Berita

Ilustrasi. (Foto: VOA Indonesia)

Nusantara

Institut USBA:

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

JUMAT, 26 DESEMBER 2025 | 01:16 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Institut USBA memandang bahwa setiap kebijakan transisi energi nasional di Papua harus belajar dari sejarah, bukan mengulanginya. Sehingga usulan penanaman kelapa sawit skala besar untuk biofuel adalah jalan mundur yang membahayakan dan coba dipaksakan kembali. 

“Mengusulkan sawit sebagai solusi energi di Papua adalah bentuk pengabaian terhadap sejarah dan realitas. Kita tidak boleh lagi terjebak pada ilusi bahwa keuntungan korporasi sama dengan kesejahteraan rakyat,” ucap Direktur Institut USBA, Charles Imbir dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Kamis malam, 25 Desember 2025.

“Kedaulatan energi yang sesungguhnya bagi Papua hanya bisa lahir dari pengakuan terhadap kedaulatan masyarakat adat atas tanah dan hutannya, serta pilihan pada teknologi energi terbarukan yang membumi dan berpihak pada rakyat,” tambahnya.


Lanjut dia, pembangunan di Papua adalah persoalan kedaulatan. Otonomi Khusus diberikan untuk mengakui hak-hak dasar orang Papua, termasuk hak untuk menentukan model pembangunan yang selaras dengan nilai budaya, kelestarian ekologi, dan aspirasi kolektif masyarakat. 

“Kebijakan yang dirumuskan secara sepihak, tanpa proses konsultasi dan persetujuan yang sah dari masyarakat adat, pada hakikatnya mengabaikan semangat dan hukum Otonomi Khusus itu sendiri,” jelasnya.

Institut USBA mendesak dihentikannya segala perencanaan kebijakan energi berbasis konversi lahan skala besar, termasuk sawit, untuk Papua. Sebuah moratorium harus diterapkan hingga sebuah mekanisme konsultasi dan pengambilan keputusan yang sah, setara, dan bermakna dengan masyarakat adat terbangun. 

“Mekanisme ini harus memenuhi prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dan melibatkan representasi politik-kultural masyarakat adat Papua yang diakui secara sah,” ungkap dia.

Dalam konteks ini, kami menyuarakan tuntutan mendesak untuk segera membangun dan mengakui sebuah mekanisme representasi politik-kultural yang permanen, sah, dan diakui negara yang sepenuhnya berasal dari dan bertanggung jawab kepada masyarakat adat Papua,” pungkasnya.  


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya