Permintaan audit PT JICT terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sampai saat ini belum mendapatkan titik terang. BPK beralasan dana tersebut bukan merupakan bagian dari keuangan negara, sehingga tidak dapat dilakukan audit. Kecuali, ada permintaan dari penegak hukum dengan alasan diduga telah terjadi tindak pidana.
Sekadar diketahui, perjanjian antara PT JICT dengan Serikat Pekerja JICT terkait dana PTI yang tertuang dalam pasal 5 menyebutkan: "Dana PTI diberikan oleh Pihak Pertama (PT JICT) kepada masing-masing pekerja melalui Pihak Ketiga (Kopkar JICT) yang ditunjuk oleh Pihak Kedua (SP JICT) guna menerima dan mengelola dana PTI tersebut."
Sedangkan Pasal 6 berbunyi "Pihak Kedua (SP JICT) menunjuk Pihak Ketiga (Kopkar JICT) untuk mengelola dana PTI serta melakukan pengawasan terhadap Pihak Ketiga (Kopkar JICT) tersebut."
"Ada beberapa pertanyaan yang membingungkan kami, mengapa pihak PT JICT hanya berkewajiban menyerahkan saja dana itu ke SP JICT tanpa ada pasal yang mengatur tentang pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan dana itu," kata koordinator Gerakan Anti Manipulasi (Geram) BUMN, Andianto dalam rilis tertulisnya kepada redaksi.
"Pertanyaan kami lagi jika total uang yang sudah ditransfer Rp 117,99 miliar (2009-2015) itu untuk pekerja JICT 987 orang, mengapa PT JICT tidak langsung saja ke Kopkar, harus berputar dikuasakan dulu ke SP JICT ? Artinya jika hendak dikelola untuk kesejahteraan pekerja, PT JICT langsung saja buat perjanjian dengan Kopkar," lanjutnya.
Terlebih jika merujuk kepada surat perjanjian antara SP JICT dengan Kopkar, papar Andianto, tidak mengatur secara jelas dan detail mengenai pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan dana PTI itu. Artinya tidak ada kewajiban memberi laporan dari Kopkar ke SP JICT, malah diminta secara langsung memberi laporan ke pekerja.
"Bagaimana bisa yang dikuasakan oleh pekerja tidak bertanggung jawab meminta laporan pengelolaannya. Kami menduga dua surat perjanjian itu semangatnya memang tidak ingin diaudit atau dengan kata lain miskin transparansi dan akuntabilitas," tegasnya.
Andianto menambahkan, SP JICT seharusnya menegakkan pasal 6 sebagai kesepakatan bersama yang juga turut melibatkan PT JICT.
"Kami yakin SP JICT bisa mendapat laporan keuangan itu lewat RAT mengingat kekuasaan luar biasanya di JICT," terangnya.
Sebagai solusi, menurut Andianto, manajemen JICT meminta kepada kementerian koperasi untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Jika tidak, berarti ada indikasi dugaan penggelapan dana PTI, dengan begitu pekerja dapat melaporkan ke polisi untuk diproses hukum.
"Selanjutnya pihak kepolisian dapat meminta kepada pejabat atau lembaga yang berwenang untuk melakukan audit," pungkasnya.
[wid]