ilustrasi, pembalakan liar
ilustrasi, pembalakan liar
RMOL. Setelah seminggu lalu memecat dua hakim, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) kemarin menggelar sidang lanjutan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, dengan terlapor bekas hakim Pengadilan Negeri Wamena yang kini bertugas di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Jonlar Purba.
Pada sidang kali ini, MKH mengÂhadirkan pelapor dari WaÂmena, Papua, seorang tokoh agaÂma bernama Esmon Walilo. Di hadapan MKH, Esmon mengaku diminta melaporkan Jonlar oleh lima terpidana kasus pembalakan liar alias illegal logging yang diÂvoÂnis di Pengadilan Negeri (PN) Wamena. Dalam kasus ini, Jonlar sebagai Ketua Majelis Hakim.
“Saya tidak ada rasa benci atau motif pribadi terhadap Pak Jonlar. Saya hanya diminta sebagai perÂpanÂjangan tangan para terdakwa itu untuk melaporkan persoalan yang mereka hadapi. Sebab, meÂreka melihat proses hukum atas mereka sudah tidak menÂcerminÂkan keadilan,†ujar Esmon dalam sidang di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, kemarin.
Esmon merasa perlu menjadi mediator agar kelima terdakwa tidak dihukum. “Saya kan Ketua FoÂrum Komunikasi Lintas AgaÂma, dan saya merasa bertanggung jawab kepada semua golongan di sana,†ujarnya.
Menurut Esmon, masyarakat Wamena tidak tahu, apakah perbuatan kelima terdakwa yang divonis Jonlar dengan hukuman penjara satu setengah tahun penÂjara itu, sebagai perbuatan meÂlanggar hukum. Sebab, kata dia, hampir semua orang, termasuk pejabat kehutanan, kepolisian dan kejaksaan menghalalkan peneÂbaÂngan kayu di wilayah itu.
“Itu kayu adalah mata kehiduÂpan masyarakat di sana. Kalau masyarakat ambil dan jual kayu, tidak pernah ada masalah. MaÂsyarakat juga kasih retribusi ke pemerintah. Mereka bilang tidak apa-apa,†ujarnya.
Dengan kondisi seperti itu, lanÂjut Esmon, selama ini banyak laÂporan masyarakat dan penyiÂtaan kayu yang dilakukan keÂpoÂlisian di sana, namun tidak perÂnah diÂsiÂdang. “Kok, lima orang terÂÂdakÂwa ini disidang dan diÂhukum. BahÂkan, sudah upaya huÂkum ke tingÂkat kasasi, tetap saja ditolak,†ujarnya.
Memang, kata Esmon, dalam laporannya, dia menyebut bahwa Jonlar menerima Rp 145 juta daÂlam beberapa tahap, dengan haÂraÂpan agar kasus itu tidak disiÂdang, serta pelaku pembalakan liar itu dibebaskan. Namun, EsÂmon tidak bisa menjelaskan, apaÂkah benar pernah terjadi transaksi uang kepada Jonlar.
“Itu yang mereka katakan ke saya dan saya samÂpaikan. Saya tidak pernah meÂlihat, mengalami atau meÂnyakÂsikan para terdakwa membeÂrikan uang itu,†ujarnya.
MKH sempat memberi penjeÂlaÂsan kepada Esmon, bahwa seÂseorang yang berani melaporkan hakim dan sebagai saksi ada perÂsyaratannya. Antara lain, harus menyaksikan kejadian, menÂdeÂngar dan mengalaminya. Esmon mengatakan, dia hanya perpÂanÂjangan tangan teman-temannya yang sudah dipenjara itu.
“Saya memang tidak melihat ada pemÂberian uang. Saya hanya meÂnyamÂpaikan. Kalau memang begitu, silakan majelis menghaÂdirÂkan para terdakwa untuk mengÂkonfrontir, apakah mereka memÂberi uang atau tidak,†ujarnya.
Jonlar menampik pernah bertemu para terdakwa. Dia juga membantah pernah menjanjikan akan membebaskan para terÂdakÂwa. “Soal uang itu, sama sekali tiÂdak ada. Saya pun heran meÂngaÂpa disebut-sebut mereka meneÂriÂma uang. Tidak tahu saya dariÂmaÂna asal muasalnya. Saya tidak perÂnah menerima uang,†tegasnya.
Menurut dia, para terdakwa diÂvonis bersalah karena Dinas KeÂhuÂtanan menyatakan bahwa kayu-kayu yang ditebangi terdakÂwa adalah kayu illegal dan meÂruÂpakan kawasan hutan lindung. “Itu saja dalilnya. Memang mereÂka bersalah di situ,†kata Jonlar.
MKH belum bisa membacakan putusan terhadap laporan terseÂbut. Menurut Majelis, laporan Esmon Walilo terhadap hakim JonÂlar Purba tidak valid dan maÂsih sangat prematur. Karena itu, MKH akan kembali menggelar sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan kesaksian para terdakwa secara langsung, untuk membuktikan apakah benar ada suap terhadap Jonlar.
MKH juga tidak begitu yakin dengan keterangan Esmon, seÂbab, vonis terhadap lima terdakÂwa dikeluarkan lima hakim PN Wamena yang kebetulan diketuai Jonlar, dengan suara bulat, tetapi mengapa hanya Jonlar yang diÂsaÂsar Esmon Walilo cs.
“Hari ini belum bisa diputus. Para terÂdakÂwa dihadirkan pada perÂsidangan berikutnya. PersiÂdangan diundur sampai Selasa 6 Desember 2011 pukul 9 pagi,†ujar Ketua MKH Imam Soebechi menutup sidang.
Dalam sidang MKH ini, Jonlar diduga melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan PeÂdoman Hakim. Dia direÂkoÂmenÂdasikan Badan Pengawas MahÂkamah Agung untuk diberhenÂtiÂkan tetap alias dipecat.
Sekadar mengingatkan, MKH terdiri dari empat unsur Komisi Yudisial (KY) dan tiga unsur MA. Tiga hakim MA adalah Imam Soebechi sebagai Ketua MKH, Hamdan dan Surya Jaya sebagai anggota MKH.
Sedangkan empat hakim dari KY adalah Imam AnsÂhori Saleh, Suparman MarÂjuki, Abbas Said dan Taufiqurrohman SyahÂruri seÂbagai anggota.
Pengawasan Hakim Tumpang Tindih
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Menurut Pengamat hukum Yenti Garnasih, regulasi pengaÂwasan hakim yang digodok legislatif dan eksekutif menjadi salah satu sumber keruwetan pengawasan hakim. Akibatnya, pengawasan terhadap hakim tidak efektif.
“Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal bagi hakim memang diberi kewenangan, tetapi sangat terbatas. Itu semua bermula dari Undang-Undang Komisi Yudisial,†ujar wanita yang kerap menjadi saksi ahli dalam sidang kasus pencucian uang ini, kemarin.
Menurut Yenti, jika memang serius melakukan kontrol terÂhaÂdap hakim, maka KY harus diÂberi kewenangan penuh dalam peÂngawasan, sehingga tidak perÂlu tumpang tindih dengan moÂÂdel pengawasan internal MA.
“Berikan kewenangan peÂnuh kepada KY untuk melaÂkuÂkan fungsi pengawasan. Tidak cuÂkup bagi KY hanya bersifat reÂkoÂmendatif. KY mestinya meÂmiliki kewenangan sampai meÂmutuskan. Jika itu dilakukan, maka pengawasan terhadap haÂkim akan lebih efektif,†ujarnya.
Dia mencontohkan, di bebeÂraÂpa negara, fungsi pengawaÂsan hakim dilakukan secara inÂdeÂpenÂden oleh sebuah lemÂbaga. Nah, lembaga itu berhak memuÂtuskan.
“Semisal di KroaÂsia, ThaiÂland dan ArgenÂtina. KY meÂreka itu tidak meÂreÂkoÂmeÂnÂdasikan, teÂtapi meÂmuÂtuskan,†tandasnya.
Dia menilai, pola pengaÂwaÂsan internal MA cenderung manÂdul karena ada perasaaan tak enak sesama korps kehakiÂman. “Itulah sebabnya mereka masih berusaha melindungi anggotanya yang bermasalah. Padahal, yang namanya pelangÂgaran kode etik dan perilaku haÂkim itu hampir pasti selalu berÂkenaan dengan tindak pidana. Jadi, tidak cukup hanya melalui MKH,†lanjutnya.
Yenti berkeyakinan, bila keÂweÂnangan pengawasan penuh tiÂdak diberikan kepada KY, maka masa depan pembaÂnguÂnan hakim yang bermartabat dan menjaga keluhuran serta keÂhormatannya akan terus terÂbengkalai.
“Kuncinya di legisÂlatif dan eksekutif dalam pemÂbuatan undang-undang. Harus ada kemauan untuk benar-benar memberikan fungsi pengaÂwaÂsan penuh kepada KY. Jangan ada tipu-tipu dan loby-loby yang mengeliminir fungsi seÂsungguhnya,†kata dia.
Kinerja Pengawasan Belum Profesional
Ahmad Yani, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR AhÂmad Yani menilai, pola peÂngaÂwasan hakim yang dilaÂkuÂkan Makamah Agung masih saÂngat minim dan tidak menimÂbulÂkan efek jera. “Pengawasan internal itu masih lemah. Belum efektif,†ujarnya, kemarin.
Menurut dia, kinerja pengaÂwaÂsan itu pun belum profeÂsioÂnal. Sebagaimana dilakukan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang menyidangkan hakim dengan rekomendasi pemberhentian tetap, tapi belum memiliki bukti dan data yang akurat.
“Itu menyangkut nasib dan hidup seseorang. Bagaimana bisa investigasi dan penyeliÂdiÂkan yang dilakukan bagian peÂngawasan internal Makamah Agung lemah dan tidak cukup bukti, namun sudah direkoÂmenÂdasikan untuk dipecat? Ini berÂbahaya, jangan sampai karena keÂteledoran pengawasan mereÂka, membuat nasib orang lain tak jelas,†ujar Yani.
Dia mengingatkan agar kerja pengawasan hakim benar-benar faktual dan berdasarkan bukti-bukti yang ril, bukan hanya berÂdasarkan laporan sepihak. Dari laporan itu, semestinya bagian pengawasan internal melakukan penyelidikan dan memastikan semua bukti-bukti secara akuÂrat, barulah bisa diÂrekoÂmenÂdaÂsikan ke MKH.
“Sebab, bila bukÂtinya lemah dan tidak dilakukan peÂnyÂeÂliÂdiÂkan secara profesional, bisa berÂakibat fatal dan itu bisa diÂkaÂteÂgoÂrikan error in persona,†ucapnya.
Yani mengingatkan, selain baÂgian pengawasan internal MA, Komisi Yudisial (KY) juga memiliki peran penting untuk meÂlakukan penyelidikan dalam tataran pengawasan hakim secaÂra eksternal. Dia berharap, fungÂsi pengawasan internal MA deÂngan fungsi pengawasan eksÂternal KY bisa berjalan seiring.
“Kalau pola kerja pengaÂwaÂsan internal MA masih tak proÂfesional, bukan tidak mungkin suatu saat nanti KY akan meÂngambil alih semua fungsi peÂngaÂwasan itu,†ujarnya. Sebagai anggota Komisi HuÂkum DPR, Yani berjanji akan mendorong diefektifkannya fungÂsi pengaÂwasan internal MA dalam rapat-rapat Komisi III. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47