chev­ron. Salah satu poin perjanjian itu me­ngatur tentang biaya untuk melakukan pemulihan ling­kung­an dengan cara bioremediasi.

Menurut Kepala Pusat Pene­rang­an Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, bioremediasi yang seharusnya dilakukan selama perjanjian berlangsung, tidak dilaksanakan dua perusa­ha­an swasta yang ditunjuk Chevron, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Padahal, anggaran untuk proyek itu sudah dicairkan BP Migas se­besar 23,361 juta dolar AS. “Aki­bat proyek fiktif ini, negara diru­gikan Rp 200 miliar,” tegasnya.

Pihak PT CPI membantah telah membuat proyek fiktif pemulihan lingkungan bekas lahan eskplo­rasinya. “Chevron berope­rasi se­suai perundang-undangan dan peraturan yang berlaku di In­do­nesia, dan bekerja sama sepe­nuh­nya dengan Kejaksaan Agung,” ujar Coorporate Communication Manager PT CPI Dony Indrawan.

Menurut Dony, pekerjaan pe­mulihan bekas lahan eksplorasi CPI dengan teknologi biore­me­diasi dilakukan secara terbuka. “Chevron memilih kontraktor me­lalui proses terbuka, trans­paran dan bertanggung jawab sesuai prosedur yang ditetapkan Pe­merintah Indonesia. Itu bisa di­cek juga ke BP Migas,” ujarnya.

Desain dan penggunaan tek­nologi bioremediasi, kata Dony, juga telah dievaluasi dan disetujui ins­tansi pemerintah yang ber­wenang, yakni Kementerian Ling­kungan Hidup BP Migas. “Chev­ron bahkan mendapat pre­dikat Proper Rating Biru dari Kemen­terian Lingkungan Hidup ka­rena ketaatan terhadap per­atur­an lingkungan pada 2011,” katanya.

Atas penjelasan pihak Chev­ron, Kejaksaan Agung tak begitu saja percaya. Sebab, proses pem­buk­tian harus tetap dilakukan. “Ka­­mi juga menurunkan pakar bio­remediasi. Kami menemukan tindak pidana korupsi,” kata Di­rektur Penyidikan Pidana Khusus Ke­jaksaan Agung Arnold Ang­kouw.

REKA ULANG

Uji Laboratorium Digelar Di Serpong

Untuk mendalami kasus pro­yek fiktif pemulihan bekas lahan eksplorasi PT Chevron Pasific In­donesia (CPI), Kejaksaan Agung menggelar uji laboratorium.

Tapi, menurut Direktur Penyi­dikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, hasil uji lab itu kurang maksimal. Soalnya, peralatan milik Ke­men­terian Lingkungan Hidup (KLH) sebagai pihak yang menjadi tuan rumah uji lab itu, tidak memadai.

Menurutnya, uji laboratorium di Pusat Sarana Pengendalian Dam­pak Lingkungan, Serpong, Banten itu masih menyisakan satu sampel yang tidak bisa diuji, yaitu total petroleum hidrocarbon (TPH).  “Untuk uji TPH, mereka ti­dak bisa, tidak ada alatnya,” ujar Arnold seusai mengikuti uji la­boratorium itu.

Kata Arnold, ada tiga sampel yang harus diuji, yaitu pH, TCLP dan TPH. TPH itu sangat ber­ke­naan dengan logam berat dan minyak. “Itu adalah sampel yang sa­ngat pen­ting,” kata bekas Ke­pala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara ini.

Uji lab yang berlangsung pada Senin pekan lalu (4/6) sejak pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB itu, digelar untuk memenuhi un­sur obyektivitas dan trans­paransi. KLH dari unsur pemerintah di­harapkan bisa menjadi penengah se­cara transparan. “Kami bawa se­mua sampel yang kami miliki, ada segelnya, dan disaksikan ber­sama pihak Chevron, KLH dan para pakar,” ujarnya.

Para tersangka juga diikut­ser­takan untuk melihat uji lab ter­se­but. “Sebenarnya uji lab ini masih bagian penyidikan, tapi untuk menghindari penyimpangan, kami lakukan secara transparan,” ujar Arnold.

Menurut Arnold, butuh waktu 14 hari untuk mengetahui hasil uji lab itu. “Tapi, kami tidak begitu terpengaruh pada hasil uji lab ini, sebab kami sudah punya bukti-bukti. Kami telah siap menuju proses penuntutan,” katanya.

Untuk TPH akan diuji masing-masing pihak secara sendiri-sen­diri. “Pakar kami akan meng­uji­nya, nanti itu akan diadu dengan hasil uji milik Chevron di penga­dilan. Biarlah hakim yang memu­tuskan,” ujar dia.

Proyek bioremediasi lahan be­kas eksplorasi PT Chevron itu ber­lokasi di Kabupaten Duri, Pro­vinsi Riau. Chevron menunjuk PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia sebagai pelak­sana proyek pemulihan ling­kungan tersebut.

Tim penyidik memeriksa dua lokasi proyek bioremediasi di Duri, Riau, pada 9-13 April 2012. Dari lokasi, penyidik mengambil sampel proyek bioremediasi, mu­lai dari penampungan tanah yang terkena limbah, pengecekan tanah yang sedang diproses biore­me­diasi, hingga hasilnya.

