Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa/Ist
Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menyoroti sikap Indonesia dalam penyelesaian sengketa Blok Ambalat dengan Malaysia.
Menurut dia, skema Joint Development Authority (JDA) dalam bentuk kerja sama bilateral untuk pengelolaan wilayah sengketa secara bersama sangat perlu dilakukan kedua negara.
“Jadi, JDA bisa sebagai langkah pragmatis yang dapat menurunkan ketegangan, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi kedua negara. Maka jika ini dikembangkan secara transparan dan adil, JDA bisa menjadi solusi win-win,” ujar Capt. Hakeng kepada RMOL, Minggu, 10 Agustus 2025.
“Kedua negara bisa berbagi hasil sumber daya alam, sembari tetap berproses dalam penetapan batas maritim resmi di bawah kerangka hukum internasional,” tambahnya.
Lanjut dia, Blok Ambalat memiliki nilai strategis yang besar. Berdasarkan studi geologi dan data eksplorasi, kawasan ini mengandung potensi minyak dan gas bumi yang signifikan.
Fakta ini menjadikan sengketa Ambalat tidak hanya bernuansa politis, tetapi juga sangat ekonomis. Oleh karena itu, menurut Capt. Hakeng, kerja sama justru membuka peluang menghindari kerugian bersama yang ditimbulkan dari stagnasi politik.
Kendati demikian, ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam perancangan skema kerja sama. JDA tidak boleh menjadi jebakan yang melemahkan posisi hukum Indonesia dalam jangka panjang.
"Setiap dokumen, peta, atau perjanjian teknis harus disusun sangat cermat. Kesalahan dalam satu frasa bisa menjadi preseden yang merugikan di kemudian hari," tegasnya.
Masih kata Capt. Hakeng, masyarakat pesisir dan komunitas lokal di Kalimantan Utara yang paling dekat dengan wilayah Ambalat harus dilibatkan secara aktif dalam proses pembangunan dan pengawasan.
“Jangan sampai JDA hanya menjadi kerja sama antar elite yang tidak berdampak bagi kesejahteraan masyarakat setempat,” imbuh dia.
Menariknya, baik Indonesia maupun Malaysia kini menunjukkan kematangan diplomasi yang cukup tinggi. Tidak ada provokasi militer atau manuver agresif di lapangan. Bahkan kedua negara terus mengupayakan dialog melalui jalur bilateral dan forum ASEAN.
Meski begitu Capt. Hakeng menggarisbawahi ini bahwa penyelesaian damai yang berlandaskan prinsip hukum internasional adalah satu-satunya pilihan rasional.
"Indonesia dan Malaysia bisa menjadi contoh dunia bahwa sengketa maritim tidak harus diselesaikan dengan konflik. Justru, dari sini bisa tumbuh kerja sama yang produktif jika ada political will yang kuat," bebernya.
Ia pun mengimbau bahwa di tengah banyaknya potensi gesekan di kawasan Indo-Pasifik, pendekatan Indonesia terhadap Ambalat bisa menjadi role model regional.
“Melalui diplomasi tenang, kerja sama pragmatis, dan konsistensi dalam menjaga prinsip hukum, Indonesia menunjukkan bahwa kedaulatan dan perdamaian bisa berjalan beriringan,” jelas dia.
Pengamat maritim yang dikenal kritis ini menekankan jika proses damai terus dijaga dan ditingkatkan, bukan tidak mungkin Ambalat kelak dikenal sebagai contoh keberhasilan dua bangsa serumpun dalam mengelola perbedaan dengan cara-cara beradab.
Presiden Prabowo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada Juni 2025 lalu telah melakukan pertemuan bilateral. Kedua pemimpin itu dimungkinkan membahas kerja sama dalam mengelola Blok Ambalat.