Berita

Aktivis HAM, Usman Hamid (Foto: YouTube Indonesia Lawyers Club)

Politik

Pemerintah dan DPR Harus Perbaiki Mutu Demokrasi yang Terus Merosot

SENIN, 15 SEPTEMBER 2025 | 09:08 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk memperbaiki mutu demokrasi yang terus merosot. 

Lembaga kajian dan penelitian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) menekankan, indikator yang mencolok ialah makin melemahnya ruang publik yang aman untuk kritik, tidak ada lagi ruang oposisi di DPR, dan tidak ada lagi integritas pemilu seperti masa-masa sebelumnya.

Ketua Dewan Pengurus PVRI, Usman Hamid, bahkan mengatakan, mutu demokrasi Indonesia sampai pada titik paling rendah.


"Itu tidak dalam satu malam. Terjun bebasnya demokrasi kita hari ini adalah hasil dari proses bertahun-tahun penguatan kembali kolusi negara dan oligarki yang kini telah mendomestifikasi kekuatan masyarakat sipil agama sebagai basis terbesar negeri ini," kata Usman dalam siaran persnya yang diterima RMOL di Jakarta, Senin, 15 September 2025.

Usman mengaku khawatir gejala kebangkitan militerisme di tengah tingginya ketimpangan ekonomi dapat menumbuhkan fasisme di Indonesia yang kini mulai terkonsolidasi. Salah satunya adalah pelibatan militer dalam berbagai urusan pemerintahan dan program sosial ekonomi pemerintah.

Di luar itu, ada pembentukan batalyon-batalyon di berbagai wilayah untuk mengurusi masalah pertanian yang bukan urusan pertahanan. Bahkan, saat ini ditambah dengan patroli siber militer yang mengarah pada pengawasan percakapan warga negara.

Terakhir, ada pemberlakuan wajib tentang iklan politik pemerintah di bioskop yang berisi penjelasan kemajuan pemerintah. 

"Itu semua menunjukkan sistem negara itu memakai demokrasi tetapi wuiudnya justru mengarah pada gejala otoriterisme fasis," terang Usman.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti PVRI, Muhammad Naziful Haq, nenambahkan bahwa struktur oligarki telah membentuk kultur dan mentalitas ‘Orde Baru’ tetap bertahan bahkan di era pasca Reformasi 1998.

"Anatomi institusi politik kita mungkin demokrasi, tetapi logika cara menjalankannya tetap hierarkis, patron-klien, imbal-jasa, dan sentralistik," kata Naziful.

Menurut Naziful, ketika kultur dan praktik tersebut bertemu kesempatan politik yang dapat memperluas kekuasaan, rasa malu atas inkompetensi dan kejumudan diri bisa hilang.

"Meritokrasi sebagai penyaring kelayakan sebuah jabatan akhirnya hilang dari sistem yang dianggap demokrasi. Padahal ini penting sebagai salah satu bentuk kontrol sosial," tegas Naziful.

Terhitung sejak 2007, pada 15 September 2025 menjadi Hari Demokrasi Internasional yang ke-18. Hari Demokrasi Internasional kali ini diwarnai ragam letupan demokrasi di berbagai belahan dunia dan tidak terkecuali Indonesia.

Namun, hampir sebagian besar benang merahnya sama, yakni berlarut-larutnya ketimpangan ekstrim dan minimnya etika politik, sehingga memicu kemarahan rakyat dan tuntutan pembaruan rezim secara reformatif maupun struktural.

"Hari Demokrasi Internasional kali ini harus menjadi momentum penguatan ulang komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi yang belakangan kontradiktif antara lisan dan kenyataan di kalangan penyelenggara negara," jelas Naziful.

Oleh karena itu kata Nazif, Hari Demokrasi Internasional 2025 tidak boleh sekadar menjadi seremoni tahunan. Saatnya masyarakat sipil, akademisi, media, dan seluruh warga negara untuk menuntut kembali ruang partisipasi politik yang otentik, menegakkan etika dalam bernegara, serta menolak setiap bentuk penguatan fasisme dalam sistem demokrasi. 

"Demokrasi hanya akan hidup sejauh kita berani melawannya dari dalam, mengoreksi penyimpangan yang kian mapan, dan merebut kembali makna kedaulatan rakyat dan membebaskannya dari persekutuan gelap antara negara-oligarki-agama yang kini menguat," pungkas Naziful.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya