Yusril menilai pernyataan Babul tidak didasarkan fakta yang termaktub dalam kedua putusan kasus di atas. Jaksa memang mendakwa Yohanes melakukan korupsi bersama-sama dengan sejumlah nama serta Yusril Ihza Mahendra.
Namun dalam pertimbangan hukum putusan yang diketuai oleh Hakim Agung Artidjo Akkotsar itu, yang disebut terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Yohanes hanya Romli Atmasasmita. Sementara, Romli sudah dilepaskan oleh MA dari segala tuntutan hukum.
Dan, tegas Yusril, dalam putusan MK tentang uji materi UU Kejaksaan, tidak ada amar putusan yang memerintahkan Kejaksaan Agung untuk meneruskan penyidikan kasus Sisminbakum, seperti dikatakan Babul.
Selain itu, Yusril memang pernah mengajukan permohonan provisi, agar proses penyidikan atas dirinya ditunda sampai perkara di MK selesai. Permohonan provisi ditolak karena MK berpendapat penyidikan adalah kewenangan penyidik. Jadi tidak terkait dengan sah atau tidak sahnya kedudukan Jaksa Agung.
"Keterangan Babul samasekali tidak mengklarifikasi masalah di atas. Saya tidak yakin Babul membaca kedua putusan lembaga peradilan tertinggi itu dengan seksama, sehingga omongannya terkesan asbun (asal bunyi)," papar Yusril dalam pernyataan yang diterima
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 3/1).
Menyinggung putusan Samsudin Manan Sinaga yang kini
inkracht dan putusan Zulkarnain Yunus oleh PN Jakarta Selatan, sejauh menyangkut apa yang dilakukan Menteri, pertimbangan Majelis Hakim sama, yakni kebijakan pemerintah dan kebijakan Menteri Kehakiman dan HAM tentang Sisminbakum dibenarkan. Tidak ada kerugian negara, karena biaya akses Sisminbakum bukanlah PNBP, seperti yang didalilkan Kejaksaan Agung.
Seperti diketahui, Samsudin dihukum karena dia terbukti menggunakan uang bagian Ditjen AHU untuk kepentingan pribadinya. Meskipun uang tersebut belum menjadi uang negara, namun menurut Majelis Hakim MA, uang tersebut “dikuasai†oleh negara. Samsuddin menjadi Dirjen di masa Hamid Awaluddin.
Sementara putusan Zulkarnain, keluar sebelum adanya putusan kasasi MA atas perkara Romly, sehingga masih mengacu pada putusan PN Jakarta Selatan dan PT Jakarta sebelumnya. Pertimbangan hukum putusan Zulkarnain intinya menegaskan, bahwa pada saat biaya akses masih berada pada PT SRD dan Koperasi, maka belum terjadi korupsi. Namun, ketika biaya akses dibagi antara Koperasi dengan Ditjen AHU, maka bagian Ditjen AHU tersebut harus disetorkan ke kas negara sebagai “penerimaan lain-lainâ€.
"Karena tidak disetorkan, maka terjadilan korupsi, sehingga Zulkarnaen diputus bersalah. Namun, putusan MA tentang Romly menganulir putusan ini. Zulkarnaen sekarang sedang dalam proses mengajukan banding," tegasnya.
Soal pembagian biaya akses antara Koperasi dengan Ditjen AHU itu samasekali tidak ada kaitannya dengan Menteri Kehakiman dan HAM.
Karena itu, Yusril berharap, aparat Kejaksaan Agung hendaknya membaca semua putusan dengan seksama, sehingga tidak terkesan mengada-ada dan membual.
[ald]