Berita

ilustrasi/ist

Media Asing: Kemiskinan Indonesia Bisa Mengulangi Sejarah

SABTU, 06 AGUSTUS 2011 | 11:45 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Urusan data penduduk miskin di Indonesia mulai disindir media asing. Sindiran itu terlihat begitu nyata antara lain dalam laman blog Bayan mingguan The Economist edisi terakhir, misalnya, sebuah artikel berjudul Indonesia's Poverty Line - To Make A Million People Unpoor (Garis Kemiskinan Indonesia - Membuat Satu Juta Orang Tidak Miskin).

“Apakah ada manusia yang dapat hidup dengan 1 dolar AS per hari, dan tidak dianggap miskin? Menurut pemerintah Indonesia itu dapat dilakukan.” Begitu kalimat sinis pembuka artikel yang ditulis jurnalis berinisial JC itu.

Si penulis menyoroti data terakhir yang dikeluaran Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Juli 2011 yang menyebut bahwa dalam tahun 2011 ini ada satu juta orang yang keluar dari perangkap garis kemiskinan dengan pendapatan per kapita sebesar Rp 233.740 per bulan, atau setara dengan kurang dari 28 dolar AS.

Menurut data BPS itu hanya sekitar 12,5 persen orang Indonesia, atau sekitar 30 juta jiwa yang dapat diklasifikasi sebagai orang miskin. Jumlah ini turun dari jumlah tahun lalu sebesar 31 juta jiwa. Disebutkan juga bahwa jumlah penduduk miskin akan berkurang walau pemerintah menaikkan garis kemiskinan menjadi sebesar 2,6 dolar AS tahun ini.

Secara tersirat, JC sang penulis, menilai Indonesia adalah ironi. Di satu sisi mengalami pertumbuhan hingga 7 persen pada tahun ini, disukai oleh para pemain modal asing, dan merupakan anggota G-20. Namun di sisi lain, sejumlah indikator pembangunan menempatkan Indonesia berada pada posisi yang sama dengan negara-negara sub-Sahara di Afrika.

Garis kemiskinan Indonesia begitu kompleks dan rumit, ditentukan dari pengeluaran masyarakat miskin untuk dapat mengkonsumsi makanan yang memiliki 2.100 kalori per hari. Juga dikaitkan dengan berbagai kebutuhan lain di luar makanan, seperti perumahan, pakaian, pendidikan dan kesehatan.

Garis kemiskinan dibangun sebagai angka rata-rata, sementara pada kenyataannya harga kebutuhan begitu bervariasi antara kelompok masyarakat perkotaan dan pedesaan, antara daerah-daerah kaya seperti Jakarta dan daerah terpencil dan miskin seperti di NTT.

Walaupun bukan merupakan angka resmi, namun patut dipertimbangan bahwa pada kenyataannya ada sekitar 100 juta orang Indonesia yang berusaha hidup dengan 2 dolar AS per hari. Ini artinya, ada tiga kali lebih banyak orang miskin daripada yang diumumkan pemerintah sebagai data resmi.

Angka ini diperolah dari perhitungan kemampuan daya beli. Juga ada cara lain untuk mengukut kemiskinan yang tampak nyata itu: hanya 55 persen anak-anak miskin Indonesia yang menyelesaikan pendidikan setingkat SMP.

Artikel itu juga menyoroti fenomena menyedihkan di tengah kemiskinan yang merajalela itu. Hypermarket tumbuh subur dan memanjakan kelompok kelas menengah. Konsumsi dalam negeri meningkat, ekspor bahan mentah termasuk timah, tembaga, batubara dan minyak sawit juga meningkat. Nilai investasi asing pun begitu. Semuanya membuat Indonesia sepintas tampak lebih baik dibandingkan awal 1990an.

Namun fenomena gelembung ekonomi itu tentu saja menyimpan ancaman karena ia terjadi di tengah samudera kemiskinan. Pada bagian akhir, artikel itu mewanti-wanti kemiskinan yang melebar ini dapat menjadi pemicu perubahan sosial.

“But another kind of history might repeat itself too, brought on by a new generation of poor Indonesians who see themselves left out of the party,” JC mengakhiri tulisannya. [guh]    


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya