MENCEGAH KONFLIK KEAGAMAAN (4)

Tokoh Agama Jangan Memprovokasi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 04 Desember 2015, 09:49 WIB
Tokoh Agama Jangan Memprovokasi
NASARUDDIN UMAR:NET
SALAH satu kunci dalam struktur masyarakat (key structures) adalah tokoh agama, di samping pemer­intah dan tokoh adat dan tokoh masyarakat lainnya. Untuk mencegah terjadinya konflik keagamaan di dalam masyarakat, tokoh agama memiliki peran yang amat penting. Ibaratnya tokoh agama bisa mengu­cingkan harimau, mencicakkan buaya, atau se­baliknya bisa mengharimaukan kucing, mem­buayakan cicak terhadap umatnya. Sering disebutkan apa kata tokoh agama itu kata um­atnya. Jika tokoh agama bisa bersikap arif dan bijaksana di dalam mengatasi sebuah konflik maka bisa dipastikan konflik itu bisa diredam. Sebaliknya jika tokoh agama terlibat sebagai provokator maka sulit sekali menghindari konf­lik terbuka.

Umat itu apa kata ulamanya, rakyat itu apa kata pemerintahnya. Jika fenomena konflik mu­lai menggejala di dalam masyarakat maka se­baiknya, diminta atau tidak diminta, tokoh-tokoh agama harus turun tangan menenangkan um­atnya sekaligus untuk menjernihkan masalah. Sesungguhnya hal ini sudah termanifestasikan dalam sejarah panjang di dalam masyarakat. Banyak sekali potensi konflik bahkan konflik itu sendiri segera bisa diselesaikan dengan turun tangannya para tokoh agama.

Para tokoh agama ini betul-betul tidak bisa disepelekan oleh pemerintah. Para tokoh agama tak pernah dilibatkan. Mereka hanya lebih banyak dilibatkan oleh Kementerian So­sial tetapi hampir tidak pernah dilibatkan oleh BAPPENAS. Bagaimana mungkin mereka dim­inta terlibat menyelesaikan suatu akibat ketika sebab menyebabkan akibat itu muncul tidak pernah dilibatkan. Secara logika tidak benar. Mestinya tokoh agama tidak hanya dilibatkan di sector hilir tetapi juga di sektor hulu. Para tokoh agama jangan diajak untuk mendorong mobil mogok, ketika mobilnya hidup mereka dit­inggalkan. Mobilnya mogok baru dipanggil lagi. Terlebih lagi para tokoh agama dilibatkan un­tuk berkampanye setelah mereka menang tidak pernah mendapatkan perhatian samasekali, itu bisa kualat sama mereka.

Para tokoh agama juga diminta untuk berani menyatakan (speak out) kepada umatnya untuk mencegah segala sebab yang bisa menimbul­kan konflik. Para tokoh agama harus tampil se­bagai mediator antara para pihak yang berkonflik. Para tokoh agama juga diminta menjadi mediator antara rakyat dengan pemerintah bila keduanya timbul masalah. Kemampuan para tokoh agama untuk memerankan peran mediator ini membu­tuhkan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman untuk menjadi mediator yang baik. Karena itu para tokoh agama perlu dipikirkan secara berkelanju­tan sebuah forum silaturrahim antara tokoh umat beragama. Pemerintah perlu membantu mereka untuk menyelenggarakan forum itu.

Sesungguhnya forum itu sudah ada yaitu Fo­rum Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB) dan sudah terbentuk hampir di seluruh propinsi sampai ke tingkat kabupaten di seluruh Indo­nesia. Forum ini menghimpun segenap tokoh umat dari berbagai agama untuk membahas dan mendialogkan berbagai persoalan aktual di dalam masyarakat. Hanya saja fasilitas dan pendanaannya tidak berjalan lancar. Pendan­aannya sangat tergantung dari belas kasihan pemerintah daerah, sementara dari pusat be­lum dianggarkan secara maksimum, sehingga forum ini berfungsi secara efektif.  ***
  • TAGS

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA