KATA "apocalypse" tidak memiliki arti khusus yang berbeda dari makna utamanya, yaitu akhir dunia, bencana besar, atau kiamat. Istilah ini tetap digunakan untuk merujuk pada peristiwa kehancuran besar atau perubahan drastis yang terjadi di dunia.
Berasal dari bahasa Yunani "apokalypsis" yang berarti "wahyu" atau "penyingkapan" hal-hal tersembunyi, terutama yang berkaitan dengan akhir zaman atau alam spiritual. Seiring waktu, makna istilah ini bergeser dari penyingkapan menjadi peristiwa kehancuran itu sendiri. Jadi, saat orang menggunakan kata "apocalypse" dalam percakapan sehari-hari, biasanya mereka merujuk pada kiamat atau bencana besar.
Mendengar Apocalypse, apa yang timbul dalam pikiran saudara sewaktu mendengar kata itu? Apakah tentang hari kiamat? Malapetaka? Perang Dunia III? Akhir dunia ini? Jika tanggapan saudara juga demikian, maka saudara tidak sendirian dalam hal ini. Ilmu pengetahuan dan media berita memberi gambaran yang suram tentang masa depan manusia.
Jadi apakah aneh jika manusia menghubungkan apocalypse dengan pemusnahan manusia oleh suatu malapetaka? Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de Cuellar memperingatkan dalam pidato pelantikannya, ”Apocalypse sekarang bukan hanya suatu gambaran saja dalam Alkitab tetapi telah menjadi suatu kemungkinan yang sangat nyata. Belum pernah dalam pengalaman manusia kita ditempatkan pada tebing yang curam antara bencana dan kelangsungan hidup”.
Apa yang ia maksudkan? Yaitu konfrontasi nuklir yang timbul karena makin sengitnya perlombaan senjata dewasa ini. Ketika menandaskan peringatannya kepada Perserikatan Bangsa Bangsa, ia menyatakan bahwa ”kira-kira 500.000 ilmuwan di seluruh dunia mengabdikan pengetahuan mereka kepada penelitian untuk persenjataan yang lebih canggih dan lebih memautkan”.
Orang-orang lain juga sadar akan keadaan dewasa ini. Hans Jonas, profesor emeritus (pensiun) bidang filsafat di Sekolah Baru untuk Penelitian Sosial (di AS), mengatakan bahwa kekuatirannya yang utama ialah akan suatu ”apocalypse yang mengancam dari sifat dinamika peradaban teknik yang tidak diharapkan”. Ia menghubungkan apocalypse dengan ’keletihan, polusi, penghancuran planet ini, maupun ancaman kebinasaan tiba-tiba oleh bom atom’.
Tentang Perang Dunia
Demikian pula, sejarawan Golo Mann menyatakan, ”Kita tidak akan mengalami perang dunia yang lain. Perang adalah kata yang keliru. Kita harus melarang istilah ’Perang Dunia III’ dan sebagai gantinya menggunakan apocalypse atau malapetaka” (Die Zeit, 30 Agustus 1985 seperti dikutip dalam World Press Review, November 1985, hlm. 34).
Perang Dunia I disebabkan oleh faktor seperti nasionalisme, militerisme, imperialisme, dan sistem aliansi, yang menyebabkan ketegangan politik dan persaingan antarnegara.
Penyebab Perang Dunia II meliputi ketidakpuasan terhadap Perjanjian Versailles pasca-Perang Dunia I, kebangkitan dan ambisi ekspansionis negara-negara fasis (Jerman, Italia, Jepang), serta kegagalan Liga Bangsa-Bangsa dalam menjaga perdamaian.
Secara khusus, serangan Jerman ke Polandia pada 1 September 1939 menjadi pemicu awal di Eropa, sementara di Asia Pasifik, serangan Jepang ke Pearl Harbor menjadi pemicu langsung keterlibatan Amerika Serikat.
Albert Einstein tidak benar-benar "meramalkan" Perang Dunia IV dalam pengertian harfiah, melainkan ia menyampaikan sebuah peringatan tentang dampak kehancuran yang bisa terjadi akibat perang dunia masa depan.
Kutipannya yang terkenal, "Saya tidak tahu dengan senjata apa Perang Dunia III akan diperjuangkan, tetapi Perang Dunia IV akan diperjuangkan dengan tongkat dan batu". Itu adalah sebuah alegori yang menggambarkan kemungkinan kehancuran total umat manusia akibat senjata nuklir.
Ia khawatir bahwa jika Perang Dunia III terjadi dalam skala besar dengan teknologi nuklir, kerusakan yang ditimbulkan akan sangat dahsyat sehingga peradaban akan runtuh, dan manusia terpaksa kembali ke gaya hidup primitif.
Namun, istilah "Perang Dunia 5" muncul dalam konteks fiksi dan ramalan, terutama dalam seri anime dan manga Naruto yang menyebut "Perang Dunia Shinobi Kelima".
Dalam dunia fiksi Naruto, terdapat "Perang Dunia Shinobi Kelima" (Daigoji Ninkai Taisen) yang melibatkan sebagian besar desa ninja dunia melawan kekuatan jahat dari Fraksi Chimera.
Istilah ini juga muncul dalam diskusi non-ilmiah mengenai kemungkinan konflik global di masa depan.
Apa Prediksi Utama untuk Tahun 2025?
Para cenayang ternama, termasuk Baba Vanga dan Nostradamus, telah meramalkan peristiwa-peristiwa yang meresahkan di tahun 2025, memperingatkan akan terjadinya kekacauan global, gempa bumi, dan perang.
Ramalan mereka telah menimbulkan kekhawatiran dan memicu diskusi yang intens. Para cenayang memprediksi kekacauan dan kerusuhan global untuk tahun 2025.
Jam Kiamat 2025 telah diumumkan 89 detik menuju kehancuran. Ilmuwan menyebut AS, Rusia, dan China bertanggung jawab mengembalikan Bumi ke jalur yang benar.
Doomsday Clock atau Jam Kiamat 2025 telah diumumkan 89 detik menuju waktu tengah malam. Ilmuwan menyebut Amerika Serikat, Rusia, dan China bertanggung jawab mengembalikan Bumi ke jalur yang benar.
Jam Kiamat adalah jam simbolis yang menggambarkan kemungkinan risiko bencana global buatan manusia.
Simbol ini dikelola sejak 1947 oleh para ilmuwan yang tergabung dalam Bulletin of the Atomic Scientists (BAS). Semakin dekat jarum jam menuju waktu tengah malam, menandakan umat manusia semakin dekat dengan 'kiamat' atau bencana global.
"Para pemimpin negara dan masyarakat mereka telah gagal melakukan apa yang diperlukan untuk mengubah arah. Akibatnya, kita sekarang mengubah Jam Kiamat dari 90 detik (Jam Kiamat 2023 dan 2024) menjadi 89 detik mendekati tengah malam.
Ini adalah waktu terdekat dengan bencana sepanjang sejarah "Jam Kiamat sejak diumumkan," demikian pernyataan para ilmuwan yang dikutip dari situs resmi BAS.
Berbagai ancaman global menjadi pertimbangan para ilmuwan mengatur waktu Jam Kiamat 2025, termasuk proliferasi senjata nuklir, teknologi disruptif seperti kecerdasan buatan, perang Rusia-Ukraina, perang Israel-Hamas, konflik Israel-Hizbullah, ancaman biologis, dan krisis iklim yang berkelanjutan.
Terkait nuklir, ilmuwan menyoroti Rusia yang menangguhkan kepatuhan terhadap perjanjian New START dan menarik ratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif.
China, dengan cepat meningkatkan persenjataan nuklirnya. Lalu AS telah mengabaikan perannya yang seharusnya memberikan peringatan.
Menyeimbangkan Kembali Pengeluaran Militer“Dunia menghabiskan jauh lebih banyak uang untuk berperang daripada membangun perdamaian,” ujar Sekretaris Jenderal PBB António Guterres saat mempresentasikan laporan baru yang menunjukkan pengeluaran militer global mencapai rekor USD 2,7 triliun pada tahun 2024, melonjak lebih dari sembilan persen sejak tahun 2023 dan menandakan pergeseran berbahaya dari prinsip-prinsip Piagam PBB.
Angka tersebut “setara dengan USD 334 untuk setiap orang di Bumi,” ujar Guterres kepada para wartawan di markas besar PBB.
“Angka tersebut hampir tiga belas kali lipat jumlah bantuan pembangunan resmi dari negara-negara terkaya di dunia dan 750 kali lipat anggaran rutin Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tambahnya.
Menyeimbangkan Kembali Pengeluaran Militer untuk Masa Depan yang Berkelanjutan dan Damai’ memperingatkan bahwa melonjaknya anggaran pertahanan mengalihkan sumber daya dari pendidikan, layanan kesehatan, dan ketahanan iklim, sementara hanya satu dari lima target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang berada di jalur yang tepat.
“Janji bersama kita untuk pembangunan berkelanjutan terancam. Kesenjangan pendanaan semakin besar, begitu pula biaya yang harus ditanggung jika tidak bertindak,” kata Guterres.
Ia mengatakan laporan tersebut memuat tiga pesan penting: bahwa lintasan saat ini tidak berkelanjutan, bahwa jalur yang lebih baik dimungkinkan, dan bahwa langkah-langkah praktis diperlukan untuk menyeimbangkan kembali prioritas. “Anggaran adalah pilihan,” tegas Guterres.
“Mengalihkan, bahkan sebagian kecil, dari pengeluaran militer saat ini dapat menutup kesenjangan vital, menyekolahkan anak-anak, memperkuat layanan kesehatan primer, memperluas energi bersih dan infrastruktur yang tangguh, serta melindungi mereka yang paling rentan.”
“Buktinya jelas. Pengeluaran militer yang berlebihan tidak menjamin perdamaian. Pengeluaran militer yang berlebihan justru seringkali merusaknya, memicu perlombaan senjata, memperdalam ketidakpercayaan, dan mengalihkan sumber daya dari fondasi stabilitas,” tambahnya.
Izumi Nakamitsu, Perwakilan Tinggi PBB untuk Urusan Perlucutan Senjata, mengatakan bahwa membalikkan tren ini membutuhkan komitmen kembali terhadap multilateralisme dan diplomasi, serta memperingatkan akan meningkatnya risiko.
“Semua negara pemilik senjata nuklir telah menginvestasikan sejumlah besar uang untuk memodernisasi persenjataan nuklir mereka, dan segera, atau kita mungkin sudah memulai perlombaan senjata nuklir kuantitatif,” ujarnya.
"Ada juga retorika, atau, menurut pandangan kami, mispersepsi bahwa senjata nuklir sebenarnya memberikan keamanan tertinggi, yang juga menyebabkan pendorong proliferasi tambahan lainnya,” tambah dia.
Pelaksana Tugas Administrator UNDP Haoliang Xu mengatakan bahwa pencapaian beberapa dekade terakhir terancam.
“Pertumbuhan manusia yang telah kita capai selama beberapa dekade terakhir kemungkinan akan menurun. Jadi, apa yang terjadi selanjutnya, bergantung pada kita,” ujarnya, mendesak pergeseran menuju pendekatan keamanan yang berpusat pada manusia dan multidimensi.
Laporan Sekretaris Jenderal PBB memproyeksikan belanja militer global dapat meningkat hingga USD 6,6 triliun pada tahun 2035 jika tren saat ini terus berlanjut, sehingga semakin memperlebar kesenjangan pendanaan tahunan sebesar USD 4 triliun yang dibutuhkan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
*Penulis adalah Eksponen Gema 77/78