Pentingnya Menjalin Silaturrahim

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/tatang-muttaqin-5'>TATANG MUTTAQIN</a>
OLEH: TATANG MUTTAQIN
  • Senin, 18 Juli 2016, 09:38 WIB
Pentingnya Menjalin Silaturrahim
KEINDAHAN ajaran Islam terpancar dari perintah untuk umatnya senantiasa menebar kasih dan kedamaian dengan mengucapkan salam setiap bertemu. Pesan kedamaian ini sekaligus merupakan harapan dan do’a yang dipanjatkan kepada Sang Maha Pengasih dan Penyayang untuk keselamatan dan kesentausaan sesamanya.

Harapan ini menjadi pintu pembuka bagi seorang muslim untuk bisa meraih ridhaNya sebagaimana terekam dalam sabda Baginda Nabi SAW: "Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambungkanlah tali silaturahim, dan dirikanlah salat pada malam hari ketika manusia tertidur, niscaya kamu masuk surga dengan selamat." (HR Bukhari).

Dengan memulai pesan perdamaian dan mengejawantahkannya lewat berbagi pada sesama dan menyambungkan tali silaturahim akan menjadi modal awal yang penting untuk menjadi "pembersih" batin ketika menghadapnya lewat shalat malam sehingga keempatnya mematri bersanubari dalam hati secara tulus dan kokoh yang mampu mengantarkan ke surga-Nya, insya-Allah.

Selanjutnya, kita juga Islam tentu sangat akrab dengan sabda Baginda Rasulullah yang sering disampaikan oleh para pengkhotbah bahwa silaturahim bisa memperluas rizki memperpanjang umur: "Belajarlah dari nenek moyangmu bagaimana caranya menghubungkan silaturahim, karena silaturahim menumbuhsuburkankecintaan dalam keluarga, meluaskan rezeki, dan menunda kematian." (HR Imam Tirmidzi).

Silaturahim akan meningkatkan intensitas komunikasi yang menghantarkan kehangatan dan cita kasih sehingga mampu meningkatkan sharing informasi dan saling percaya (trust). Perpaduan informasi dan saling percaya akan mampu memudahkan terjadinya kerja sama yang saling memperkuat dan bersinergi dalam melipatgandakan rizki yang dalam ilmu social dikenal dengan modal social yang mempercepat akumulasi modal ekonomi.

Silaturahim dan interaksi juga terbukti mampu membuat orang semakin bahagia sehingga berpotensi memperpanjang usia harapan hidup sebagaimana dibuktikan oleh studi Berkman & Syme (1979) yang mendedahkan bahwa beragam riset menunjukkan pribadi yang rajin bersilaturahim yang dikuantifikasi dengan "luasnya jejaring" (networks) berkecenderungan "hidup lebih lama" karena interaksi, komunikasi dan dukungan sosial mampu menambah kebahagiaan dan kesehatan.

Selanjutnya, peningkatan rizki atau pendapatan sudah banyak juga ditopang oleh beragam studi sebagaimana dilakukan Boxman, De Graaf, Flap, Putnam, Fukuyama dan sewidak peneliti dunia lainnya. Itulah kemudian yang dalam kajian ilmuwan sosial dikenal dengan modal sosial (social capital). Penegasan konsep modal sosial merujuk sosiolog, Coleman (1987) dan Bourdieu (1986).

Konsep dan kerangka mereka berdua dioperasionalisasikan oleh Putnam dengan menelisik perbedaan kemajuan masyarakat Italia di sebelah utara dan sebelah selatan yang mengerucut pada konklusi social capital as those features of social life networks, norms and trust that enable participants to act together more effectively to achieve their objectives.

Praktik yang sederhana adalah bagaimana efisiennya transaksi miliaran per hari di pasar Glodok tanpa menggunakan dokumen kontrak yang rumit sebagaimana kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah misalnya.

Mereka bisa menyerahkan uang miliaran sesama pedagang karena sudah saling percaya (trust) yang memungkinkan mampu melayani paripurna alias barang yang tak ada bisa dipesan besoknya dan segera diorder dari Singapore lewat teman-temannya yang sedang membeli barang sejenis dalam porsi grosiran sehinggan menghemat banyak waktu dan biaya karena tersedianya jejaring (networks).

Disinilah Islam menekankan pentingnya mengorganisasi diri (jamaah) dengan menunjuk pemimpin karena akan mampu memberikan nilai tambah yang luar biasa dibanding pergerakan individual (munfarid). Gerakan sosial keagamaan sejak zaman awal Islam selaras dengan semangat ini sehingga mampu membangun kekhalifahan di berbahan belahan dunia, dan ketika tren negara bangsa mendominasi gerakan sosial keagamaan ini tak peranh pudar bermetamorfosa dalam beragam ekspesi sosial, politik, ekonomi dan filatrofika muslim.

Kebersamaan ini juga menggelora dalam semangat Pan Islamisme-nya Al-Afghany atau gerakan persyarikatan dagang berbalut Syarikat Dagang Islam di tanah air.Semuanya sekalipun belum berhasil mematrikan kekuataan sejati "jamaah" namun telah meningkatkan kemampuan umat dalam beragam aspek kehidupannya setelah lama didera "masa kegelapan."

Semangat tersebut terus perlu digelorakan dengan ragam kreasi yang sesuai dengan tantangan dan perkembangan zaman tanpa melepas semangat dasarnya sebagaimana ditorehkan dalam mutiara hikmah para cendekiawan muslim dengan jargon Al-Muhafadzah 'ala al-qadim al-shalih waa akhdu bi al-jadid al-ashlah: Senantiasa merawat legacy yang baik dan berpikir keras untuk membuat inovasi yang lebih baik.

Persaudaraan Insani

Di samping jejaring intra-umat Islam, kita juga diperintah untuk bersilaturahim dengan sesama manusia sebagaimana pesan Ilahi: "Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal" (al-Hujuraat: 13).

Di dalam praktek kemasyarakatan, kerja bersama berbasis keswadayaan dilakukan dalam konteks norma dan nilai kultural yang umumnya didominasi kelompok keagamaan atau juga geografis seperti kerukuntetanggaan (burt huis), di mana kita tinggal. Muslim yang baik harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan norma di mana mereka tinggal karena sejatinya norma bersama merupakan hukum yang patut dipatuhi (al-aadat al-muhakamah). Di sinilah, relevansi di mana bumi diinjak, di sana langit dijunjung sehingga sebagai mayoritas mampu mengayomi dan sebagai minoritas mampu menghormati.

Jika prinsip tata kemasyarakat tersebut dipegang dengan baik dengan tetap menjalani keyakinan masing-masing sebagai hak personal yang sangat dijunjung tinggi, maka keragaman dan perbedaan tidak lantas menghambat intensitas interaksi.  Intensitas komunikasi dan voluntaritas kerja bersamaakan memperkuat saling percaya dan meningkatkan kohesifitas jejaring sehingga mampu menyebar ilmu dan informasi, menggetuktularkan inovasi dan mendifusikan nilai-nilai sosial dan juga mampu menghasilkan aksi bersama yang akan menguntungkan semua pihak karena akan mampu memperkuat norma dan sanksi sosial agar tak memperluas peluang "penumpang gelap" (free-rider).

Efisiensi akan memurahkan biaya "makelar" sehingga memberi nilai tambah (rizki) dan jejaring saling percaya akan melahirkan kenyamanan yang mampu meningkatkan kesehatan jiwa, tak mudah stres dan berpotensi panjang umur. Insya-Allah. [***]

Penulis adalah peneliti di The Inter-university Center for Social Science Theory and Methodology (ICS), University of Groningen, The Netherlands.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA