Berita

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej (Tangkapan layar RMOL dari YouTube DPR)

Politik

Wamenkum Jelaskan Alasan Pasal Narkotika Masuk RUU Penyesuaian Pidana

SENIN, 01 DESEMBER 2025 | 13:24 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Kementerian Hukum (Kemenkum) membeberkan alasan masuknya sejumlah ketentuan terkait narkotika ke dalam Rancangan Undang-Undang Penyesuaian Pidana (RUU PP). 

Penjelasan itu disampaikan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR saat membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PP, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 1 Desember 2025.

Eddy menjelaskan, sejumlah pasal dalam KUHP Nasional sebelumnya dicabut karena pemerintah memperkirakan revisi UU Narkotika akan segera rampung. Namun hingga saat ini revisi tersebut belum selesai.


“Sehingga pasal-pasal yang dicabut itu dikembalikan lagi ke dalam (RUU PP). Unsur deliknya tidak berubah, jadi sama dengan undang-undang narkotika, hanya minimum khusus berubah jadi khusus pengguna, yang lain tidak. Pengguna saja,” kata Eddy.

Ia juga menyinggung penyesuaian pidana denda dalam pasal 609 dan 610, yang perlu dikonversi dengan kategori denda sesuai KUHP baru. Menurutnya, penyesuaian tersebut penting agar aparat penegak hukum tidak mengalami kebingungan.

“Secara substansi kita akan mengembalikan itu sesuai dengan undang-undang narkotika yang lama, unsurnya sama agar para penegak hukum juga tidak bingung dalam penegakan hukum,” tegasnya.

Lebih lanjut, Eddy menyebut bahwa minimum khusus untuk pengguna narkotika dihapus, sementara ketentuan untuk pelaku lain tetap berlaku.

“Sekali lagi minimum khusus dihapus untuk pengguna. Sekali lagi untuk pengguna, yang lain tidak,” ujarnya.

Selain itu, jenis sanksi yang sebelumnya bersifat kumulatif juga akan diubah menjadi kumulatif-alternatif. “Yang tadinya kumulatif itu menjadi kumulatif alternatif, jadi ‘dan atau’,” jelas Eddy.

Lebih jauh, Eddy menegaskan bahwa perubahan dalam RUU PP ini bersifat teknis dan ditujukan sebagai langkah sementara agar tidak terjadi kekosongan hukum.

“Pasal-pasal tambahan ini ibarat pintu darurat supaya tidak ada kekosongan hukum. Penyempurnaan lebih lanjut itu dalam UU narkotika dan psikotropika,” pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya