Begitu antara lain bunyi pesan terbuka yang disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Sasmita Hadinagara untuk Busyro Muqoddas yang kini memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dengan tulus saya ucapkan selamat berjuang untuk memberantas korupsi di Indonesia. Semoga sukses dan dilindungi Allah SWT,†tulis Sasmita mengawali pesannya yang juga disebarkan ke media massa dan diterima Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 22/12).
Sasmito meminta agar Busyro juga mengusut “big fish†kasus megaskandal pajak Bank Mandiri senilai Rp 2,5 triliun yang patut diduga menyeret mantan Dirjen Pajak dan mantan Menteri Keuangan tahun 2003 lalu.
Big fish adalah istilah yang digunakan kalangan Istana merujuk kasus-kasus megakorupsi. Presiden SBY dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk Presiden SBY pernah menyampaikan tekad untuk memberantas korupsi kelas big fish ini. Sementara kasus pajak Mandiri yang dimaksud Sasmita telah beberapa kali diungkapkannya ke publik. Kasus ini berawal dari penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk Bank Mandiri pada pertengahan tahun 2002 oleh Kanwil Pajak Jakarta Raya Khusus. Sudah barang tentu SKP itu merupakan produk hukum dan bukan sekadar alat gertak kepada wajib pajak bersangkutan.
Tetapi dalam tempo empat bulan kemudian dengan suatu rekayasa sistemik dari segi administrasi perpajakan terjadilah kejanggalan demi kejanggalan. Dengan merujuk SK Menteri Keuangan tanggal 14 Agustus 2003 yang menyisipkan pasal tambahan terhadap SK Menkeu sebelumnya tentang kebijakan perlakuan kepada merger suatu BUMN, kewajiban pajak yang sudah ditetapkan itu kemudian dihapuskan.
Padahal Bank Mandiri telah menempuh upaya keberatan ke Pengadilan Pajak dengan menyetor dana Rp 1,1 triliun pada tanggal 31 Desember 2002 sebagai syarat proses keberatan di Pengadilan Pajak.
Ironisnya, patut diduga karena kecerobohan para pejabat tinggi di Kementerian Keuangan, baik Menkeu Boediono, Dirjen Pajak Hadi Purnomo, serta Kepala Kanwil Pajak Jakarta Raya Khusus Muhammad Said kala itu, tidak menyadari bahwa SK Menkeu tersebut mulai berlaku sejak tanggal 14 Mei 2003. Ini artinya, SK itu tidak bisa diberlakukan terhadap kasus pajak bank BUMN yang akan go public tersebut.
Anehnya lagi, Ditjen Pajak kemudian justru menyatakan adanya lebih bayar atau restitusi sebesar Rp 363 miliar. Dana itu, demikian masih kata Sasmita, pasti dikeluarkan dari kas negara atau menjadi semacam tabungan pembayaran kewajiban pajak bank BUMN tersebut pada periode tahun fiskal selanjutnya.
Kembali ke pesan terbuka Sasmita. Busyro juga diminta untuk mengusut kasus skandal pajak Paulus Tumewu yang walau telah P21 dan seharusnya segera dilimpahkan ke pengadilan, tetapi dibatalkan oleh Menteri Keuangan ketika itu, Sri Mulyani Indrawati. Juga skandal Pajak Kanwil Surabaya senilai Rp 350 miliar yang patut diduga harus dipertanggungjawabkan Dirjen Pajak tahun 2008 dan Kakanwil Pajak di Surabaya.
Bila membutuhkan dukungan data, Sasmita berharap agar Busyro tidak segan-segan menghubunginya. Selain sama-sama orang Yogyakarta, Sasmita mengingatkan bahwa dirinya dan Busyro pernah tampil bersama dalam talkshow di sebuah stasiun televisi swasta beberapa bulan lalu yang membahas kasus-kasus big fish mafia pajak di negeri ini. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: