Berita

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Nasdem, Arif Rahman/Repro

Politik

Polemik Pagar Laut, Komisi IV DPR Desak Peningkatan Koordinasi Antara Kementerian dan Pemda

KAMIS, 23 JANUARI 2025 | 14:44 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Polemik pembangunan pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 km di pesisir Tangerang, Banten, menunjukkan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, kementerian terkait, dan pemerintah daerah. 

Seperti diungkap Anggota Komisi IV DPR RI, Arif Rahman, meskipun sejak awal masyarakat sudah melaporkan adanya pembangunan pagar laut sepanjang 7 km pada Agustus 2024, tidak ada respons jelas dari pihak kementerian. 

“Ini muncul setelah viral. Ini kalau seperti ini terus setelah viral-viral ini juga kan bahaya,” tegas Arif dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 23 Januari 2025. 


Legislator Nasdem ini juga mengkritik peran Menteri Sakti Wahyu Trenggono yang dianggap gagal menyelesaikan masalah ini. Menurut Arif, Menteri seharusnya menjadi pemecah masalah, bukan justru membuat pernyataan yang memperkeruh situasi. 

“Nah ini harus juga menjadi perhatian Pak Menteri supaya juga Pak Menteri pada saat muncul harus punya solusi,” tegasnya.

Arif juga mengungkapkan bahwa keberadaan pagar laut tersebut mengganggu nelayan di wilayah tersebut, yang merasa terdampak oleh kebijakan tersebut. Dalam kunjungannya ke wilayah mangrove, Arif menemukan bahwa nelayan mengeluhkan adanya hambatan akibat pembangunan pagar yang seharusnya lebih terkoordinasi.

“Saya tanyakan, ya nelayan selama ini merasa terganggu dengan adanya pagar itu. Jadi, ini harus menjadi perhatian kita semua agar Pak Menteri juga ke depan bisa bekerja lebih baik,” kata Legislator Dapil Banten I ini. 

Dia juga mengingatkan bahwa setiap pemanfaatan ruang laut harus memperoleh persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, di lapangan, ditemukan ketidaksesuaian antara kebijakan kementerian dengan yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Khususnya di Bekasi, yang menganggap proyek tersebut legal sementara kementerian menyebutnya ilegal.

“Ini contoh di Bekasi Pak, kemarin waktu ditanyakan ini Kepala Dinas Kelautan Jawa Barat Hermansyah mengaku pemagaran laut tersebut merupakan kerja sama antara pemerintah daerah dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara, tapi di sisi lain kementerian kelautan menganggap ini ilegal,” ungkapnya. 

Karena itu, menurut Arif, persoalan ini timbul akibat kurangnya koordinasi antara kementerian dan pemerintah daerah. 

“Jadi ini menunjukkan bahwa KKP dengan dinas kelautan dan perikanan daerah tidak ada sinkronisasi. Nah itu yang saya minta supaya bagaimana caranya itu ada sinkronisasi antara kementerian dengan pemerintah daerah,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arif menyoroti permasalahan HGB di laut yang kini muncul sebagai sorotan utama. Dulu, hal ini dianggap tidak mungkin, tetapi kini HGB di laut menjadi kenyataan yang menimbulkan pertanyaan di masyarakat.

“Dulu saya enggak percaya kalau ada orang punya girik laut pak, dulu wah kita punya girik laut, ternyata sekarang beneran ternyata ada HGB di laut ya, ini jadi pertanyaan kita. Dan itu tidak mungkin kan itu kan, harus pasti ada koordinasi,” kata dia.

Arif terus menekankan pentingnya koordinasi antara kementerian dan pemerintah daerah untuk mencegah kebingungan dan memastikan kebijakan yang diambil tepat sasaran.

“Makanya juga menandakan bahwa koordinasi antarkementerian ini juga bermasalah menurut saya. Itu kan terbukti pada saat kemarin bicara segel, yang satu membongkar tiba-tiba kemarin Pak Nusron (Menteri ATR/BPN) juga bicara dicabut. Memang hak Pak Nusron, tapi kan seharusnya ada koordinasi. Karena wilayah yang diberikan HGB itu juga ada di laut kan gitu. Jadi, koordinasi antarkementerian juga saya harapkan juga supaya bisa lebih efektif supaya jangan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan ke masyarakat,” demikian Arif.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya