Berita

ilustrasi/ist

Indonesia Negara Tanpa Pilot!

Perlu Tokoh Besar Untuk Menyatukan Gerakan Revolusi
SELASA, 31 JANUARI 2012 | 17:27 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

RMOL. Indonesia kini bukan cuma negeri autopilot, melainkan negeri tanpa pilot. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata bukanlah pilot yang sebenarnya. Pasalnya, selama tujuh tahun memerintah, dia sama sekali tidak menunjukkan kualitas seorang pemimpin yang mampu membawa Indonesia menjadi negara besar dan rakyatnya sejahtera sesuai amanat konstitusi.

Demikian mengemuka dalam diskusi bertema "Menyelamatkan Negeri Auto Pilot, Negara dalam Bahaya" yang diselenggarakan Rumah Perubahan 2.0, Selasa (31/1). Diskusi menghadirkan ahli Timur Tengah Zuhairi Misrawi, mantan anggota DPR Muhammad Misbakhun, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin, dan pakar hukum pidana/pencucian uang Yenti Garnasih.

Menurut Misrawi, sebaiknya rakyat menggunakan konstitusi untuk mengkritisi pemerintahan SBY. UUD 1945 mengamanatkan negara antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


"Sejauh ini tidak satu pun amanat konstitusi itu dilaksanakan SBY. Soal mencerdaskan kehidupan bangsa, misalnya. Bagaimana mungkin bisa dicapai, kalau biaya pendidikan sangat mahal. Apalagi bicara soal memajukan kesejahteraan umum. Faktanya, beban hidup rakyat kian lama kian berat. Artinya dalam tujuh tahun terakhir Indonesia tidak memiliki pilot," papar Misrawi.

Istilah negara autopilot mencuat sejak beberapa pekan silam. Ini untuk menggambarkan negara bak berjalan sendiri tanpa kontribusi pemerintah. Indikasinya rakyat dibiarkan memecahkan berbagai persoalan yang membelit mereka tanpa bantuan pemerintah. Negara juga sering absen pada saat terjadi berbagai  kekerasan yang terjadi, baik yang dilakukan aparat keamanan maupun sesama warga negara.

Ironi Jakarta

Misrawi menambahkan, kondisi negara tanpa pilot ini ini harus diakhiri. Pembakaran komplek perkantoran kabupaten di Bima, adalah sesuatu yang menggetarkan. “Saya bayangkan, peristiwa Bima itu terjadi di Istana Negara. Soalnya kondisinya sama persis. Waktu kantor bupati dibakar massa, bupatinya tidak berada di tempat. Sama seperti Istana Negara, pada hakekatnya SBY sudah tidak ada di sana,” ujarnya.

Pendapat senada juga datang dari Misbakhun. Menurut dia, apa yang terjadi di Bima adalah sebuah pelajaran berharga sekaligus ironi bagi Jakarta. Setiap hari, di Jakarta orang meneriakkan pemberantasan korupsi, reformasi bahkan revolusi. Namun sejauh ini semua hanya sebatas ucapan belaka.

"Saya yakin amuk massa di Bima sebelumnya tidak ada prakondisi. Meski begitu, massa bisa melakukan tindakan konkret untuk menyudahi ketidakadilan yang dilakukan bupati. Sementara di Jakarta, setiap hari kita hanya sibuk berdiskusi, berteriak, dan berdemo tanpa ada sepotong pun tindakan konkret untuk menyudahi kekuasaan yang korup. Inilah ironisnya Jakarta," tukas Misbakhun.

Mantan anggota DPR itu juga menyatakan, sejatinya syarat-syarat untuk terjadinya revolusi di Indonesia sudah lengkap. Mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lain sudah bisa disebut satu suara tentang revolusi. Tapi sayang, semua gerakan itu masih terpisah-pisah bagai ada partisi yang menghalangi. Perlu satu tokoh besar yang bisa menyatukan semua gerakan tersebut, sehingga bisa benar-benar menjadi kekuatan rakyat yang dahsyat untuk menyudahi rezim sekarang.

Merevolusi DPR
[dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya