JAKARTA CONSENSUS

Tidak Sadar Konstitusi, SBY Terkecoh Konsensus Luar Negeri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 06 September 2010, 10:54 WIB
Tidak Sadar Konstitusi, SBY Terkecoh Konsensus Luar Negeri
RMOL. Tadi malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan "The Jakarta Concensus". Gagasan itu, menurut Yudhoyono, dilontarkan sebagai bentuk tawaran alternatif dari dua model pembangunan yang sudah ada, yaitu model pengembangan “Washington Consensus” yang mengedepankan sistem ekonomi kapitalis, kebebasan individu ; dan “Beijing Consensus” yang mengedepankan stabilitas perekonomian dengan campur tangan negara.

Ternyata gagasan yang berisi enam pokok itu belum tentu mendapat sambutan hangat. Politisi PDI Perjuangan di Komisi XI DPR, Eva Kusuma Sundari, menanggapi dingin ide SBY itu.

"Kita punya konstitusi. Kepentingan nasional harus dimenangkan. Jangan terkecoh konsensus di luar negeri. Panduannya konstitusi, itu saja. Jangan mengarang dan sok akademik," jelas Eva saat dihubungi Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 6/9).

Menurut Eva, sudah berulangkali SBY melontarkan wacana dan membentuk suatu badan Adhoc yang pada akhirnya hanya menggiring perhatian publik dari persoalan sebenarnya. 

"Kita lihat saja masalah pemberantasan korupsi disikapi dengan Satgas. Masalah penutupan gereja dia membentuk tim, masalah pembangunan dia bentuk UKP4. Jadi semua hanya bentuk lari dari tanggung jawab," tegasnya.

Problem sebenarnya dari persoalan kebangsaan dan ekonomi bangsa saat ini menurut Eva adalah ketegasan Presiden Yudhoyono sendiri.
 
"Sebetulnya semua kekuasaan di tangan presiden dalam sistem presidensil ini. Karena pemimpinnya tidak tegas maka gampang diombang ambing oleh berbagai macam konsensus dari luar sana. Padahal, panduan memimpin negara sudah clear, kembali saja ke UUD 45," ujarnya.

Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewacanakan "The Jakarta Concensus" yang isinya cita-cita Indonesia jadi kiblat ekonomi dunia seperti halnya Washington Concensus dan Beijing Concensus.

"Kita mengenal Washington Concensus yang berprinsip market kapitalis dan juga Beijing Concensus yang prinsipnya state kapitalis. Lantas Indonesia kemana?" kata SBY dalam agenda buka puasa bersama di kediaman pribadi Presiden Yudhoyono di Puri Cikeas Indah, Bogor, Minggu (5/9).

Ada enam prinsip dalam konsensus ini. Pertama, menjalankan demokrasi, hukum dan stabilitas. Kedua, peran pemerintah sangat diperlukan tapi kemampuan pasar harus kompetitif.

Ketiga, mengkombinasikan antara kekuatan ekonomi global namun juga memberi ruang bagi usaha domestik termasuk ruang untuk UKM. "Jadi tidak hanya korporasi multinasional, tapi juga domestik dan UKM," jelasnya.

Empat, pertumbuhan ekonomi penting namun menjaga keadilan sosial serta lingkungan tetap harus dilakukan. Lima, ekspor tetap jadi tulang punggung perekonomian, tapi memperkuat pasar domestik juga harus dilakukan.

Enam, menjalankan sistem presidensial dengan demokrasi multipartai. "Jika keenam elemen ini konsisten dijalankan, maka kita punya sistem yang konsistem yang bisa kita jadikan patokan dan anut," tegasnya.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA