Berita

Black Swan Election/Ist

Publika

Strategi Pemilu Black Swan

SELASA, 07 JANUARI 2025 | 13:45 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

JIKA Anda pernah merasa hidup ini seperti sebuah novel distopia, jangan salahkan imajinasi Anda. Ketika di artikel kemarin saya menyebut istilah “Pemilu Angsa Hitam”, itu mengacu pada dunia politik Amerika, khususnya Pilpres 2024, yang telah menjelma menjadi pertunjukan absurd seolah karya penulis novel ilmiah kelewat kreatif.

Ya, Black Swan Election (Pemilu Angsa Hitam), istilah yang digunakan tim kampanye Donald Trump untuk menggambarkan pemilu penuh kejutan, drama, dan keanehan tak terduga. Black Swan Election mengacu pada pemilu yang hasilnya luar biasa mengejutkan, penuh kejadian langka yang sulit diprediksi, tetapi berdampak besar.

Konsep ini terinspirasi dari buku The Black Swan karya Nassim Nicholas Taleb, yang menjelaskan peristiwa-peristiwa langka dengan dampak besar, yang baru terlihat masuk akal setelah terjadi. Pemilu 2024 di AS adalah perwujudan nyata konsep ini, di mana drama politik mengalahkan skenario film thriller.


Mari kita mulai dengan daftar kejadian luar biasa di pemilu ini: dua percobaan pembunuhan terhadap Trump, calon presiden petahana Biden yang mundur di tengah perlombaan, penggantian kandidat dengan Kamala Harris tanpa pemungutan suara, dan calon lain yang menghadapi tumpukan dakwaan kriminal sebesar koleksi perangko.

Lalu, apa hasil akhirnya? Donald Trump menang --lagi. Jika ini adalah episode serial TV, mungkin kita akan mengeluh bahwa alurnya terlalu tidak masuk akal. Tapi inilah kenyataan politik Amerika. Chris LaCivita dan Tony Fabrizio, duo arsitek kampanye Trump, justru baru menyadari situasi dan menyebutkan istilah Black Swan Election seusai pemilu.

Dalam wawancara di Politico, keduanya membandingkan kampanye mereka dengan bercocok tanam. Tanah mereka adalah ketidakpuasan rakyat akibat inflasi tinggi, kekacauan di perbatasan, dan presiden yang tidak populer. Mereka menyemai ketidakpuasan ini dengan strategi sederhana namun efektif.

Sebaliknya, tim Kamala Harris terlihat seperti petani yang kebingungan di ladang, mencoba “semua jenis pupuk” tanpa tahu yang mana yang betul-betul bekerja. Tim Harris merilis 162 iklan dalam seminggu terakhir kampanye --sebuah upaya maraton yang berakhir dengan kebingungan pesan.

Bandingkan dengan Trump, yang hanya menggunakan dua iklan tetapi fokus pada satu narasi kuat: “Saya tahu bagaimana menyelesaikan sesuatu.” Ironisnya, sebagai hasil akhir, Harris kalah. Namun, dia tidak kalah karena kekurangan modal atau perhatian media, tetapi justru karena surplus kebingungan strategi.

Dalam The Black Swan, Nassim menjelaskan bahwa kejadian tak terduga bisa dimanfaatkan jika Anda mampu mengenali tanda-tanda awalnya, menciptakan fleksibilitas, dan memanfaatkan momentum. Dalam konteks pemilu, strategi Black Swan adalah tentang menciptakan peluang dari ketidakpastian dan kekacauan.

Pertama, politisi perlu membaca ketidakpuasan publik sebagai aset politik. Ketidakpuasan adalah ladang subur bagi politikus cerdas. Trump dan timnya memahami bahwa di tengah inflasi tinggi dan krisis imigrasi, warga lebih butuh solusi konkret daripada retorika canggih. Pesan yang fokus dan relevan “Saya tahu bagaimana menyelesaikan sesuatu” menjadi benih kemenangan.

Kedua, menurut strategi Black Swan, hindari over-komunikasi yang berlebihan. Dalam dunia yang dipenuhi kebisingan, sederhana adalah strategi ampuh. Tim Harris membanjiri udara dengan 162 iklan tanpa narasi kohesif, sementara Trump hanya butuh dua iklan yang berbicara langsung kepada kebutuhan rakyat. Less is more.

Ketiga, manfaatkan krisis sebagai katalisator. Setiap krisis adalah peluang tersembunyi. Bagi Trump, dakwaan kriminal menjadi panggung untuk memposisikan dirinya sebagai “korban sistem.” Dia membalikkan krisis menjadi kekuatan, mengemas dirinya sebagai sosok yang melawan kemapanan (establishment).

Keempat, Anda perlu menggunakan hoaks dengan cerdas (dan berhati-hati). Hoaks adalah pedang bermata dua, tetapi di tangan yang terampil, ia bisa menjadi senjata ampuh. Tim Trump menggunakan narasi kontroversial untuk memobilisasi emosi, namun tetap dalam batas yang tidak terlalu menjauhkan simpati publik.

Nassim juga menekankan pentingnya fleksibilitas dalam menghadapi perubahan. Tim Trump tidak hanya merespons krisis, tetapi juga siap mengubah arah sesuai kebutuhan. Sementara itu, tim Harris terlalu terpaku pada strategi awal mereka, sehingga gagal membaca perubahan dinamika politik.

Mengapa strategi ini relevan untuk Indonesia? Karena Pemilu 2024 (dan mungkin 2029) adalah arena yang penuh ketidakpastian. Dengan pemilih muda yang mendominasi, maraknya hoaks di media sosial, dan polarisasi politik yang semakin tajam, strategi Black Swan menjadi alat yang tak ternilai. Lebih dari itu, penghapusan syarat ambang batas 20% sungguh sebuah ketidakpastian.

Di sini, para politisi harus belajar: Fokus pada isu yang relevan, bukan janji yang muluk-muluk; Gunakan narasi sederhana yang menyentuh kebutuhan rakyat; Manfaatkan media sosial untuk menciptakan momentum, tetapi jangan terjebak dalam kebisingan; Bersiaplah menghadapi krisis dengan fleksibilitas, bukan defensif.

Sebagaimana Nassim mengingatkan, kejutan adalah bagian dari kehidupan. Tapi bagi yang cerdas, kejutan bukan ancaman, melainkan peluang emas.

Jadi, untuk para kandidat Pemilu 2029, jangan takut menjadi pemain Black Swan. Tetapi, jika semua orang jadi angsa hitam, siapa yang tersisa untuk mengejutkan?

*Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an




Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya