Permasalahan hukum antara Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) Nusa Tenggara Barat yang diketuai oleh Lalu Imam Hambali dengan pemborong Soenarijo bergulir di Pengadilan Negeri Mataram.
Kasus ini terkait kasus pembangunan SDIT Yarsi Mataram yang dihentikan sepihak oleh yayasan.
Kuasa hukum Soenarijo selaku pemohon, Satrio Edi Suryo mengatakan pasca dilaksanakannya aanmaning oleh PN Mataram hingga saat ini eksekusi tak belum kunjung melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Kami sebagai pemohon eksekusi pada tanggal 28 April 2025 telah mengajukan permohonan tindak lanjut eksekusi melalui PN Mataram," ujar Satrio dalam keterangannya, Sabtu 3 Mei 2025.
Sementara itu Jurubicara Humas PN Mataram Lalu Muhammad Sandi Ramaya membenarkan surat panggilan oleh Ketua Pengadilan.
"Panggilan tersebut dihadiri oleh kuasa hukum termohon, dan panggilan sudah melakukan aanmaning agar termohon bersedia memenuhi putusan pengadilan secara sukarela setelah ada permohonan eksekusi," tuturnya.
Sebelumnya surat pemanggilan dilakukan pada 17 Maret 2025 melalui surat nomor 10/Pdt.Eks./2025/ PN Mtr.
Oleh PN Mataram pada tanggal 17 Maret 2025 telah dilaksanakan acara aanmaning (teguran) yang dihadiri oleh Soenarijo (pemohon eksekusi) dan termohon Yayasan Rumah Sakit Islam diwakili oleh kuasa hukumnya.
Perintah eksekusi aset itu berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) 831/PK/Pdt/2024 yang menolak peninjauan kembali (PK) putusan PN Mataram nomor 273/Pdt.G/2021/PN Mtr tanggal 23 Maret 2022.
Sebelum ini, Yayasan RSI NTB melakukan Banding di Pengadilan Tinggi (PT) Mataram 81/Pdt/2022/PT MTR tanggal 7 Juni 2022. Namun, PT Mataram malah menguatkan putusan PN Mataram 273/Pdt.G/2021/PN Mtr tanggal 23 Maret 2022.
Sebelumnya, Soenarijo, selaku pemborong yang menggarap proyek Yayasan RSI NTB untuk pembangunan SDIT Yarsi Mataram, melayangkan gugatan kepada yayasan pada 2021.
Gugatan tersebut salah satunya karena pihak yayasan belum menyelesaikan pembayaran ke Soenarijo. Salah satu poin gugatan Soenarijo, agar yayasan tidak menghindari pembayaran, yakni meminta pengadilan untuk menyita beberapa aset yayasan.
Kronologinya, pada 11 Juni 2020 yayasan melakukan kontrak dengan Soenarijo dengan nilai proyek sebesar Rp11,2 miliar untuk renovasi gedung sekolah SDIT Yarsi Mataram.
Namun Soenarijo diminta berhenti bekerja pada 29 Juni 2021 secara sepihak, tanpa ada force majeure. Lalu yayasan malah menunjuk pemborong lain untuk mengerjakan pekerjaan Soenarijo.
Soenarijo lalu menagih yayasan atas pekerjaan yang dilakukan dan pekerjaan tambahan. Namun yayasan enggan membayar tanpa alasan yang jelas.
Menurut pihak Soenarijo, pekerjaan telah selesai 68,392 persen yang apabila diuangkan berdasarkan nilai kontrak setara dengan nilai nominal sebesar Rp7.659.862.500. Lalu pekerjaan tambahan senilai ± Rp339,2 juta, yang bila ditotal mencapai Rp7,99 miliar.
Di sisi lain, yayasan hanya membayar Rp5.210.000.000. Sehingga yayasan masih berhutang Rp2.789.126.894.