Wa Ode Nurhayati
Wa Ode Nurhayati
RMOL. Tersangka kasus dugaan suap proyek Percepatan PemÂbaÂngunan Infrastruktur Daerah TerÂtinggal (PPDIP), WON tamÂpakÂnya bakal dapat teman baru. SoalÂnya, rencana memeriksa saksi-saksi yang diduga reÂkeÂningnya kecipratan dana dalam kasus tinÂdak pidana pencucian uang (TPPU) oleh WON diÂgeber KPK.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂnyeÂbutkan, saksi-saksi kasus TPPU segera diklarifikasi KPK. NaÂmun, ia menolak memberi penÂjeÂlasan rinci seputar identitas saksi-saksi yang bakal dimintai keterangan. Yang jelas pada tahap pertama, KPK telah memeriksa Sekjen DPR Nining Indra Saleh.
Berturut-turut setelah itu, KPK juga mengagendakan peÂmeÂÂrikÂsaÂan Wakil Ketua DPR Anis Matta dan pengusaha Haris Surahman. Ketiganya dimintai keterangan daÂlam kapasitas saksi. Akan teÂtapi, politisi PKS Anis Matta, beÂlum memenuhi pangÂgilan. AlaÂsanÂnya, masih di luar neÂgeri. SeÂdangkan Haris yang suÂdah meÂnyandang status cekal itu datang ke KPK, Jumat (27/4).
Johan menolak merinci dugaan keterkaitan Anis Matta tersebut di kasus ini. “KPK menjadwalkan pemanggilan ulang untuk Pak Annis,†ujarnya. Ia juga belum mau menjelaskan substansi peÂmeriksaan ketiga saksi tersebut. Yang jelas, pemeriksaan saksi didasari kelanjutan penyidikan kasus suap proyek PPID.
Dikonfirmasi, apakah saksi kasus TPPU ini sama dengan sakÂsi kasus dugaan suap dana PPID 2010, ia tak memberi jawaban secara lugas.
“Itu kewenangan peÂnyidik,†ucapnya. Diketahui seÂbelumnya, dua pimpinan BaÂdan Anggaran (Banggar DPR) seperti Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey sempat dimintai keterangan KPK sebagai saksi kasus PPID.
Selain pimpinan Banggar, KPK juga pernah memeriksa tiga staf Banggar DPR sebagai saksi. Ketiganya adalah, Khaerudin, T Zoel Baharsyah, dan Handrey Albert Arnold Kindangen.
“Semua yang diduga mengeÂtaÂhui kasus TTPU akan dimintai kesaksiannya.†Ia juga tak mau memberikan rincian secara gamÂblang mengenai agenda peÂmeÂrikÂsaan saksi-saksi lanjutan.
Dia tak menepis anggapan jika status saksi di kasus ini sewaktu-waktu berubah. Menurutnya, apaÂbila memenuhi unsur pidana, KPK tak akan ragu meningkatkan status saksi menjadi tersangka. SeÂlebihnya saat disinggung, peÂneÂtapan status tersangka TPPU terhadap WON akan memuÂdahÂkan KPK untuk meÂnetapkan terÂsangka baru, Johan tak mau buru-buru meÂnyimÂpulÂkan hal itu.
“Tidak begitu, peÂngÂgunaan paÂsal-pasal TTPU itu kaÂrena KPK memperoleh bukti yang meÂngaÂrah pada pelanggaran TPPU oleh WON,†jelasnya.
Lagi-lagi dia memastikan, peÂnetapan status tersangka baru akan ditentukan dari hasil peÂmeÂriksaan saksi-saksi yang ada. Satu-persatu, kesaksian tersangÂka bakal dikembangkan dengan keÂteÂrangan saksi serta data dari PuÂsat Pelaporan Analisis dan TranÂsaksi Keuangan (PPATK). Dari situ, penyidik akan memÂperÂtimÂbangkan apakah seseÂorang layak dijadikan tersnagka atau tidak.
Kuasa hukum WON, Wa Ode Nur Zaenab mengaku penetapan status tersangka kasus TPPU atas kliennya terburu-buru. Dia berÂharap, kinerja penyidik proÂpoÂrÂsioÂnal. Zaenab minta pengusutan kasus ini dipercepat.
Hal itu diÂtuÂjukan agar persoaÂlan kliennya tuntas. Apalagi samÂbungnya, selama ini WON sudah memÂbeÂberkan dugaan keterliÂbatan pihak lain di kasus ini. Dari informasi tersebut, dia meyakini jika WON tidak terlibat perÂmainan mafia anggaran.
“Semua pihak yang paling bertanggungjawab di proyek itu sudah disampaikan,†terangnya. Semestinya, hal itu disikapi dan diÂtindaklanjuti KPK secara optiÂmal. Bukan sebaliknya, malah menyudutkan kliennya.
Senada dengan Zaenab, anggoÂta tim kuasa hukum WON lainÂnya, Sulistyowati menyayangkan penetapan status tersangka TPPU pada WON. Dia bilang, asal-usul harta WON semua telah disamÂpaiÂkan ke KPK secara gamblang. Lalu dia pun menepis tuduhan jika harta kliennya Rp 10 miliar diperoleh dari hasil pencucian uang. Dia bilang, uang itu berasal dari hasil usaha pribadi keluarga. “Tidak ada harta dari TPPU,†sergahnya.
REKA ULANG
Bermula Dari Transaksi Mencurigakan
Penetapan status tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Wa Ode Nurhayati (WON) didasari teÂmuÂan transaksi keuangan menÂcuÂriÂgakan. Temuan itu diperoleh KPK lewat analisis serta laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam kasus ini, sebelumnya KPK telah menetapkan WON dan Fahd Arafiq sebagai tersangka.
“Dari info yang disampaikan peÂnyidik, ada transaksi mencuÂrigakan Rp 10 miliar lebih, yang diduga hasil dari TPPU dari peÂngembangan suap DPPID,†kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Untuk membuktikan duÂgaanÂnya, KPK memeriksa saksi Haris Surahman pada Jumat (27/4). “Haris Surahman diperiksa seÂbagai saksi,†kata Kabag PemÂbeÂriÂtaan KPK Priharsa Nugraha, JuÂmat (27/4). Haris pernah diÂpeÂriksa KPK pada 10 April.
Pada penyidik KPK, WON yang dituduh menerima suap Rp 6,9 miliar itu juga pernah meÂnyeÂbut ada keterlibatan pimpinan Banggar Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey serta Wakil Ketua DPR Anis Matta dalam kasus suap PPID.
Uang itu disebut WON, milik Fadh yang diberikan oleh Haris kepada Wa Ode melalui stafnya, Sefa Yolanda, serta seorang lagi bernama Syarif Achmad. Uang terÂsebut dikirim ke rekening Bank Mandiri sebanyak sembilan kali transfer pada 13 Oktober sampai 1 November 2010.
Uang ditransfer sekali sebesar Rp 1,5 miliar, dua kali sebanyak Rp 1 miliar, empat kali transfer Rp 500 juta, dan dua kali sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang tersebut dimaksudkan agar Fadh dan Haris mendapat proyek di Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, serta Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara.
Deal yang terbangun, Wa Ode akan memperjuangkan daerah itu agar masing-masing mendapatÂkan alokasi anggaran DPPID seÂbesar Rp 40 miliar.
Namun beÂlaÂkangan, pada peÂneÂtapan daerah penerima DPPID, hanya dua kaÂbupaten yang diÂakoÂmodasi, Aceh Besar Rp 19,8 miÂliar dan Bener Meriah Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris kemudian menagih Wa Ode agar meÂngemÂbalikan uang itu.
Johan mengatakan, selain dituÂduh korupsi, Wa Ode juga dijerat Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Dalam kaitan tersebut, penyidik menduga WON telah menempatkan, mentransfer, meÂngalihkan, membelanjakan, memÂÂbayarkan, menghibahkan, meniÂtipÂkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga harta yang diduga hasil korupsi. Penyidik juga menduga WON menyembunyikan atau meÂnyamarkan asal-usul harta keÂkayaannya yang berasal dari koÂrupsi.
Tidak Boleh Ada Toleransi
Bambang Widodo Umar, Pengamat Kepolisian
Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) BamÂbang Widodo Umar meneÂgasÂkan, upaya KPK menetapkan status tersangka kasus penÂcuÂcian uang terhadap Wa Ode NurÂhayati seÂbagai langkah teÂpat. Hal itu bisa dijadikan seÂbagai teroboÂsan unÂtuk mengÂgiring siapa saja yang terlibat perkara ini.
“Ini sudah menunjukkan adanya kemajuan yang berarti. Pasal pencucian uang itu bisa diÂoptimalkan untuk menenÂtuÂkan pengusutan perkara terseÂbut,†ucapnya. Dengan kata lain, dosen Pasca Sarjana Ilmu Kepolisian Universitas InÂdoÂneÂsia itu mengharapkan, KPK tiÂdak ragu-ragu mengusut duÂgaÂan keterlibatan pihak lain.
Untuk itu, KPK diminta unÂtuk bersikap lebih progresif daÂlam menangani skandal ini. SoalÂnya, jika kasus mafia angÂgaran dibiarkan, kekecewaan masyarakat terhadap polah angÂgota DPR bisa makin besar. KeÂkecewaan tersebut juga berÂdÂÂÂampak signifikan terhadap upaÂya penegakan hukum yang diemban KPK.
“Jadi jangan ada toleransi KPK untuk tidak mengambil tindakan tegas kepada mereka yang terlibat. Termasuk di daÂlamnÂya tokoh politik sekalipun. Kalau jelas terkait, ya harus diÂtinÂdak. Tidak boleh dibiarÂkan,†kata Kombes (Purn) ini.
Penindakan yang tegas, akan memberikan efek jera. Dengan begitu, para politisi Senayan akan lebih berhati-hati tatkala mengambil kebijakan. Apalagi kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah anggaran.
Hendaknya, sambung dia lagi, ketegasan sikap KPK yang tercermin lewat penetapan status tersangka kasus TPPU ini tidak sia-sia.
Maksudnya, hal tersebut bisa jadi pintu masuk untuk meÂmeÂcah kebuntutan proses penÂguÂsutan perkara korupsi sebeÂlumÂnya. Lagi-lagi, terobosan KPK tersebut layak dapat dukungan dan pengawasan optimal mÂaÂsyarakat.
Pengawasan maÂsyaÂrakat menjadi penting, sebab penaÂngaÂnan kasus ini, keÂmungÂkinan sarat dengan muatan poÂlitis keÂlas tinggi. Bukan tidak mungÂkin, peluang mencuatnya beÂraÂgam intervensi terjadi.
Ingatkan KPK Agar Cermat
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengingatkan agar KPK bertindak proporÂsionÂal dalam menangani kasus mafia anggaran di DPR. Di lain sisi, dia juga meminta agar poÂlitisi DPR bersikap terbuka mengÂhadapi upaya penegakan hukum yang dilakukan lembaga superbodi tersebut.
“Kita menghormati semua proses hukum yang dilakukan KPK,†katanya. Maksudnya, langkah hukum yang dilakukan KPK merupakan kewenangan lembaga pimpinan Abraham SaÂmad ini. Jadi, sekalipun proÂses hukum yang dilakukan KPK ini menyeret koleganya di DPR, dia yakin bahwa terÂsangÂka Wa Ode mematuhi semua aturan hukum yang ada.
Dengan kata lain, jika selaÂma ini masih ada pembelaan mauÂpun kekecewaan tersangka pada KPK, hal tersebut sebagai hal lumÂrah. Justru perbedaan siÂÂkap mauÂpun pandangan terÂseÂÂbut, hendaknya dijadikan seÂbaÂgai masukan untuk menggali fakÂta hukum yang lebih dalam lagi.
Kecermatan KPK menyikapi hal tersebut, lanjut Ruhut, bisa menjadi tolok ukur keberÂhasiÂlan KPK dalam menuntaskan maÂsalah. Atau, bisa pula dijadiÂkan masyarakat sebagai patokan dalam menilai kredibilitas KPK itu sendiri. Pada prinsipnya, keÂmampuan KPK menggali fakta-fakta kasus ini sangat dinanÂtiÂkan banyak pihak.
“Siapa saja yang terlibat, henÂdaknya bisa diungkapkan secara gamblang,†imbuhnya. SeÂbaÂlikÂnya, dia sangat berharap agar KPK senantiasa menjunjung azas praduga tidak bersalah. Artinya, jangan sampai nama baik para politisi DPR yang seÂlaÂma ini diseret-seret tersangka menjadi rusak sebelum terbukti kesalahannya.
Jadi, kata dia lagi, jika saksi-saksi yang kebanyakan berasal dari elit DPR itu tidak terlibat kasus ini, hendaknya KPK meÂngumumkan hal itu seluas-luasÂnya. Dengan begitu, para poÂliÂtisi tersebut bisa memÂperÂtangÂgungjawabkan keperÂcaÂyaÂan konstituennya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52