RMOL. Evaluasi izin sembilan perusahaan untuk memproduksi bahan peledak merupakan program prioritas industri pertahanan.
Demikian diungkapkan MenÂteri Pertahanan, Purnomo YusÂgianÂtoro kepada Rakyat MerÂdeka, di kantornya Jalan Merdeka BaÂrat, Jakarta, kemarin.
Purnomo mengungkapkan, arah kebijakan pertahanan untuk memberdayakan potensi sumber daya alam dan manusia dalam negeri, sehingga bisa bangkit dan berdaulat.
“Kebijakan itu termasuk dalam prioritas kabinet bahwa industri pertahanan menjadi prioritas,†papar Purnomo.
Menurut bekas Menteri ESDM itu, kementerian yang dipimpinÂnya tidak main-main dalam usaha memberdayakan industri pertahaÂnan dalam negeri.
“Makanya kami memberikan order kepada PT Dirgantara IndoÂnesia dan PT Pindad beberapa jenis alutsista yang bisa diproÂduksi oleh kedua perusahaan terÂsebut,’’ ujarnya.
Kemudian melakukan evaluasi izin produksi bahan peledak untuk sembilan perusahaan, yakni PT Dahana, PT Pindad, PT Aneka Gas Industrial, PT ArÂmindo Prima, PT Trivita Perkasa, PT Tri Daya Esta, PT Asakarya Multi Pratama dan PT Maxix.
Berikut kutipan selengkapnya; Apa tujuan evaluasi periziÂnan ini?Kebijakan itu merupakan tugas dan tanggung jawab kami untuk memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap produksi bahan peledak. Sebab, regulasiÂnya dari kami.
Soalnya banyak penyalahguÂnaan bahan peledak, terutama keÂgiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Ke depan kita akan melakukan pengawasan yang lebih ketat lagi.
Walaupun sudah ada institusi yang langsung ke masalah operaÂsional, tetapi dari segi regulasi dan pemberian izin, proses ini haÂrus melewati kita terlebih dahulu. Sebab, izin lewat kami, maka kami perlu melakukan pengawaÂsan dan pembinaan kepada semÂbilan perusahaan itu.
Kenapa kebijakan itu diteÂrapÂkan sekarang?Kami melihat ini sebagai seÂbuah dinamika dan perubahan kegiatan, seperti peningkatan kebutuhan di luar militer, yaitu di sektor pertambangan. Artinya, keÂbutuhan meningkat dan harga batu bara meningkat. Selain itu keÂÂbutuhan eksplorasi juga meÂningÂkat, sehingga kebutuhan baÂhan peledak meningkat juga.
Di sisi lain, suplainya bahan baku kurang, tetapi kebutuhan banyak. Kita juga ingin memÂbatasi impor, sehingga kalau bisa mengoptimalkan dan maksimalÂkan suplai bahan peledak dari daÂlam negeri.
Kami bisa membuka kesemÂpaÂtan bagi mereka yang ingin inÂvestasi di situ. Itu yang kami maksud industri pertahanan menÂsupport perekonomian.
Bagaimana dari sisi keaÂmaÂnan?Banyak penyalahgunaan bahan peledak, sehingga perlu dilakuÂkan pengawasan. Dulu pengawaÂsan itu tetap dilakukan, tetapi seÂkarang keadaannya berbeda. Ada peningkatan kegiatan teror mengÂÂgunakan bahan peledak.
Makanya saya instruksikan untuk mengembangkan industri bahan peledak karena kita butuh pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain kita meningkatkan peÂngaÂwasannya.
Bukankah bahan baku dari dalam negeri masih kuÂrang?Kebutuhan meningkat, tetapi peÂmenuhan bahan baku dari daÂlam negeri tetap ada. Misalnya kita akan membangun suatu pusat bahan peledak di Subang, Jawa Barat yang dilakukan PT Dahana. Ini sudah saya resmikan.
Tidak hanya itu, di daerah KaliÂmantan Timur sudah kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan baÂhan baku dari dalam negei. ArtiÂnya semaksimal mungkin kita menggunakan bahan dari dalam negeri.
Apa kita tidak impor lagi untuk industri pertahanan?Kami merencanakannya untuk jangka panjang seperti itu. Tapi selama kita masih kurang, kita harus mencari dari tempat lain.
Bagaimana revitalisasi inÂdusÂtri alutsista?Saya kira sekarang sudah banyak sekali perkembangannya. Sebab, kita menganut prinsip kalau bisa dibuat di dalam negeri, tidak perlu impor.
Urutannya arah revitalisasi ini adalah kalau bisa produksi dalam negeri, join production, transfer of technology dan off set, impor dengan off set.
Kalau kita sudah mampu, kita bisa ekspor. Contoh sistem Off set seperti Korea Selatan, menjual T-50 kepada Indonesia, lalu kita menjual CN-235 kepada Korea Selatan.
Apa cukup signifikan hasilÂnya?Alhamdulillah kita bisa bangga dengan produk alutsista kita. Sebab, beberapa negara sudah memesan alat-alat alutsista dan panser kita yang sudah diakui PBB. Contohnya Timor-Timor meÂÂÂÂmesan kapal patroli kita, Brunei Darussalam ingin memÂbeli panser kita, Malaysia sudah teken kontrak untuk memasarkan senjata buatan Indonesia.
Selain itu, Filipina akan memÂbeli kapal LPD (Landing PlatÂform Dock) buatan kita, yaitu sejenis kapal angkut pasukan dan pengangkut alustita.
Apa Anda yakin kondisi ini bisa dikembangkan?
Saya yakin langkah yang kita lakukan ini bisa berhasil untuk menciptakan industri pertahanan Indonesia yang berdaulat. Tapi saya minta kepada masyarakat untuk bersabar dalam proses ini. Saya rasa proses ini tidak bisa berjalan satu-dua tahun, tetapi proÂses ini sangat panjang. MisalÂnya, membuat kapal KCR (kapal cepat rudal) memerlukan waktu sampai 2 tahun.
Kenapa Anda begitu yakin?Keyakinan saya ini cukup raÂsional, karena pemerintah sudah mendukung kebijakan ini, deÂngan mengalokasikan APBN untuk industri pertahanan. MisalÂnya presentasi membeli alutsista kita besarkan, presentase itu yang akan kita dorong ke produksi dalam negeri.
[rm]