"Saya melihat selama saya mengikuti, yang namanya Panja apapun namanya itu tak ada hasilnya. Malah kasus yang ditangani itu jadi kabur dari apa yang sebenarnya," terang Ketua Komite Pemantau Pemberdayaan Parlemen Indonesia Tom Pasaribu kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Kamis, 13/1).
Belajar dari pengalaman beberapa hasil Panja seperti Panja kasus Susno Duadji atau Panja Pengawasan Penegakan Hukum untuk membongkar mafia pajak bos Ramayana, Paulus Tumewu, usulan membentuk Panja malah antiklimaks dengan cita-cita penegakan hukum.
"DPR seolah telah berbuat. Mereka pernah panggil Susno, bahkan sampai Antasari Azhar, tapi proses hukumnya justru tidak tuntas. Sekarang mereka mau panggil Gayus ke DPR, apa kapasitas mereka?" tegasnya.
"Biar KPK yang tangani, semua lembaga hukum itu sudah amburadul. Jangan lagi dipolitisir lagi malah tambah kabur kasusnya," imbuhnya.
Tom melihat, selain ada agenda politik di balik pembentukan Panja, anggota DPR juga menguber anggaran operasional Panja yang bisa mencapai miliaran.
"Ada agenda politiknya, ada juga duitnya itu bisa miliaran untuk bayar per anggota dan setiap rapat ada anggarannya," pungkasnya.
Ditegaskan Ketua Komisi III, Benny Kabur Harman, kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/1), Panja Mafia Perpajakan tidak bermaksud untuk mengambil alih penanganan kasus oleh penegak hukum. Panja ini pada esensinya memonitor, membantu, memperkuat, agar aparat hukum punya keberanian moral untuk penyelesaian kasus hukum, agar semua pihak bisa diproses sesuai ketentuan berlaku.
"Sepakat bentuk Panja, ketuanya Pak Tjatur Sapto. Diminta untuk buat proposal kerja, siapa yang dipanggil. Minggu depan kita akan plenokan Panja ini untuk disahkan," terang Benny kemarin.
[ald]