Berita

Ilustrasi media sosial/Net

Publika

Gladiator Virtual

SELASA, 03 DESEMBER 2024 | 08:23 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

KETIKA Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicon, mungkin ia lupa menambahkan catatan kecil: “Yang juga hobi menghujat tetangga hanya karena beda pilihan.” Demokrasi modern, termasuk di Indonesia, telah berevolusi dari debat ilmiah menjadi ajang gladiator virtual. Anda pasti merasakannya —tiap hari, tiap saat.

Contoh terbaru: akhir pekan kemarin, potongan video singkat Cawagub Jakarta, Rano Karno, beredar. Ia berkata, “Ini bukan faktor Anies atau Ahok (yang menentukan kemenangan di Jakarta). Ini masyarakat Jakarta. Tiga putaran pun kami pasti menang!” Tak lama kemudian, komentar pedas berhamburan. “Sombong amat!” adalah salah satunya.

Rano dianggap besar kepala, seolah-olah mengecilkan peran Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilkada Jakarta. Merespons, Geisz Chalifah buru-buru membela. Ia bilang, video itu dipotong di luar konteks, meski komentarnya sendiri agak melantur: “Sama saya saja dia berterima kasih, apalagi dengan Anies.”

Dan begitulah, saling serang di grup WhatsApp pun dimulai. Adu argumen politik kini tak kalah sengit dibanding adu jotos di TPS —tempat kursi melayang atau, dalam kasus ekstrem seperti di Papua, panah-panah melesat. Jika demokrasi disebut sebagai festival gagasan, di sini ia lebih sering menyerupai acara Survivor.

Fenomena kekerasan ini, meski absurd, sudah menjadi "tradisi." Pilkada Papua diramaikan panah-panah terbang; di Sampang, saksi Pilkada dibunuh. Bahkan suasana TPS sering berubah jadi arena seni bela diri. Ironisnya, banyak yang menganggap kekerasan ini sekadar "bumbu" Pemilu. Tanpa debat panas di media sosial atau baku hantam di TPS, demokrasi kita terasa hambar.

Di era digital, kekerasan politik menemukan panggung baru: media sosial. Laporan NYU Stern Center, “We Want You To Be A Proud Boy,” menyebut Facebook, Telegram, dan TikTok sebagai medan perang virtual. Algoritma media sosial menyulut konflik lebih cepat dari selebritas menghapus unggahan kontroversial. Dalam lima detik scrolling, kita sudah dihidangi provokasi.

Ketika melihat absurditas ini, solusi sering muncul dengan nada sarkasme. Haruskah TPS dilengkapi ring tinju untuk menyalurkan emosi pendukung? Atau, mungkin kita bisa menciptakan aplikasi "E-Voting Gladiator" —kandidat yang kalah wajib bertarung virtual demi menghibur massa.

Namun, humor gelap ini menyimpan pesan serius, jika kita mau. Laporan NYU Stern merekomendasikan pengawasan konten di media sosial dan pendidikan demokrasi damai.

Demokrasi bukanlah UFC. Bukan soal siapa yang paling keras, melainkan siapa yang paling bijak bersikap terhadap perbedaan, terhadap kekalahan dan kemenangan.

Kita dihadapkan pada pilihan: mempertahankan tradisi gladiator politik atau menciptakan festival gagasan yang mencerminkan demokrasi sejati, dilengkapi adu argumen konstruktif tentang Indonesia sebagai negeri maju yang warganya bahagia.

Sampai hari itu tiba, mari nikmati drama ini—sambil berdoa agar kursi TPS tidak lagi menjadi peluru yang menyakitkan.

Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya