Berita

Ilustrasi/NU ONline

Publika

Maslahat 'Dam' Lokal

JUMAT, 27 DESEMBER 2024 | 08:27 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

NAMANYA juga kambing, mau tidak mau, siap atau tidak, akhirnya pasti disembelih. 
Setiap musim haji, kambing mendapat "kehormatan" naik kelas menjadi hewan qurban, sebagai bagian dari ritus pelengkap kesempurnaan ibadah haji. Lebih dari itu, kambing juga menjadi simbol ekonomi dengan potensi perputaran uang mencapai Rp400 miliar dalam satu musim.
Kini, kambing menghadapi peluang perubahan nasib monumental: apakah ia akan tetap dipotong di Tanah Suci, atau cukup "berkorban" di kampung halaman?

Pertanyaan ini mencuat setelah Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, membuka diskusi dengan Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq Fawzan Muhammad al-Rabiah kemungkinan melaksanakan Dam haji tamattu’ di Indonesia.


Bagaimana tanggapan Menteri Saudi? Ringkas saja: "Why not?" - ungkapan yang menunjukkan persetujuan.

Sebagai pengantar, mari kita pahami dulu istilah haji seperti tamattu’, ifrad, dan qiran. Haji tamattu’ berarti melaksanakan haji dengan tambahan umrah di awal, lengkap dengan jeda di antaranya. Jamaah hanya perlu memakai dua kali ihram: satu untuk umrah dan satu lagi untuk haji. Praktis dan nyaman, meski ada biaya tambahan berupa Dam – denda berupa penyembelihan kambing.

Sebaliknya, haji ifrad (tersendiri) adalah “paket hemat”: hanya melaksanakan haji tanpa umrah, sehingga bebas dari kewajiban Dam. Sementara itu, haji qiran adalah kombinasi keduanya dalam satu kali ihram, tetapi tetap memerlukan Dam.

Mayoritas jamaah Indonesia, yang gemar segala sesuatu yang praktis, memilih haji tamattu’. Praktis, memang. Tapi murah? Tunggu dulu. Harga seekor kambing untuk Dam di Makkah sekitar 500 Riyal, setara dengan Rp2 juta. Jika seluruh jamaah Indonesia (220 ribu orang) memilih tamattu’, total biaya Dam bisa mencapai Rp420 miliar.

Sekarang bayangkan jika Dam dilaksanakan di Indonesia. Berapa banyak peternak lokal yang akan mendapatkan manfaat ekonomi? Menurut data Kementerian Agama, 95 persen jamaah Indonesia memilih haji tamattu’. Perputaran uang sebesar Rp400 miliar bisa menjadi stimulus luar biasa bagi ekonomi peternakan lokal.

Daging hasil Dam pun bisa didistribusikan kepada masyarakat miskin, mendukung program pemerintah: Makan Bergizi Gratis. Anak-anak gizi buruk di pelosok berpotensi mendapatkan protein berkualitas dari daging kambing. Saat itu tiba, kambing lokal tidak hanya menjadi pahlawan ekonomi, tetapi juga simbol keadilan sosial.

Usulan Menteri Agama ini menawarkan simplifikasi ritual, logistik sekaligus peluang besar ekonomi bagi peternakan lokal. Selama ini, kambing kita lebih sering menjadi gulai, sate, atau tongseng. Jika rencana ini terealisasi, kambing kita juga berpotensi menjadi bagian dari diplomasi internasional.

Namun, tantangan besar menghadang: hukum fiqh. Mayoritas ulama Indonesia memegang qaul qadim (pendapat lama) yang mensyaratkan Dam dilakukan di Tanah Suci. Di sinilah Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus mempertimbangkan prinsip maqasid syariah - bahwa syariat bertujuan untuk kemaslahatan umat.

Apakah Dam yang dilaksanakan di Indonesia tetap sah secara syar’i? Fatwa ini akan menjadi ladang diskusi seru di kalangan ulama. Sidang pleno ulama mungkin akan membahas tema, “Apakah Kambing Indonesia Lebih Berkah di Tanah Air?”

Sementara itu, Arab Saudi tampaknya cukup terbuka. Dengan dua juta jamaah haji setiap tahun  - setengahnya melaksanakan haji tamattu’ -  beban logistik di Saudi memang sangat besar. Mereka bahkan menyatakan kesyukuran jika negara-negara pengirim jamaah, termasuk Indonesia, melokalisasi Dam.

Namun, skeptisisme tetap ada. Apakah kambing Indonesia cukup “halal secara rasa”? Jangan sampai kambing kita dianggap “kurang Arab” dan menjadi kambing hitam dalam diplomasi Dam. Selain itu, perlu pemikiran bagaimana memastikan distribusi daging Dam benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan?

Ide lokalisasi Dam ini cerdas, modern, dan berani, menggabungkan aspek ritual dengan kemaslahatan sosial-ekonomi. Jika berhasil, ini lebih dari sekadar inovasi - ini transformasi.

Namun, pertanyaan besar tetap ada: siapkah kita menjadikan kambing sebagai pahlawan ekonomi, simbol spiritual, dan ikon diplomasi? Atau ide ini hanya akan menjadi diskusi tanpa keputusan? Semua mata kini tertuju pada MUI dan fatwa mereka.

Dukungan dari ormas-ormas Islam lainnya pun dinantikan. Saya dengar, ormas Persatuan Ummat Islam (PUI) sudah menyiapkan rekomendasi mendukung ide ini dalam Muktamar ke-15 di Medan. Ormas lain, termasuk pesantren, sebaiknya ikut bergerak agar MUI lebih semangat.

Yang pasti, kambing lokal kini bukan lagi sekadar ternak, tetapi aset strategis bangsa.


Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya