Pemerhati hukum Universitas Diponegoro (Undip) M. Mirza Harera menjelaskan, untuk mendapatkan kewarganegaraan AS, Arcandra sudah mengucapkan sumpah setia. Dengan menerima jabatan publik di Indonesia maka kewarganegaraannya di negeri Paman Sam akan gugur, sementara di Indonesia juga tidak diakui.
"Dia bukan lagi warga negara Indonesia (WNI) karena Undang-Undang Nomor 12/2006 menjelaskan Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda," ujarnya kepada wartawan, Selasa (16/8).
Dengan begitu, kata Mirza, Archandra saat ini bisa dikatakan stateless atau orang yang tidak punya kewarganegaraan karena sudah melakukan sumpah setia kepada AS dan menerima jabatan menteri di Indonesia
Dia pun menyayangkan lemahnya kapasitas sistem pengawasan dan tertib administrasi di sekeliling Presiden Jokowi. Yang seharusnya mampu menjaga lembaga kepresidenan dan mengawal Presiden Jokowi secara lebih sempurna.
"Presiden adalah national display republik ini. Kita semua tahu di sekitar presiden ada Mensesneg, Seskab, Staf Khusus Presiden, asisten pribadi, dan menteri-menteri. Kalau kejadiannya seperti ini, artinya selama ini terjadi tumpang tindih pengaturan dan pintu masuk ke presiden terlalu banyak serta menjadi tidak steril," jelasnya.
Kasus Arcandra, harus menjadi momentum untuk reformasi sistem dan kinerja berbagai institusi yang ada di istana demi efektifitas, keamanan dan kredibilitas pemerintah.
"Saya menyarankan agar all the president’s men ini dievaluasi, ditata sehingga lebih tertib dan tidak tumpang tindih. Dan agar presiden juga sebaiknya merekrut sosok yang memahami tentang hukum tata negara di posisi sekitarnya," tegas Mirza yang juga peneliti Akar Rumput Strategic and Consulting (ARSC).
[wah]
BERITA TERKAIT: