Berita

Kepala Komando Perang Khusus Korsel, Kwak Jong Keun/Net

Dunia

Jaksa Desak Penangkapan Jenderal Korsel "Baret Hitam" Pasca Darurat Militer

Laporan: Muhamad Hakim Kaffah
SENIN, 16 DESEMBER 2024 | 16:39 WIB

Jaksa Korea Selatan mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Letnan Jenderal Kwak Jong Keun, Kepala Komando Perang Khusus Angkatan Darat yang terkenal dengan julukan "Baret Hitam." 

Penangkapan ini terkait dengan peranannya dalam insiden darurat militer yang diumumkan pada 3 Desember 2024 lalu. Dalam penyelidikan, Kwak dituduh menghasut kerusuhan dengan tujuan menggulingkan pemerintahan yang sah dan merusak konstitusi negara.

Kwak, yang dikenal sebagai tokoh militer berpengaruh, disebut-sebut telah mengirim pasukan khusus untuk mengepung Majelis Nasional selama pemberlakuan darurat militer. Tindakannya ini dianggap sebagai langkah untuk memperburuk situasi politik dan menggoyahkan stabilitas negara. 

Jaksa juga mengungkapkan adanya dugaan bahwa Kwak bekerja sama dengan sejumlah pejabat tinggi, termasuk Presiden Yoon Suk Yeol dan mantan Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun, dalam upaya-upaya yang mengarah pada pemberontakan.

Jaksa Agung Korea Selatan, dalam penjelasannya, menekankan bahwa bukti yang ditemukan menunjukkan keterlibatan serius Kwak dalam skenario yang melanggar hukum. 
Mereka mengajukan permohonan penangkapan dengan alasan bahwa Kwak dapat melarikan diri atau menghancurkan bukti yang ada. Penyelidikan lebih lanjut terhadap darurat militer yang dikeluarkan pada 3 Desember juga tetap berjalan, dengan jaksa berusaha mengungkap seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi.
Setelah diskors dari jabatannya pada awal Desember ini, Kwak mengaku bahwa Presiden Yoon Suk Yeol memerintahkannya untuk memaksa masuk ke kompleks Majelis Nasional dan menangkap anggota parlemen selama situasi darurat militer. 

Kwak juga menyebutkan bahwa pada 1 Desember, mantan Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun memberikan perintah untuk mengamankan sejumlah lokasi penting, termasuk Majelis Nasional, markas besar oposisi, dan kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional. Meskipun mengaku menentang perintah tersebut, jaksa percaya bahwa Kwak memiliki peran besar dalam memicu krisis ini.

Pihak jaksa, yang kini tengah menyelidiki lebih dalam, meyakini bahwa Kwak tidak hanya sekadar melaksanakan perintah, melainkan berperan aktif dalam merancang operasi tersebut. 
Pada saat yang bersamaan, pihak kejaksaan tengah menunggu keputusan pengadilan militer yang akan menentukan apakah surat perintah penangkapan terhadap Kwak akan disetujui. Keputusan ini diharapkan keluar pada sore hari 16 Desember 2024 waktu setempat, memberikan titik terang atas proses hukum yang sedang berlangsung.
Selain Kwak, pengadilan militer juga akan mempertimbangkan kemungkinan penangkapan terhadap Letnan Jenderal Lee Jin Woo, Kepala Komando Pertahanan Ibu Kota. Lee diduga mengirimkan sekitar 200 tentara untuk mengepung dan menutup akses ke Majelis Nasional setelah status darurat militer diterapkan. Tindakan ini semakin memperburuk ketegangan politik yang sudah terjadi di negara tersebut.

Sementara itu, krisis politik di Korea Selatan semakin memanas setelah Presiden Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan oleh parlemen pada Sabtu 14 Desember 2024. 
Yoon telah diskors dari jabatannya, dan status pemakzulan tersebut kini akan dievaluasi oleh Mahkamah Konstitusi. Keputusan mahkamah ini sangat dinantikan karena akan menentukan kelanjutan perjalanan politik Yoon, yang kini menghadapi tekanan besar baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional.
Pemerintah Korea Selatan kini berusaha menenangkan ketegangan internal di tengah-tengah situasi darurat ini. Banyak pihak yang khawatir bahwa ketidakstabilan politik dapat memperburuk kondisi ekonomi dan keamanan negara, terutama dengan ancaman eksternal yang terus meningkat. 
Meski demikian, otoritas berharap proses hukum yang sedang berjalan akan membawa kejelasan dan memulihkan ketertiban di negara tersebut.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Tekuk Fiorentina 2-1, Napoli Tak Biarkan Inter Tenang

Senin, 10 Maret 2025 | 01:21

Polda Jateng Tegas Larang Petasan Sepanjang Ramadan

Senin, 10 Maret 2025 | 00:59

Kluivert Tiba di Jakarta Ditemani Mantan Pemain Man United

Senin, 10 Maret 2025 | 00:41

Cegah Bencana Seperti di Jabotabek, Menteri ATR/BPN Evaluasi Tata Ruang di Jatim

Senin, 10 Maret 2025 | 00:25

Asiang Versus JACCS MPM Finance, Peneliti IPD-LP Yakin Hakim MA Lebih Adil

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:58

Beri Bantuan untuk Korban Banjir di Candulan, Okta Kumala Dewi Berharap Ada Solusi Jangka Panjang

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:41

PSU Empat Lawang Diikuti Dua Paslon, Pencoblosan pada 19 April 2025

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:20

Update Banjir dan Longsor Sukabumi: 5 Orang Wafat, 4 Orang Hilang

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:44

Menanti Keberanian Kejagung Bongkar Biang Kerok Korupsi Migas

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:30

PTPN IV PalmCo Siapkan 23 Bus untuk Mudik di Sumatera dan Kalimantan

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:18

Selengkapnya