"Apalagi Indonesia sudah masuk target
proxy war," kata politikus senior Rachmawati Soekarnoputri dalam keterangan beberapa saat lalu (Selasa, 19/4).
Menurut Rachmawati, kabar kedatangan dan pertemuan pemerintahan Jokowi dengan Partai Komunis China menajdi tanda bahwa pendulum politik Indonesia sedang bergerak kekiri dengan msknya modal China. Sementara pernyataan Luhut Pandjaitan bahwa tidak akan memaafkan peristiwa 1965 menjadi tanya.
"Pernyataan memaafkan kepada dan oleh siapa?" ungkap Rachma.
Menurut Rachmawati, jika menilik pidato Nawaksara Bung Karno, terjadinya Gerakan Satu Oktober (Gestok) 1965 karena tiga faktor. Yaitu kelihaian neo-kolonialisme dan neo-imperialisme (nekolim); keblingernya pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI); dan adanya oknum-oknum dalam negeri yang tidak beres, atau dalam hal ini yang menajdi "our local agent" dan "our local army friend."-
Sejak 1965 dan sepeninggalnya Bung Karno 1970, sambung Rachmawati, Indonesia hanya menjadi ajang tarik menarik antara kekuatan kanan kapitalisme dan kekuatan kiri komunisme. Setelah itu, intelijen Indonesia pun hanya mengindikasikan bahaya latent "Eka" atau ekstrim kanan yang ditujukan kepada Islam politik, dan bahaya laten "Eki" atau ekstrem kiri yang ditujukan pada komunisme.
"Padahal justru bahaya Nekolim dengan kapitalisme yang menjadi musuh Nasakom dan terbukti, pasca 1965 sampai dengan rezim proxy menjadi
state capitalism berkolaborasi dengan
corporate capitalism. [ysa]