Pernyataan Deputi
Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan)
Prof. Dr. Thomas
Djamaluddin dalam sidang itsbat penetapan 1 Syawal 1432 H kemarin (Senin,
29/8), telah menyinggung perasaan Muhammadiyah.
Dalam sidang yang dipimpin Menteri
Agama Suryadharma Ali dan dihadiri perwakilan sejumlah ormas Islam Indonesia
itu, Thomas meminta agar metode hisab yang digunakan Muhammadiyah dalam
menentukan awal bulan Hijriah diubah karena sudah usang.
Pernyataan tersebut tidak hanya
menyakiti warga Muhammadiyah, tetapi juga disinyalir berdampak tidak baik dalam
konteks kerukunan umat di Indonesia. Apalagi, fakta membuktikan, sebagaimana
banyak diberitakan, bahwa hampir 50 negara merayakan Idul Fitri hari ini
(Selasa, 30/8). Dan hanya empat negara yang merayakannya di hari Rabu.
"Saya khawatir, wibawa
dan kredibilitas pemerintah menjadi rusak karena telah 'menyewa' Thomas
sebagai konsultan dalam sidang itsbat kemarin,†ujar dosen Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Saleh Partaonan Daulay, kepada Rakyat
Merdeka Online beberapa saat lalu.
Saleh yang juga Ketua Umum PP Pemuda
Muhammadiyah itu sedang berada di Swiss untuk menjadi khatib dalam shalat Ied
di KBRI Swiss yang dilaksanakan hari ini.
Meskipun pemerintah Indonesia telah
menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu besok (31/8), namun hampir
semua kantor perwakilan Indonesia yang ada di negara-negara sahabat, baik yang
berada di kawasan Timur Tengah, Eropa, dan Asia juga Afrika, pun Amerika,
menyelenggarakan shalat Ied di hari Selasa.
“Mereka semua adalah pejabat negara.
Bila KBRI saja tidak percaya pada pendapat pemerintah (Kementerian Agama),
bagaimana pemerintah mau dipercaya oleh masyarakat biasa", kata Saleh.
Selain itu, sebagai peneliti Lapan,
Thomas seharusnya juga mengikuti diskusi di kalangan peneliti astronomi internasional
di banyak mailing list dan group melalui multi media. Dengan begitu, cakrawala
berpikir yang dimiliki Thomas menjadi lebih luas. Apalagi, informasi tentang
penetapan 1 Syawal banyak diberitakan di situs-situs resmi internasional.
"Jangan mentang-mentang profesor
astronomi, lalu merasa pendapatnya pasti benar. Kalau dia menganggap paling
benar, lalu apakah semua profesor lain di negara-negara lain yang menyatakan 1
Syawal adalah hari Selasa jadi salah?" sambung Saleh.
Sesungguhnya, sambung Saleh lagi, Muhammadiyah
tidak pernah mempersoalkan dan menyalahkan pihak manapun yang menetapkan 1
Syawal jatuh pada hari Rabu. Namun, pendapat Muhammadiyah juga perlu dihormati.
Salah satu cara menghormatinya adalah dengan tidak mengungkapkan
kalimat-kalimat yang tidak cerdas seperti yang disampaikan Thomas.
"Dan perlu diketahui bahwa cara
Muhammadiyah dalam menetapkan 1 Syawal sudah dipraktikkan selama 100 tahun. Dan
ternyata, metode itu telah terbukti benar sejalan dengan penemuan perkembangan
teknologi astronomi modern. Dengan demikian, tidak ada yang perlu dirubah.
Satu-satunya yang perlu diubah adalah cara Thomas Djamaluddin dalam
menyampaikan pendapatnya,†demikian Saleh. [guh]