Menurut Kepala Pusat Pene­rangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, uji laborato­ri­um itu sebagai bagian dari upaya memperkaya pembuktian. “Kami ber­koordinasi dengan Kemen­te­rian Lingkungan Hidup, tenaga ahli independen. Termasuk, para tersangka bila mau mengajukan te­naga ahli sendiri,” ujarnya.

Kejagung menyangka, PT Su­migita Jaya dan PT Green Planet Indonesia tidak memiliki ke­mam­puan melaksanakan biore­mediasi. Bahkan, Korps Adh­yak­sa menyangka proyek itu fiktif, sehingga negara dirugikan sekitar Rp 200 miliar.

Setelah itu, Kejagung me­ne­tap­kan tujuh tersangka kasus ini. Ketujuh tersangka itu berasal dari PT Chevron, PT Green Planet In­donesia dan PT Sumigita Jaya. Be­lum ada tersangka dari pihak pemerintah.

Perangkat Negara Semestinya Bela Negara

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar mengingatkan Ke­jaksaan Agung agar ber­tin­dak tegas jika ada oknum Ke­menterian Lingkungan Hidup (KLH) dan oknum Kejagung yang mencoba melemahkan pe­nanganan kasus ini.

Apalagi, Kejaksaan Agung te­lah menaksir, nilai kerugian ne­gara dalam kasus ini sangat besar, Rp 200 miliar. “Kejagung harus bertindak tegas. Usut se­mua. Ingat, jangan menge­de­pan­kan kepentingan pribadi. Ini adalah kerugian negara, jangan sampai menempatkan diri se­bagai pembela Chevron yang te­ngah diusut kasusnya,” kata ang­gota DPR dari Partai De­mok­rat ini, kemarin.

Dasrul menegaskan, jika me­mang ada oknum-oknum KLH yang memposisikan diri berada di pihak PT Chevron, maka hal itu tidak bisa dibenarkan. “Ke­jaksaan Agung harus men­da­lami dan mengusut semua pihak yang terlibat. Tegakkan hukum yang benar. Negara dirugikan, ja­ngan malah mau diper­main­kan dan disusupi,” katanya.

KLH, lanjut Dasrul, memiliki aturan main berdasarkan Un­dang Undang Lingkungan Hi­dup. “KLH itu perangkat dan bagian negara. Jangan sampai mau diintervensi. Jangan ber­main. Mereka harus obyektif dan berpegang pada kepen­tingan negara dan masyarakat,” tegasnya.

Dia berharap, semua pihak turut mengawasi dan meng­kri­tisi kinerja KLH dan Kejaksaan Agung dalam pengusutan kasus ini. Bila terjadi hal-hal yang men­curigakan, lanjutnya, maka ma­syarakat akan bergerak.

 â€œSe­mestinya, perangkat ne­gara membela kepentingan negara dan masyarakat. Teg­ak­kan hu­kum yang benar. Jangan sampai terjadi kerugian karena aparat kita malah berpihak kepada ke­pentingan sesaat yang sangat merugikan negara,” ucap­nya.

Agar Tak Sebatas Mengusut Swasta

Sandi Ebeneser Situngkir, Majelis Pertimbangan PBHI

Anggota Majelis Pertim­bangan Perhimpunan Bantuan Hu­kum Indonesia (PBHI) San­di Ebeneser Situngkir meng­ingatkan Kejaksaan Agung agar tak sebatas mengusut pihak swasta dalam kasus ini.

Dia juga meminta Kejaksaan Agung mendalami, apakah ada oknum-oknum Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang terlibat dalam kasus Chevron. Sehingga, KLH memberikan nilai yang bagus kepada PT Chev­ron Pasific Indonesia (CPI). “Siapa pun yang terlibat dan bukti-buktinya kuat, semes­tinya diproses secara hukum,” ujar Sandi, kemarin.

Sandi menambahkan, para pakar semestinya independen dan tidak terlibat kepentingan PT Chevron. Bermodalkan in­de­pendensi itu, lanjut dia, se­mes­tinya para ahli tidak mem­posisikan diri sebagai bagian dar­i Chevron. Kecuali yang me­mang terang-terangan bekerja untuk Chevron. “Hal itu perlu agar penanganan kasus ini objektif,” tandasnya.

Penyidik, lanjut Sandi, juga harus jeli memperhatikan dan me­ngusut kasus ini. Jangan sam­pai terjebak pada kepen­tingan pihak yang tengah di­usut. Soalnya, pihak yang tengah diusut tentu ingin bebas dari sangkaan. “Jangan sampai ke­terangan dari pihak Ke­men­terian Lingkungan Hidup di­gu­nakan semata-mata untuk me­nyelamatkan pihak yang te­ngah diusut,” ujarnya.

Dia pun mendesak agar apa­rat negara yang merekayasa kasus apapun diusut dan dihu­kum berat. “Yang seperti itu ibarat penghianat negara. Jika mengikuti prosedur hukum yang benar, semestinya yang se­perti itu diadili. Idealnya, di­proses semua,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya