Antara Anand Krishna, Sumidah dan Tara Pradipta

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 19 April 2011, 15:41 WIB
Antara Anand Krishna, Sumidah dan Tara Pradipta
Tara Pradipta Laksmi/IST
RMOL. Sejak dijebloskan ke ruang tahanan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 9 Maret lalu, Anand Krishna hingga saat ini masih menolak makan.

"Saya memutuskan untuk puasa makan hingga ketetapan yang tidak manusiawi ini dicabut kembali. Semoga majelis hakim dan jaksa diberi pencerahan dan pikiran jernih oleh Yang Maha Esa," ujar Anand di PN Jaksel, kala itu.

Kasus yang menimpa guru spritual lintas agama ini mulai mencuat sejak dilaporkan beberapa murid wanita perguruan spiritual Anand Ashram ke Komnas Perempuan pada Februari tahun lalu. Anand dituduh melakukan pelecehan seksual. Dua diantara mereka, Sumidah dan Tara Pradipta Laksmi, bahkan melanjutkan kasus itu ke Polda Metro Jaya.

Tara yang merupakan murid Anand dan Sumidah yang menjadi therapist di salah satu padepokan Anand mengaku telah menjadi korban pelecehan seksual dengan cara dicuci otak atau dihipnotis.

Tara melalui pengacaranya, Agung Mattauch menuturkan, sang guru kerap merayu dan memuji dirinya dengan sebutan Angel. Perlakuan yang terjadi sejak Februari 2009 itu terjadi pada saat melakukan meditasi di kamar pribadi Anand.

"Saya mulai tidak sadar pada saat mulai bersemedi," ujar Tara.

Hal serupa diungkapkan Sumidah. Ia mengatakan pernah dimintai Anand untuk memijatnya di tengah malam. Ia pun tiba-tiba mau saja saat disuruh untuk memijat di sekitar bagian sensitif di tubuh Anand.

"Saya seperti tidak kuasa menolak. Setelah selesai itu baru saya sadar," kata dia.

Puncaknya, kata Sumidah lagi, terjadi pada Oktober 2009. Saat itu, kata dia, dengan dalih melakukan ritual, Anand menyentuh payudaranya.

"Saya berontak. Saya merasa ini sudah keterlaluan," kata dia.

Perlakuan tidak senonoh tersebut, lanjut Agung seperti diungkapkan Tara dan Sumidah, dilakukan di padepokan-padepokan yang berbeda milik Anand Khrisna. Padepokan milik Anand bernama Layeur Veda itu sendiri tersebar di sejumlah daerah, antara lain di Jakarta, yakni di Fatmawati dan di Sunter; Bogor; Yogyakarta; dan Solo.

Masalah ini kemudian dijawab Anand Krishna dengan mengatakan, bahwa tidak pernah ada pelecehan seksual selama kegiatan di Anand Ashram sebagaimana diungkapkan Tara di media massa dan polisi.

"Saya tidak punya murid. Saya tidak pernah memberi inisiasi atau apa, jadi tidak pernah ada murid. Tapi banyak orang menganggap saya guru dan itu adalah kebebasan mereka. Semua tuduhan itu tidak benar dan kami sudah membantahnya," ujar pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 1 September 1956 ini dalam sebuah konferensi pers.

Anand juga membantah keras telah menggunakan ilmu hipnotis seperti yang dituduhkan kedua korban.

"Saya tidak melakukan hipnotis karena kalau terkena hipnotis, keduanya sampai saat ini pasti masih sama saya," jawab pendiri Anand Ashram ini sebelum menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya.

Senada dengan Anand, Maya Safira Muchtar yang juga Ketua Yayasan Anand Ashram menegaskan, tidak benar ada ruang privat. Meditasi Anand Krishna selalu dalam grup.

"Terapi pun bukan Bapak Anand Krishna langsung, tetapi therapist yang lain dan bukan di ruangan tertutup," ucap Maya.

Setidaknya, kata Agung, tercatat ada tujuh korban yang mengaku sebagai korban pelecehan seksual sang guru. Menurut Agung, masih ada korban-korban lain yang enggan melaporkan ke pihak berwajib lantaran trauma. Alasan inilah kemudian dipakai pihak kuasa hukum Tara untuk membuka posko pengaduan di tiga kota yakni  Jakarta (Apartemen Rasuna Tower 2 - Kuningan), Jogjakarta dan Bali.

Terlepas kebenaran tuduhan kedua pelapor, penyelidikan kasus ini tetap berlanjut. Sejumlah barang bukti seperti video rekaman dan barang pemberian Anand kepada Tara, antara lain lima berupa gelang, patung, kalung batu, serta buku pun disita penyidik Polda Metro Jaya. Anand sendiri terhitung 15 Maret 2010 mulai menjalani pemeriksaan di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Metro Jaya.

Kuasa Hukum Anand, Darwin Aritonang tetap bersikukuh bahwa bukti gelang atau sms tidak cukup untuk membuktikan adanya pelecehan seksual. Bukti yang diberikan penyidik dinilainya tidak memiliki korelasi, ditambah lagi bukti video yang sama sekali tidak ada tindakan pelecehan seksual. Menurut Darwin, bukti video rekaman tersebut justru terkesan ada dugaan doktrinisasai. Padahal pasal yang dipersangkakan kepada kliennya adalah pelecehan seksual.

Pembelaan diri Anand terhadap semua tuduhan pelecehan seksual sepertinya dianggap lemah. 29 Maret 2010, Polda Metro menaikkan status Anand menjadi tersangka. Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak, Komisaris Murnila kala itu mengatakan, bukti-bukti untuk menjadikan Anand sebagai tersangka sudah cukup kuat. Mulai dari alat bukti dan keterangan saksi-saksi.

Belum diketahui akhir episode kasus ini. Namun dipastikan proses hukum terhadap guru spritual keturunan India tersebut hingga kini masih berlangsung di PN Jaksel. [wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA