Sekolah darurat Kartini merupakan sekolah gratis yang didirikan kedua ibu yang akrab disapa ibu kembar di Jalan Lodan Mas, Ancol, Jakarta Utara. Sekolahnya tepat berada di kolong jembatan, samping rel kereta api. Di sekolah ini, semua serba gratis tanpa harus mengeluarkan sesenpun, para siswa didik mendapatkan baju seragam, pulpen, buku, pensil dan semua peralatan belajar.
Lahir di Semarang, 4 Februari 1950, keduanya tak lantas berdiam diri di tempat lahirnya. Sejak tahun 1972 Rosyati mulai mengajar dan mendirikan sekolah di Kalimantan, sedangkan adiknya Sri Irianingsih di tempat lain mendirikan sekolah di Lombok. Tahun 1990 an, Ibu kembar mulai mendirikan sekolah di Jakarta. Awalnya Ibu kembar memulai membuka sekolah di kolong-kolong jembatan dengan perlengkapan yang seadanya.
Sekitar tujuh tahun yang lalu bangunan di pinggir rel kereta tersebut baru di permanenkan. Kini sudah 21 tahun ibu kembar mendirikan sekolah darurat Kartini.
Seperti umumnya sekolah , di sekolah darurat Kartini juga mengadakan upacara setiap hari Senin. Tak hanya itu di sekolah darurat juga mengadakan pembinaan mental yang langsung dibina oleh Kopasus selama 4 hari. Untuk urusan agama, ibu kembar menitipkan anak didiknya sesuai dengan agama masing-masing. Agama Islam akan langsung diajar oleh Ibu kembar. Sementara untuk agama Kristen akan dititipkan di gereja terdekat. Begitupun dengan agama yang lainnya.
Di sekolah darurat Kartini, anak-anak tidak hanya belajar, namun juga diajari keterampilan. Bagi perempuan akan diajari memasak, membatik, salon, tata rias pengantin. Sementara untuk anak laki-laki, akan diajari memahat dan bengkel. Tak hanya itu, saat istirahat pun mereka bisa makan dan minum gratis yang sudah di masak dan disediakan oleh petugas piket.
Petugas piket ini tak lain adalah murid-murid di sekolah darurat Kartini. Mereka memulai masak sejak pagi hari dan selalu bergantian setiap hari. "Biasanya Kami masak bubur kacang ijo, nasi, tahu tempe, sayur dan susu," ujar Mulyana (17) siswa kelas 3 SMA yang ditemui
Rakyat Merdeka Online di sekolah darurat.
Menurut Mulyana, ibu kembar merupakan sosok yang baik, mau meluangkan waktu untuk kami, dan dengan sabar mengajarkan kami ketrampilan membatik. Kami disini sudah menganggap ibu kembar seperti orangtua kami sendiri.
[arp]
BERITA TERKAIT: