Ichsanuddin Noorsy. (Foto: Istimewa)
Reshuffle Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan, tidak lantas menyelesaikan persoalan ekonomi bangsa, jika basis perekonomian Indonesia tak segera dibereskan.
Ekonom Ichsanuddin Noorsy mengatakan, Presiden Prabowo telah mengambil arah kebijakan ekonomi yang bertentangan dengan yang biasa dilakukan Sri Mulyani.
Menurutnya, selama Srimul belasan tahun menjabat menkeu, sejak era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke-7 Joko Widodo, dan Presiden Prabowo sekarang ini, fatsun politik ekonominya cenderung ke barat.
"Srimul ini itu menerapkan kebijakan yang disebut dengan kebijakan neoliberal," ujar Ichsan saat dihubungi
Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Jumat, 12 September 2025.
Dia memaparkan, corak ekonomi neoliberal yang diterapkan Srimul memberikan dampak pada sektor keuangan dan perekonomian masyarakat.
Doktor ekonomi jebolan Universitas Airlangga itu menyebutkan, Srimul yang setiap penyusunan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) mengklaim menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent), justru malah menimbulkan bahaya.
"Di perdagangan diterapkan namanya pre-market mechanism, sehingga barang-barang publik itu disediakan, diproduksi, dan didistribusikan oleh swasta. Jadi itu kebijakannya, tokoh utamanya ya Sri Mulyani," urai Ichsan.
"Kalau negara gak punya duit untuk melakukan kewajibannya, maka negara bikinnya pajak, pajak dinaikin. Itu seperti saran OECD, saran Bank Dunia, saran IMF, agar tax ratio mencapai 12,5 persen. Nah era Sri Mulyani mencapai 10 persen, jadi tidak tercapai," sambungnya memaparkan.
Namun, lanjut Ichsan, kalau perpajakan masih tidak mampu membiayai, maka kebijakan yang diambil Srimul adalah harus berhutang, sehingga di eranya utang itu naik.
"Kalau masih kurang, dia jual aset, aset dia jual-jualin," tambahnya menegaskan.
Oleh karena itu, Ichsan memandang persoalan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sistem politik yang dipakai pemerintah.
Sehingga, dia menyarankan Presiden Prabowo untuk tidak sekadar mereshuffle menteri, tapi juga memperbaiki sistem politik yang ada sekarang ini.
Sebab menurutnya, apabila sektor politik tidak kunjung diselesaikan, maka bukan hanya sektor ekonomi yang akan terguncang.
"Persoalan fundamentalnya bukan di ekonomi neoliberalnya saja. Karena Indonesia telah menerapkan demokrasi liberal yang ugal-ugalan. Dan itu masuk ke semua sektor kehidupan," demikian Ichsan menambahkan.