Berita

Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. (Foto: Dokumentasi RMOL)

Publika

PAD Bobby Nasution

KAMIS, 02 OKTOBER 2025 | 12:27 WIB

Pendahuluan

PEKAN ini, kebijakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, kembali menyita perhatian publik. Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mulai merazia kendaraan berpelat luar provinsi, termasuk pelat BL asal Aceh. Tujuannya jelas: menertibkan kendaraan milik perusahaan yang secara operasional berada di Sumut, namun terdaftar di luar daerah, agar pajaknya masuk ke kas Sumut.

Kebijakan ini tentu berdasar pada kewenangan otonomi daerah dalam mengelola sumber pendapatan. Namun, respons yang muncul, khususnya dari masyarakat Aceh dan pimpinan daerahnya, menunjukkan bahwa kebijakan teknokratis seperti ini tetap memerlukan pendekatan sosiologis dan komunikasi politik yang cermat.


Dimensi Politik: Tegas, Tapi Harus Inklusif

Dari sudut pandang politik lokal, langkah Gubernur Bobby dapat dimaklumi. Mengoptimalkan penerimaan pajak dari kendaraan yang memang beroperasi di Sumut adalah bagian dari tanggung jawab seorang kepala daerah. Namun demikian, dalam konteks hubungan antarprovinsi, terlebih dengan Aceh yang memiliki status dan identitas kedaerahan yang kuat, kebijakan ini memerlukan kehati-hatian.

Aceh bukan sekadar tetangga geografis, melainkan juga saudara dalam sejarah panjang kebangsaan. Oleh karena itu, ketika pelat BL menjadi sorotan dalam razia, respons dari Aceh tidak bisa dihindari. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), memang merespons dengan tenang. Namun jika tidak dikelola dengan baik, ketegangan simbolik ini bisa berujung pada ketidaknyamanan relasi antarwilayah.

Dimensi Sosiologis: Identitas dan Kohesi Sosial

Dari sisi sosiologis, pelat kendaraan telah melampaui fungsi administratif. Ia menjadi simbol identitas daerah, apalagi bagi masyarakat Aceh yang sangat menjunjung tinggi kedaulatan daerah dan nilai-nilai lokal. Ketika pelat BL dirazia, banyak masyarakat Aceh memaknainya bukan sekadar razia pajak, melainkan sebagai bentuk perlakuan yang tidak adil terhadap identitas kolektif mereka.

Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, kebijakan yang menyentuh simbol-simbol identitas harus disampaikan dengan pendekatan persuasif dan edukatif, bukan semata tindakan represif. Komunitas di wilayah perbatasan Aceh-Sumut, yang selama ini hidup dalam relasi sosial yang cair dan harmonis, bisa terdampak secara sosial jika kebijakan ini menimbulkan rasa curiga atau ketidaknyamanan.

Menghindari Polarisasi, Mengedepankan Dialog

Kita tentu memahami semangat Gubernur Sumut dalam meningkatkan PAD. Namun pendekatan teknis harus dilengkapi dengan pendekatan kultural dan politis. Jangan sampai niat baik itu menimbulkan sentimen negatif yang bisa memperlemah semangat kebersamaan antardaerah.

Ada beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Perlu ada komunikasi langsung antar pemerintah provinsi. Pemprov Sumut dan Pemprov Aceh bisa duduk bersama untuk menyepakati pendekatan terbaik dalam menyikapi kendaraan perusahaan yang beroperasi lintas wilayah.

2. Sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terbuka dan persuasif. Penegakan hukum bisa dilakukan tanpa menimbulkan kegaduhan sosial, dengan mengedepankan edukasi tentang pajak daerah dan hak serta kewajiban warga.

3. Data dan fakta perlu menjadi dasar. Razia hendaknya berbasis domisili operasional kendaraan, bukan semata pelat nomor. Ini untuk menghindari kesan generalisasi atau diskriminasi.

Penutup

Dalam negara kesatuan yang majemuk seperti Indonesia, relasi antarwilayah harus dijaga dengan saling pengertian, bukan kecurigaan. Otonomi daerah bukan hanya tentang wewenang, tetapi juga tentang tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga harmoni antar saudara sebangsa.

Kebijakan fiskal harus bijak dan berkeadilan, agar semangat membangun Indonesia dari daerah tidak berubah menjadi potensi perpecahan horizontal.

Mari kita jaga PAD, tetapi juga jaga persaudaraan.

Selamat Ginting
Pengamat Politik Universitas Nasional (Unas)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya