Reaksi berlebihan Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) Maruli Gultom yang membubarkan dikusi bertema Centurygate di kantin kampus itu kemarin (Senin, 5/12) mengisyaratkan satu sinyal penting yang tak boleh diabaikan oleh dunia pendidikan nasional.
Jurubicara Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi, salah seorang pembicara yang diundang hadir untuk membedah kasus senilai Rp 6,7 triliun itu di kampus UKI kemarin, masih mengingat dengan jelas air muka Maruli Gultom yang terlihat begitu cemas dan khawatir.
Menurut Adhie, bila hendak menghentikan atau membubarkan diskusi atas keinginan sendiri atau keinginan Rektorat, Maruli Gultom tak perlu turun tangan langsung. Cukup mengirimkan petugas satuan pengaman (satpam) kampus atau mengirim salah seorang stafnya.
Padahal dari penyelenggara diskusi telah menempuh semua prosedur untuk menggelar diskusi. Awalnya telah disediakan aula Fisip UKI sebagai tempat diskusi. Tetapi di hari-H penggunaan aula dilarang, dan mahasiswa beserta narasumber terpaksa pindah ke kantin sebelum akhirnya Maruli Gultom datang dan membubarkan diskusi.
Mengapa yang dilakukan Maruli Gultom dinilai Adhie terlalu berlebihan?
Menurut hemat Adhie, hal itu dilakukan Maruli Gultom karena ada tekanan yang begitu kuat, yang tak dapat ditahankan Maruli Gultom. Tekanan inilah yang membuat Maruli akhirnya turun tangan langsung.
“Pak Rektor pun sempat menyampaikan permintaan maaf ketika bertemu dengan kami di kantin,†ujar Adhie beberapa saat lalu (Selasa, 6/12).
Masih menurut Adhie, ada pesan tersimpan di balik reaksi Maruli Gultom.
“Peringatan tokoh-tokoh lintas agama sudah diabaikan. Sekarang kampus, sebagai center of excellent yang memiliki kebebasan untuk membicarakan dan menguji berbagai persoalan yang sedang terjadi pun ditekan,†demikian Adhie. [guh]