Berita

Diskusi forum KWP menghadirkan Ketua Tim 13 Asosiasi Haji dan Umrah, M Firman Taufik (tengah) dan Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj (kanan). (Foto: Dok KWP)

Politik

UU Haji Rentan Bermasalah Hukum jika Terlalu Kaku

SELASA, 19 AGUSTUS 2025 | 21:31 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Revisi UU 8/2019 tentang Haji dan Umrah harus fleksibel dan tidak Indonesiasentris. Jika terlalu kaku dan rigid, pengelola ibadah haji rentan menghadapi masalah hukum.

"Kalau UU Haji dan Umrah tidak ada relaksasi, tidak ada integrasi dengan taklimatul hajj dan aturan-aturan yang ada di Arab Saudi, maka siapa pun pengelola ibadah haji akan rentan menghadapi proses hukum," kata Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj saat diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.

Sejauh ini, Mustolih menilai draf RUU Haji dan Umrah masih terlalu Indonesiasentris.


"Satu contoh terkait aturan kuota haji. UU No 8/2019 yang eksisting hari ini, kuota haji khusus angkanya sebesar 8 persen. Tidak ada frasa paling banyak atau paling sedikit," jelasnya.

Sehingga jika diasumsikan kuota haji khusus sebesar 8 persen dan haji reguler mendapatkan 92 persen, maka kondisi ini akan sulit diimplementasikan.

"Dalam penyelenggaraan ibadah haji pasti ada kuota yang tidak terserap. Bisa karena meninggal dunia, hamil, sakit, atau hambatan-hambatan lain," lanjut Mustolih.

Jika tidak terserap maksimal, artinya pemerintah atau penyelenggara haji melanggar aspek besaran kuota.

"Tapi sayangnya ini belum dipahami. Apalagi dalam draf revisi UU baru nanti, DPR terlibat dalam penentuan kuota haji. Maka akan sangat birokratis, sementara dikejar waktu dalam penyelenggaraan ibadah haji," tutur Mustolih.

Masalah lainnya akan muncul jika haji reguler tidak bisa menghabiskan kuota yang ditentukan. Sehingga idealnya, kata doktor hukum ini, frasa yang paling tepat untuk kuota haji khusus adalah minimal 8 persen.

"Kita tahu kuota tambahan itu tidak terjadwal, tiba-tiba diberikan, dan dalam waktu yang sangat singkat harus diisi. Pemerintah sulit mengisi mendadak. Contohnya tahun 2019 dan 2022 saat kita dapat kuota tambahan, tapi karena waktunya mepet tidak dioptimalkan," pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya