Berita

agus condro/ist

Tony Wong Berharap Bisa Bernasib Sama seperti Agus Condro

SELASA, 01 NOVEMBER 2011 | 17:41 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

RMOL. Sama-sama sebagai whistleblower alias peniup pluit, Tony Wong berharap bisa bernasib sama seperti Agus Condro, mendapat pembebasan bersyarat. Tony Wong merupakan terpidana di Lapas Ketapang yang mengungkap kasus ilegal logging.

Menurut pengacara Tony, Dewi Aripurnamawati, saat ini proses pembebasan bersyarat untuk untuk kliennya masih menggantung. Alasannya, karena Kejaksaan dan Mahkamah Agung tidak mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Ada Perkara Lain  untuk Tony.

"Pak Tony Wong harusnya sudah memperoleh pembebasan bersarat pada 25 Oktober 2011 lalu. Namun, prosesnya menjadi gantung karena tidak adanya keterangan tidak sedang berperkara dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang dan Mahkamah Agung," kata Dewi beberapa saat lalu di Jakarta (Selasa, 1/11).


Tony Wong adalah pengusaha asal Ketapang, Kalimantan Barat yang membongkar praktek mafia ilegal logging di daerah itu pada tahun 2007. Praktek mafia ilegal logging itu melibatkan cukong asal Malaysia dan sejumlah pejabat, termasuk aparat kepolisian.

"Tapi Pak Tony Wong malah menerima perlakuan kriminalisasi oleh aparat hukum yang menaruh dendam. Klien kami dijerat pasal korupsi untuk perkara keterlambatan membayar uang Provisi Sumber Dana Hutan (PSDH) dan uang Dana Reboisasi (DR).  Ini perkara perdata, tapi dipaksakan masuk kasus korupsi, agar Tony Wong bisa segera ditangkap," jelas Dewi.

Awalnya, Tony divonis bebas oleh PN Ketapang pada 26 May 2008. JPU pun mengajukan kasasi ke MA. Kurang dari dua bulan sejak kasasi, MA menyatakan Tony bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta. Tak lama setelah vonis bebas dari PN Ketapang, Tony justru kembali diperkarakan. Ia dijerat polisi terkait kasus ilegal logging pula.

Menurut Dewi, kasus kedua itu sama sekali tak menyeret kliennya. Tony Wong yang baru keluar lapas Ketapang karena divonis bebas, langsung disambut  surat penangkapan oleh polisi. Selanjutnya proses hukum pun berjalan. Oleh majelis hakim PN Ketapang, Tony Wong divonis 10 bulan dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat.  Sementara di tingkat kasasi, MA mengganjar Tony dengan pidana 5 tahun dan denda Rp 10 juta sesuai putusan No.2280 K/Pid.Sus/2009 tanggal 29 Nopember 2010.

"Yang aneh adalah eksekusinya. Pak Tony Wong sudah menjalani hukuman pada kasus yang pertama selama 3 tahun lebih. Tepat tanggal 30 Mei 2011, tepatnya tujuh jam menjelang bebas, Kejari Ketapang mengesekusi vonis perkara kedua ini. Klien kami tidak menerima salinan aslinya dari putusan MA itu, hanya berupa fotocopy fax yang bersumber dari Pengadilan Tinggi Pontianak ," jelas Dewi lagi.

Setelah menjalani semua hukuman itu, terang Dewi, kini Tony Wong berupaya mendapatkan haknya untuk proses Pembebasan Bersyarat (PB). Sayangnya, kejaksaan kembali mengganjalnya dengan alasan Tony Wong masih memiliki perkara No 103/Pid.B/2004/PN.KTP tahun 2004 yang belum diputuskan MA.“Klien kami juga berperkara pada tahun 2004," kata Dewi.

Dalam perkara itu JPU menuntut 4 bulan penjara, namun majelis PN Ketapang dalam putusannya melepaskan terdakwa dari tuntutan hukum (On Recht Van Vervolging), memulihkan harkat dan martabat terdakwa seperti sediakala. Atas putusan ini, jelas Dewi, JPU mengajukan kasasi dengan Nomor Akta Kasasi 08/Akta.Pid/2004/PN. KTP dan berkas perkara tersebut telah dikirimkan oleh Pengadilan Negeri Ketapang ke Mahkamah Agung RI dengan surat pengantar No: W11.D8.HN.01.10-842, tanggal 29 September 2004.

"Hingga saat ini belum ada putusan dari MA, apakah terdaftar atau tidak, juga tak jelas, anehnya perkara tersebut juga tidak dapat kami temukan dari daftar 188 Perkara yang diajukan PN Ketapang ke MA dalam priode 2001-2011," tambahnya.

"Jadi dengan dalih perkara inilah, Kejari tidak bersedia memberikan surat keterangan tidak ada perkara lain untuk klien saya. Kan aneh, perkara tahun 2008 sudah divonis, tapi perkara tahun 2004 masih menggantung. Celakanya, daftar perkara ini tidak tercatat dalam website MA. Kami menduga, ada yang bermain dalam kasus ini agar klien kami tetap ditahan karena banyak pihak yang tidak nyaman akibat kasusnya dibongkar,” pungkas Dewi. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Demokrat: Tidak Benar SBY Terlibat Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:08

Hidayat Humaid Daftar Caketum KONI DKI Setelah Kantongi 85 Persen Dukungan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:57

Redesain Otonomi Daerah Perlu Dilakukan untuk Indonesia Maju

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:55

Zelensky Berharap Rencana Perdamaian Bisa Rampung Bulan Depan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:46

Demokrasi di Titik Nadir, Logika "Grosir" Pilkada

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:37

Demokrat: Mari Fokus Bantu Korban Bencana, Setop Pengalihan Isu!

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:35

Setoran Pajak Jeblok, Purbaya Singgung Perlambatan Ekonomi Era Sri Mulyani

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:14

Pencabutan Subsidi Mobil Listrik Dinilai Rugikan Konsumen

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:02

DPRD Pastikan Pemerintahan Kota Bogor Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:53

Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:50

Selengkapnya