Hari ini, Pemprov DKI Jakarta langsung melayangkan surat peringatan pertama (SP-1) kepada warga yang tinggal di Kalijodo. Surat itu merupakan keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok usai melakukan rapat dengan instansi terkait. Artinya, setelah SP-1 keluar, maka dalam waktu 11 hari Kalijodo akan dibongkar. Nah, sisa waktu itu merupakan kesempatan warga untuk pergi atau membongkar sendiri bangunan yang dianggap Ahok berdiri di atas RTH.
"Kalau tak membongkar sendiri juga, maka kami bantu bongkar (ditertibkan)," ujar Ahok usai rapat koordinasi di Mapolda Metrojaya, Jakarta, kemarin.
Menilik ke belakang, Kalijodo sudah ramai sejak masa kolonial Belanda, di tahun 1600 daerah pinggiran Kali Angke itu menjadi tempat etnis Tionghoa mencari wanita. Sejarawan JJ Rizal menyebut Kalijodo berasal dari kata 'Kali dan Jodo'. Kali yang berarti sungai, merujuk pada Kali Angke yang memang ada di lokasi itu. Sementara kata 'Jodo' berasal dari tradisi pencarian jodoh yang memang kerap dilakukan di lokasi tersebut.
Memasuki abad 20, Kalijodo berkembang sebagai tempat hiburan yang tidak hanya diincar para pria asal etnis Tionghoa. Kalijodo yang dekat dengan pelabuhan menjadi tempat hiburan bagi para kuli pelabuhan saat kapal bersandar di Sunda Kelapa. Lama kelamaan, Kalijodo terkenal sebagai daerah pelacuran. Apalagi setelah pemerintah menutup lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak pada 1999, Kalijodo mendadak tenar.
Momentum penggusuran Kalijodo itu sebenarnya diawali pada kejadian kecelakaan maut pengendara mobil Fortuner dengan pengendara sepeda motor yang menewaskan empat orang di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, awal bulan ini. Ternyata, pengendara Fortuner itu mengaku sedang dalam kondisi mabuk usai minum bir di tempat hiburan malam kawasan Kalijodo, Jakarta Utara. Nah setelah itulah, ramai wacana penggusuran tempat itu.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menyatakan, Ahok seperti tidak ingin ketinggalan momentum soal prostitusi untuk mengubah Kalijodo menjadi RTH. Padahal, program RTH sudah ada sejak tahun 2002. "Mumpung masih ada momentumnya, jadi buru-buru digusur," ujar Nirwono, kemarin.
Sebenarnya, bukan prostitusi yang ingin dihilangkan oleh pemerintah. Tetapi, penggusuran Kalijodo yang terbilang sulit. Dalam hal ini, Nirwono menyebut pemerintah dan warga Kalijodo dalam hal ini sama-sama kosro alias ngawur.
Dia menganggap pemerintah membiarkan Kalijodo menjadi tempat prostitusi dan tidak menegakkan aturan RTH yang sudah ada sejak tahun 2002. Sedangkan warganya, dianggap tidak peduli lingkungan dan keukeuh tinggal di daerah rawan banjir. "Jadi, kita komitmen dulu pemerintah sama warga Jakarta mau ngga bebas banjir. Kalau mau, keduanya jangan kosro dong," terangnya.
Menurutnya, kedua pihak harus win-win solution, dalam bersikap saat penggusuran Kalijodo. Pemerintah, harus memperhatikan betul warga Kalijodo seperti pemberian rusun, pekerjaan dan program anak di kawasan itu. "Warga Kalijodo harus disebar 3-5 rusun. Soalnya, kalau ngumpul di satu tempat bisa buat bisnis serupa lagi," katanya. ***
BERITA TERKAIT: