Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa dua mantan Dirjen Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018 sampai 2023 pada Jumat, 7 Maret 2025.
Selain dua mantan dirjen ada dua orang lainnya yang juga menjalani pemeriksaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menjelaskan pemeriksaan dikaitkan dengan tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
"TA selaku Dirjen Migas pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020 sampai dengan 2024, ES selaku Dirjen Migas pada Kementerian ESDM tahun 2019 sampai 2020, CJ selaku Analyst Light Distillato Trading pada Integrated Supply Chain PT Pertamina (Persero) periode 2019 ssampai 2020, dan AYM selaku Koordinator Pengawasan BMM BPH Migas," kata Harli Siregar.
Harli menyebut, pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini.
Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International; Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku Beneficially Owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim; Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak, Direktur Pemasaran Pusat Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan modus operandinya.
Awalnya, Riva mengimpor bahan bakar minyak dengan kadar RON 90 atau setara dengan Pertalite yang banyak digunakan kendaraan bermotor di SPBU Pertamina.
Seharusnya yang diimpor dalam kesepakatan dan pembayarannya adalah Pertamax dengan RON 92.
"Dilakukan blending, di storage depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," kata Qohar kepada wartawan.
Tak puas sampai di situ, tersangka juga melakukan markup kontrak shipping (pengiriman) dilakukan oleh tersangka Yoki yang membuat negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen.
Dari sini, tersangka M. Kerry Adrianto Riza mendapatkan keuntungan dan negara merugi hingga Rp193,7 triliun.