Berita

rmol

Dunia

TAWANAN PERANG

Korban Polisario Lanjutkan Aksi Duduk di Dekat Jalan Sukarno

MINGGU, 03 JULI 2011 | 05:58 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Ternyata, kelompok lelaki yang terlihat lelah itu belum menghentikan aksi duduk di depan gedung Parlemen di Jalan Muhammad V, di Rabat, ibukota Maroko. Tak jauh dari Jalan Sukarno.

Sabtu siang waktu Maroko (2/7), adalah hari ke-40 mereka menggelar demonstrasi dengan cara berkumpul di sepanjang plaza yang membelah ruas jalan di depan gedung Parlemen. Ada yang duduk berkelompok, ada pula yang berbaring di bawah bayangan pohon palm yang berjejer rapi.

Masyarakat yang melintasi Jalan Muhammad V, baik di sisi gedung Parlemen maupun di sisi Hotel Balima sudah menganggap demonstrasi itu sebagai hal yang biasa saja.

Berbagai spanduk dibentangkan ke arah gedung Parlemen. Di antara spanduk-spanduk itu ada yang bertuliskan, “We love our King. We want our rights”. Beberapa spanduk lainnya dituliskan dalam bahasa Prancis dan Arab. Bendera Maroko dan gambar Raja Muhammad VI ikut dipajang di antara spanduk-spanduk tersebut.

Mereka adalah mantan tawanan perang ketika Kerajaan Maroko menghadapi kelompok separatis Polisario yang didukung Aljazair pada pertengahan 1970an. Pada 1991, atas inisiasi PBB, kedua kubu yang bertikai sepakat menghentikan baku tembak. Namun demikian, banyak tawanan perang dari Maroko yang tetap ditawan di Tindouf. 

Konflik antara Maroko dan Polisario-Aljazair terjadi menyusul pengunduran diri Spanyol pada 1975 dari wilayah selatan Maroko, Sahara, yang mereka kuasai sejak 1884. Pendudukan Spanyol atas Sahara merupakan salah satu hasil Konferensi Berlin. Dalam konferensi itu negara-negara besar di Eropa sepakat membagi-bagi wilayah Afrika untuk menghindarkan perang sesama mereka.

Adapun Prancis awalnya kesulitan menghadapi perlawanan dari wilayah utara Maroko. Prancis baru berhasil menduduk wilayah utara Maroko setelah Perjanjian Fez ditandatangani pada 1912. Dalam Perjanjian Fez itu disebutkan bahwa Maroko berada di bawah perlindungan Prancis.

Pada tahun 1956 Prancis meninggalkan wilayah utara Maroko. Sementara Spanyol baru angkat kaki menyusul kekisruhan internal di dalam negeri mereka yang menurut ahli politik Amerika Serikat, Samuel P Huntington, menandai mengawali gelombang demokrasi ketiga di abad modern.

Setelah Spanyol mengundurkan diri pada 1975, para pejuang Maroko di wilayah selatan yang selama masa kolonial mendapatkan bantuan dari saudara mereka di utara berusaha memisahkan diri. Dalam perjalanan konflik di antara dua kelompok bersaudara ini, Aljazair melibatkan diri dan memberikan perlindungan kepada Polisario. Sebuah kamp disediakan Aljazair untuk menampung kelompok separatis Maroko. Kamp itu terletak di Tindouf, di selatan Aljazair, dekat dengan garis perbatasan kedua negara.

Di kamp Tindouf itulah kelompok lelaki yang sampai tadi dengan setia menggelar aksi duduk di depan gedung Parlemen pernah mendekam sebagai tawanan perang. Beberapa dari mereka baru bebas setelah hidup di balik terali besi selama 25 tahun.

Sebagian dari mereka adalah tentara Maroko. Sementara lainnya adalah warga sipil yang awalnya turut melarikan diri ke Tindouf, namun belakangan menyadari bahwa kelompok yang mereka ikuti ternyata hendak memisahkan diri.

Ifteri Zizeli dan Abdelkader Larouich adalah dua di antara mantan tawanan perang yang ikut dalam demonstrasi itu.

Keduanya disekap Polisario selama 25 tahun. Bedanya, Ifteri Zizeli yang lahir di Kasablanka menghabiskan 25 tahun itu di Tindouf. Adapun Abdelkader Larouich yang berasal Salle sempat dipenjara di ibukota Aljazair, selama 18 tahun.

Keduanya ditawan pada 1977 dan baru meninggalkan Tindouf setelah bertemu Palang Merah Internasional pada tahun 2002.

“Kami tidak akan menghentikan aksi ini sampai pemerintah memenuhi permintaan kami,” ujar Abdelkader Larouich kepada Rakyat Merdeka Online dalam bahasa Inggris yang patah-patah.

Permintaan mereka hanya satu, yakni kompensasi selama mereka menjadi tawanan perang. Menurut Abelkader setidaknya ada 1.200 mantan tawanan perang di Tindouf.

“Kami berjuang untuk negara, dan kami minta perjuangan itu diakui,” ujarnya lagi.

Hal lain yang mereka inginkan adalah pengakuan karier militer. Keduanya tak banyak meminta. Ketika ditangkap pasukan Polisario dan Aljazair, Ifteri Zizeli dan Abdelkader Larouich masih berpangkat setingkat prajurit dua. Setidaknya, menurut Abdelkader Larouich, kini mereka pantas pensiun dengan pangkat setingkat prajurit kepala.

“Kami mencintai negara kami. Kami mencintai Raja kami. Tapi kami ingin negara kami memberikan kompensasi,” demikian Abdelkader Larouich. [guh]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya