BERUSAHA dong, jangan minta terus! Taunya hanya minta!
Kata-kata seperti ini pasti pernah Anda dengar. Dan dapat dipastikan pula, kata-kata semacam itu keluar dari seseorang yang kaya lagi bakhil. Dia tak rela hartanya berkurang bila membantu orang lain yang sedang membutuhkan. Nasir ternyata punya prinsip yang sama dengan di atas. Bedanya, Nasir bukanlah orang gedongan yang tinggal di kawasan elit.
“Anak saya tujuh. Paling tua kelas 6 SD. Dan yang paling kecil umur satu tahun. Saya ngontrak,” tutur Nasir saat ditemui Matahati di sebuah masjid tidak jauh dari rumahnya di jalan Haji Ung, Cempaka, Jakarta Pusat, Kamis, pekan lalu.
Hadits Nabi yang menyebutkan bahwa orang yang meminta-minta di dunia, di akhirat nanti saat bertemu dengan Allah tanpa sekarat daging, sangat terpatri di sanu barinya. Dari itulah dia berprinsip, jangan sampai mengemis. Karena baginya, kalau terus meminta kapan bisa berbagi kepada orang lain.
“Islam itu mengharamkan mengemis. Makanya saya berusaha. Biar sesusah apa pun, saya tak mau minta,” tegasnya mantap sambil didampingi salah satu putranya, Anas Abdul Malik.
Untuk soal kerjaan, lelaki kelahiran Jakarta ini memang tak berhenti bekerja. Dalam penuturannya, sejak pagi hingga sekitar pukul 14.00 WIB dia bekerja di percetakan Uswatun Hasanah, di komplek PP. Muhammadiyah, Menteng Jakarta Pusat. Selepas itu, dari pukul 17.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB dia melanjutkan profesi lainnya, mengajar rumah ke rumah. Sambil mengajar baca tulis al-Quran, dia juga berjualan majalah dan obat herbal kepada anak didiknya.
“Kalau hari Jumat, saya diberi kelonggaran dari percetakan, jadi tidak full (bekerja) seperti biasanya. Karena saya juga rutin jadi khotib Jumat,” ujar alumnus Sekolah Teknik Mesin (STM) 14 yang sekarang berubah nama jadi STM 54 Kemayoran, Jakarta Pusat. Karena sekarang jadi mubaligh, STM kemudian ia plesetkan jadi Sekolah Teknik Mubaligh.
“Terus terang, memang saya tidak nurut orangtua. Waktu saya masih di SMP, saya diamanahi masuk SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Tapi karena pengaruh teman, saya memilih STM. Supaya kelihatan macho. Eee, benar larinya ke ngajar juga,” akunya sambil mengatakan pendidikan keluarga dan belajar sendiri jadi modal baginya untuk terjun ke dunia dakwah.
Sebelum menjalani rutinitasnya saat ini, Nasir juga sempat bekerja di berbagai perusahaan dengan sistem kontrak. Menjalani jual-beli usaha donat juga pernah ia lakukan. Namun, untuk yang terakhir ini terpaksa harus kandas di tengah jalan seiring harga premium naik pada pertengahan 2008 lalu. Meski tidak mau mengemis, Nasir mengaku tetap membutuhkan pertolongan orang lain, tapi dengan cara utang. Cara inilah yang ia pilih saat akan menambahi modal istrinya berjualan baju.
“Yang saya dapat kemarin dari LAZISMU itu untuk modal usaha. Jadi saya wajib mengembalikannya. Meski diberi kelonggaran, kapan dapat uang baru dibayar. Jadi bantuan dari LAZISMU sangat membantu,” akunya.
Meski demikian, dia menambahkan, usaha istrinya ini tersendat. Karena tidak sedikit pelanggan yang melarikan diri tanpa membayar utang baju sebelum lunas.
Salurkan zakat, infaq, sedekah, dan donasi lainnya melalui LAZISMU dengan nomor rekening: BCA(Zakat:8780040077,Infaq:8780040051), Mandiri(Zakat:123.000.5117.405, Infaq:123.000.5117.371), Syariah Mandiri (Zakat :009.0033333, Infaq: 009.0066666). Layanan jemput Zakat melalui Customer Care, M. Nurul Ikhsan (085852615102) atau Kantor LAZISMU (021-31 50 400).
[adv]