Berita

Ilustrasi (AI/AT)

Publika

Angin pun Dia Lawan

KAMIS, 09 JANUARI 2025 | 11:30 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

JANGAN percaya ocehan Donald Trump yang satu ini. Seolah menjadikan turbin angin sebagai musuh bebuyutannya, ia mengklaim bahwa suara turbin angin bisa menyebabkan kanker. Entah bagaimana ia tiba pada kesimpulan ini, tetapi mari kita sepakati bahwa klaim ini lebih cocok berada di acara komedi ketimbang forum kebijakan. 

Tanpa bukti ilmiah, hanya kata-kata sarkatis belaka, Trump yang kini Presiden negara adidaya dunia membuang akal sehatnya. Sayangnya, klaim tersebut sempat menyeruak ke panggung global, menghidupkan diskusi antara logika, kepentingan ekonomi, dan absurditas. 

Sayangnya lagi, tidak ada Rocky Gerung di sana yang dapat menasehatinya.

Turbin angin, simbol energi terbarukan, menghadirkan dilema antara masa depan hijau dan narasi Trump yang sarat kontroversi. Ia juga menyebut turbin sebagai "pembunuh burung" dan "perusak estetika properti." Klaimnya tidak berhenti di situ. Ia bahkan menuduh keberadaan turbin dapat menurunkan nilai properti hingga 75 persen. 

Jika memang demikian, mengapa pasar properti di sekitar kawasan ladang angin di Skotlandia dan Denmark tetap stabil? Bahkan, data menunjukkan, ladang angin lepas pantai seperti proyek Hornsea One di Laut Utara telah menciptakan ribuan lapangan kerja baru, menggantikan sebagian pekerjaan yang hilang di sektor minyak dan gas.

Sikap Trump terhadap energi terbarukan tampaknya lebih dari sekadar estetika pemandangan dari lapangan golfnya di Skotlandia. Selama masa kepresidenannya yang pertama, ia memberikan subsidi besar-besaran untuk industri minyak dan gas, menghapus regulasi lingkungan, dan dengan lantang menyerang proyek energi hijau. 

Sebagai imbal balik atas kebijakannya, ia menerima dukungan finansial besar dari perusahaan-perusahaan energi fosil dalam kampanyenya. Seperti plot film noir, hubungan ini menciptakan ketegangan antara upaya transisi menuju energi bersih dan dominasi industri minyak yang enggan meninggalkan panggung.

Ironisnya, ketika Trump mengkritik kebijakan Perdana Menteri Inggris yang ingin menggandakan kapasitas energi angin lepas pantai, data dari Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan bahwa sektor energi terbarukan kini menciptakan lebih banyak lapangan kerja dibandingkan energi fosil. Sementara itu, negara-negara seperti Skotlandia telah menunjukkan bahwa investasi dalam energi hijau tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga menguntungkan ekonomi lokal.

Pertarungan Trump melawan turbin angin mencapai puncaknya di Skotlandia, ketika ia menentang pembangunan ladang angin lepas pantai dekat lapangan golfnya di Aberdeen. Dengan dalih estetika dan daya tarik wisata, ia membawa kasus ini ke pengadilan, tetapi kalah telak. Pengadilan menghempaskannya.

Bagi banyak orang Skotlandia, ini merupakan kemenangan simbolis atas dominasi pribadi yang mengorbankan kepentingan umum. Bahkan, petisi publik yang mendesak pemerintah melarang Trump memasuki negara itu menunjukkan betapa besar dukungan masyarakat terhadap transisi energi hijau.

Meski Trump terus bersikeras pada narasi lama yang mendukung energi fosil, dunia terus bergerak menuju energi bersih. Ladang angin lepas pantai kini menjadi tulang punggung transisi energi di Eropa, dengan potensi besar untuk mengurangi emisi karbon dan menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan. 

Proyek seperti Hornsea One adalah bukti nyata bahwa masa depan energi tidak lagi bergantung pada minyak dan gas. Namun, resistensi seperti yang ditunjukkan oleh Trump mencerminkan perjuangan yang lebih besar antara kepentingan lama dan visi baru. Pertanyaannya, apakah ini benar-benar tentang keberlanjutan atau sekadar upaya mempertahankan status quo?

Donald Trump mungkin melawan angin, tapi angin sejarah terus berhembus ke arah masa depan yang lebih hijau. Semua ini mengajarkan kita bahwa perubahan, meskipun penuh tantangan, tidak dapat dihentikan. Seperti kata pepatah, "Angin tidak bertiup untuk melawan pohon yang kuat, tetapi untuk mengujinya." Dan dalam hal ini, pohon energi terbarukan tampaknya tumbuh semakin kokoh.

*Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an





Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya