Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno bersama Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa/Ist
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menegaskan pentingnya percepatan pembentukan payung hukum di sektor energi terbarukan dan kelistrikan untuk mendukung transisi energi berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan Eddy Soeparno saat menerima audiensi Institute for Essential Services Reform (IESR) di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin 11 Agustus 2025
"Kita perlu segera memiliki payung hukum untuk energi terbarukan dan ketenagalistrikan," kata Eddy.
Kata dia, fokus saat ini adalah pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2025 sampai 2034, yang menargetkan penambahan kapasitas 70 gigawatt dalam 10 tahun.
"Itu merupakan pekerjaan yang besar dan kompleks tapi juga merupakan keniscayaan," sambungnya.
Menurut Anggota Komisi XII DPR ini, skema investasi yang menarik bagi pihak swasta juga perlu diimplementasikan, termasuk kebijakan pembelian listrik yang realistis agar dapat dukungan pembiayaan dari perbankan.
"Pengembangan jaringan listrik dan infrastruktur pendukung juga menjadi hal penting, mengingat tingkat pengembalian investasi yang masih rendah di sektor tersebut," lanjutnya.
Kepada IESR, Wakil Ketua Umum PAN ini menjelaskan bahwa MPR berperan sebagai akselerator, integrator, dan fasilitator untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas dalam mengurai hambatan transisi energi.
"Kami percaya komunikasi dan kolaborasi menjadi poin penting dalam mengurai berbagai hambatan transisi energi. Di MPR kami menjadi titik temu agar kebijakan publik berbasis pada aspirasi masyarakat," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Executive Officer (CEO) Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyampaikan usulan terkait penyusunan Undang-undang Ketenagalistrikan dan RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET).
“Kami berharap dengan adanya masukan ini dapat disampaikan juga dalam pembahasan kedua peraturan perundang-undangan di DPR, dan kami berharap jua bisa dijadikan referensi untuk MPR dan DPR,” tutur Fabby.
Menanggapi hal itu, Eddy mengapresiasi masukan yang diberikan oleh IESR dan berkomitmen untuk menindaklanjutinya bersama badan keahlian.
“Masukan ini akan menjadi bahan pembahasan prioritas legislasi, termasuk RUU EBET dan Undang-undang Ketenagalistrikan,” pungkasnya.