"Setelah sidang kabinet JK mengumumkan kumpul di Departemen Kesehatan, supaya tidak ketahuan wartawan karena ini rahasia dan urusan maha penting," tutur Kwik Kian Gie dalam perbincangan bertajuk "Skandal Subsidi Bungan Obligasi Rekap Rp 60 Triliun Pertahun sampai Tahun 2040" di salah satu stasiun TV swasta, Jumat malam (25/5).
Dalam "sidang kabinet tidak formal" ini, kata Kwik melanjutkan, hanya dirinya yang menolak penjualan 51 persen saham BCA kepada Farallon Capital Partners. Sementara Menko Ekonomi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, dan Menteri Keuangan Boediono yang hadir dalam sidang ini punya sikap yang berbeda seratus persen dengannya.
Kwik yang waktu itu menjabat Kepala Bappenas menolak keras penjualan dengan alasan, Farallon Capital Partners membeli Rp 5 triliun untuk 51 persen saham BCA sementara di BCA ada surat tagihan kepada negara atau obligasi rekap sebesar Rp 60 triliun.
"Jadi kalau diseratus-persenkan, Farallon bisa memiliki BCA dengan Rp 10 triliun tapi mendapat tagihan kepada pemerintah sebesar Rp 60 triliun," hitung Kwik.
"Saya jelaskan sampai akhirnya pada jam 6 (sore) Pak Dorojatun bilang ke Pak Laksamana untuk menutup sidang dan melapor berdua kepada presiden (Megawati), boleh ditandatangi dan boleh dijual," tutur Kwik.
"Saya teriak-teriak tidak bisa mengendalikan emosi. Saya didatangi Menkopolhukam SBY. DDia pegang pundak saya dan bilang: Pak Kwik sabar-sabar, terima saja," lanjut cerita Kwik.
Dari sinilah, Kwik menutup penjelasannya, malapetaka kerugian negara terjadi.
[dem]