Berita

Ilustrasi (Artificial Intelligence)

Publika

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

SENIN, 22 DESEMBER 2025 | 07:45 WIB

IMPLEMENTASI Kebutuhan Hidup Layak (KHL) merupakan landasan etis dalam penyelenggaraan kebijakan ketenagakerjaan nasional. KHL tidak hanya berfungsi sebagai standar teknis pengupahan, melainkan sebagai ukuran moral negara dalam menjamin martabat manusia, keadilan sosial, dan keberlanjutan pembangunan. 

Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menempatkan penghidupan yang layak sebagai hak dasar warga negara, sehingga pemenuhan KHL menjadi kewajiban etik dan konstitusional yang tidak dapat diabaikan.

Dalam kerangka etika kebijakan nasional, pekerja diposisikan sebagai subjek bermartabat yang hak-haknya harus dilindungi. Pemenuhan KHL dimaksudkan agar pekerja mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup secara layak, sehingga dapat bekerja dengan tenang, produktif, dan bertanggung jawab. Etika keadilan menuntut agar hak atas KHL berjalan seiring dengan kewajiban pekerja untuk menjunjung profesionalisme, kejujuran, dan peningkatan kapasitas diri. Keseimbangan antara hak dan kewajiban menjadi fondasi utama hubungan kerja yang berkeadaban.


Pengusaha memikul tanggung jawab etis sebagai pengelola usaha dan pemberi kerja yang mengelola sumber daya ekonomi dan manusia. Dalam etika kebijakan nasional, kegiatan usaha tidak semata diukur dari keuntungan, tetapi juga dari kepatutan, keadilan, dan dampak sosialnya. Oleh karena itu, pengusaha berkewajiban mengelola perusahaan secara efisien, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan, sehingga pemenuhan KHL menjadi bagian integral dari tata kelola usaha yang bertanggung jawab.

Hubungan antara pekerja dan pengusaha harus dibangun di atas prinsip kemitraan yang setara dan saling menghormati. Etika kebijakan menolak relasi yang eksploitatif maupun dominatif. Dialog sosial, keterbukaan informasi, dan perundingan yang jujur merupakan mekanisme etis untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan. Dengan relasi yang sehat, implementasi KHL dapat dilakukan secara realistis dan bertahap, tanpa mengorbankan hak pekerja maupun kelangsungan usaha.

Negara memegang peran sentral sebagai penanggung jawab utama keadilan sosial. Dalam etika kebijakan nasional, negara tidak hanya bertindak sebagai regulator, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan kepentingan dan pelindung pihak yang rentan. Negara wajib menetapkan kebijakan KHL berbasis data yang objektif, melakukan pengawasan yang efektif, serta menjamin kepastian hukum. Prinsip kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat menjadi rujukan utama dalam setiap kebijakan ketenagakerjaan.

Dalam kenyataan sosial-ekonomi, terdapat perusahaan yang secara objektif belum mampu memenuhi standar KHL akibat keterbatasan struktural atau tekanan ekonomi. Etika kebijakan nasional menolak pendekatan yang membiarkan pekerja kehilangan hak hidup layak, sekaligus menolak kebijakan yang mendorong kehancuran usaha tanpa solusi. Oleh karena itu, negara berkewajiban melakukan audit dan pemetaan yang adil untuk memastikan bahwa ketidakmampuan tersebut bersifat nyata dan dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila hasil audit membuktikan perusahaan memang belum mampu memenuhi KHL, etika kebijakan membenarkan kehadiran negara melalui pemberian insentif pajak atau subsidi APBN sebagai langkah transisi. Kebijakan ini harus bersifat sementara, terukur, transparan, dan disertai kewajiban perbaikan manajemen, peningkatan efisiensi, serta produktivitas. Bantuan negara diposisikan sebagai jembatan menuju kemandirian, bukan sebagai bentuk pembenaran atas ketidakadilan yang berkelanjutan.

Dengan berlandaskan etika keadilan, tanggung jawab, dan kemaslahatan bersama, sinergi antara pekerja, pengusaha, dan negara dalam implementasi KHL akan memperkuat fondasi ketenagakerjaan nasional. Naskah etika kebijakan ini menegaskan bahwa kesejahteraan pekerja, keberlanjutan usaha, dan peran negara bukanlah kepentingan yang saling meniadakan, melainkan satu kesatuan nilai yang harus dijaga demi terwujudnya keadilan sosial dan pembangunan nasional yang berkelanjutan.  


Ahmad Yani
Bendahara Umum KSPSI

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya