Taufiqulhadi: Anies-Cak Imin Pasangan Ideal untuk Aceh

"Maka, pasangan ini sebuah penggabungan yang sangat baik, karena keduanya adalah anak umat," ujar Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Aceh, Teuku Taufiqulhadi, kepada Kantor Berita RMOLAceh, di Banda Aceh, Ahad (3/9).

Taufiqulhadi menjelaskan, Anies yang kuliah S1 di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan mengambil doktor dalam bidang kebijakan publik di Universitas Northern Illinois, Amerika Serikat, lahir dari rahim Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Organisasi ini sangat berpengaruh dan menjadi sumber pemimpin umat dan bangsa Indonesia.

Sementara Cak Imin yang juga kuliah di UGM pernah menjadi Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Organisasi ini juga menjadi sumber kader bagi organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan bangsa Indonesia.

"HMI dianggap lebih cenderung kepada pembaharuan dalam Islam. Sementara PMII, yang menjadi anak NU, dianggap sebagai pendukung Islam Salafiyah di Nusantara," papar Taufiqulhadi.

Begitu juga menurut Taufiqulhadi, semua pondok pesantren di bawah naungan NU disebut pondok pesantren salafiyah, yang artinya sangat mempertimbangkan ortodoksi dalam pengajaran Islam.

"Semua pesantren di Nusantara bersikap dan bersifat sangat toleran, dan Muhaimin mewarisi ortodoksi Islam sekaligus bersikap sangat toleran," ujarnya.

Selain itu, kata Taufiqulhadi, Anies Baswedan penuh kesadaran memilih HMI, karena memang pengaruh kecenderungan keluarganya kepada gagasan-gagasan pembaruan dalam beragama. Bahkan, kakek Anies yaitu Abdurrahman adalah pejuang kemerdekaan.

"Maka keluarga Baswedan dan Anies sendiri sangat menyadari arti nasionalisme Indonesia, karena kakeknya ikut memperjuangkannya dulu," ujar Taufiqulhadi.

Menurut Taufiqulhadi, selain mewarisi sikap nasionalisme yang tinggi, Anies dan Cak Imin juga memiliki kesadaran tentang Islam yang dalam.

"Maka dapat dikatakan pasangan ini merupakan paduan yang lengkap dalam konteks kekinian Indonesia," tegasnya.

Taufiqulhadi mengatakan, pasangan ini juga sangat sadar tentang keutamaan mencintai tanah airnya, terbuka dan toleran. Bahkan, bukan hanya cocok untuk sebuah Indonesia yang penuh tantangan di masa mendatang, tapi sekaligus sangat sesuai dengan sifat masyarakat Aceh, yang mengidolakan sosok pemimpin nasional yang punya kesadaran keumatan yang tinggi dan memiliki wawasan mengglobal.

"Maka dapat saya tegaskan, itu tidak ada pada capres potensial yang lain sejauh ini," tutupnya penuh percaya diri.